Gravitasi Hati Jatuh

1K 178 70
                                    


Permasalahan: Gaya gravitasi yang ada pada dalam diri Bagas Samudera terlalu kuat hingga membuat Aria tertarik.

Rumusan masalah: Aria harus siap jatuh.


Aku bingung.

Tadinya aku sedang melukis dengan tenang di kamar. Begitu ponselku menunjukkan ada notifikasi pesan, aku meliriknya lalu melototkan mata selebar mungkin. Gimana nggak kaget, kalau yang ngirim pesan adalah Edra?

Bagas Samudera
hai aria
ini edranya lo

Begitu isinya. Perasaanku nggak karuan. Masalahnya Edra mengatakan, Edra-nya. Aku menahan bibirku untuk nggak tersenyum lebar-lebar. Nyatanya nggak bisa, malahan sekarang aku sedang loncat ke ranjang lalu membenamkan wajah ke bantal sambil tertawa.

Aku duduk di atas ranjang lalu menghirup napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan kasar. Dengan tangan yang sedang memegang ponsel, aku mencari kontak kembaranku. Sesegera mungkin aku meneleponnya. Begitu terdengar ada suara napas Dee, aku langsung berbicara.

"Dee, lo ngasih kontak gue ke Edra, ya?" tuduhku langsung ke kembaranku. Beberapa saat, nggak terdengar apa pun di seberang sana tapi hanya bunyi ketikan dari sebuah laptop. "Dee? Halo? Lo denger gue, nggak?"

"Eh, apa, Ya? Sori-sori, ini lagi ngerjain tugas. Tadi nanya apa? Kirain udah dinyalain speaker-nya," gumam Dee. Aku menjamin pasti dia lagi serius mengerjakan tugasnya, makanya nggak banyak omong.

"Cuman mau nanya aja," ucapku. "Lo ngasih kontak ke Unggas, ya?"

"He-em. Kenapa?" tanya Dee lalu berikutnya ia berteriak heboh. "Jangan-jangan dia ngehubungin lo, ya? Dia ngomong apa, Ya? Lo udah bales? Terus—"

"Oke." Aku mematikan sambungan telepon. Kalau nggak dimatikan begitu, Dee pasti malah sibuk bertanya-tanya dan malah melupakan tugasnya. Itu anak selalu pengin tau segalanya. Itu anak selalu pengin tau segalanya. Mungkin karena itu juga dia bisa tau banyak pengetahuan seperti Mama. 


Ponselku bergetar karena ada telepon masuk. Aku yakin, pasti Dee akan mengomel kenapa teleponnya dimatikan secara sepihak. Terlebih dia sedang berbicara.

Aku menghela napas panjang lalu mengambil buku soal, sebagai pengalihan (aku udah terlalu lama melukis, nanti Mama mengoceh lagi kenapa aku nggak belajar, aku jadi pusing). Ponselku masih aja bergetar di atas kasur, udah kali kedua benda itu bergetar lama.

Memejamkan mata sambil menghela napas panjang, seolah menyiapkan suara hebohnya Dee, aku pun mengangkat telepon.

"Kenapa, Dee? Kalau lagi ngerjain tugas, kerjain aja. Gue cuman nanya tentang si Unggas itu doang. Kan, udah tau jawabannya," ucapku langsung sebelum Dee mengoceh panjang.

"Yah, kok, Unggas sih? Jangan ikut-ikut kayak Dee dong."

Aku mengerjapkan mata, mendadak jantungku berdegup sangat cepat. Lantas aku memutuskan sambungan telepon. Itu suara Unggas. Eh, maksudnya bukan unggas hewan. Suaranya Bagas Samudera, tepatnya.

Ponselku menunjukkan notifikasi pesan masuk.

Bagas Samudera
yah kok dimatiin?
lagi sibuk ya?

Iya, sibuk. Sibuk mengontrol jantung supaya normal lagi.

Aria Zahira
enggak...
tadi kaget

Bagas Samudera
anjir
emang suara gue sehoror itu ya?

Aku tertawa membaca pesan yang masuk. Nggak lama setelahnya, ponselku bergetar lagi, tanda ada yang menelepon. Aku bergeming sebentar melihat siapa yang menelepon sebelum mengangkatnya.

Diferensiasi [slow-update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang