Gerak Rotasi

827 114 9
                                    

Permasalahan: Ketidakseimbangan pada momentum hidup Aria.

Rumusan masalah: Aria berusaha untuk menyatukan dua titik pusat pada porosnya yang menyebabkan ketidakseimbangan.

Aku mulai terbebas dari hal-hal yang berkaitan dengan sekolah sekarang. Rasanya sangat menyenangkan. Sumpah, aku sudah muak dengan pelajaran-pelajaran sekolah dengan ujian ini-itu. Hal-hal yang berkaitan dengan sekolah memang tidak ada yang menyenangkan selain hibernasi di kamar. Katanya masa SMA adalah hal yang paling menyenangkan? Itu bagi mereka yang memiliki banyak teman dan momen bersama. Selama aku bersekolah sejak kecil, rasanya aku kurang nyaman dengan orang-orang yang sebaya denganku, selain Dee tentunya.

Menurutku juga, mereka mungkin nggak akan mau berteman denganku karena akan menganggapku membosankan. Sebenarnya, mungkin akan menyenangkan kalau aku punya sedikit rasa percaya diri dan jadi orang yang asik bergaul dari Dee. Tapi, karena aku sudah mempunyai Dee, itu sudah lebih dari cukup. Aku beruntung menjadi kembarannya, walaupun aku berada di sisi kekurangannya dan sangat payah menjadi kembarannya.

Aku menatap jam dinding yang jarum pendek menunjuk menuju ke arah angka enam. Aku sudah siap dengan celana bahan dan atasan kaus. Sekali lagi aku menatap cermin, merapikan rambutku yang tanpa memakai aksesoris rambut apapun. Papa sudah berjanji, kami akan makan malam bersama setelah ujian-ujian sekolah selesai. Sebenarnya, setelah bertemu dengan Tante Nisa itu, besoknya aku ke kantor Papa. Seperti yang sudah direncanakan aku dan Dee, kami berdua akan melakukan misi pertama. Tapi sewaktu aku sedang menuju ke kantor Papa, Dee tiba-tiba menelepon dan menyuruhku untuk langsung minta izin menginap aja.

Setelah selesai bertelepon dengan Dee, lalu Papa yang menelepon untuk ngasih tau kalau Papa ada meeting mendadak dan nggak tau kapan selesainya. Jadinya, aku mengurungkan niat ke kantor Papa, walaupun setelah itu Papa berjanji mengajak makan malam sih. Saat itu, aku iseng bertanya pada Papa, apakah bisa mengajak Mama dan Dee. Tapi Papa malah menjawab, "Kamu yang selesai ujian, kan?"

Tentu, aku kecewa (yang entah sudah ke berapa kalinya), tapi tidak mengejutkan lagi dengan jawaban kayak begitu. Aku juga nggak mengerti harus kecewa terhadap apa dan siapa. Kecewa pada Mama dan Papa? Ya. Kecewa pada harapan yang aku buat sendiri? Ya.

Papa memang bukan jago masak, tapi dia bisa memasak beberapa jenis masakan. Dulu, jika sehari-hari Mama yang memasak, maka saat liburan adalah waktunya Papa yang memasak untuk kami. Aku dan Dee sibuk mencomot makanan dan berlari kemudian sibuk menyalahkan satu sama lain untuk mencari pelaku yang paling banyak mencomot makanan paling banyak.

Pintu kamarku terbuka dan terlihat Mama di sana, pakaian kerjanya masih dipakainya karena akhir-akhir ini Mama sedang sibuk dengan urusan kerjanya dan beberapa kali keluar kota. "Kapan kamu dijemput Papa kamu?" tanya Mama setelah memerhatikan aku yang sudah siap dan sedang duduk di depan cermin.

Aku menatap jam dinding lagi. "Sebentar lagi," jawabku. "Mama bisa ikut—"

"Nggak," potong Mama. Aku mengulum bibir, sudah menduga jawabannya sebelum Mama bersuara. "Mama ada urusan kantor. Hati-hati, Dek."

Tak lama terdengar suara klakson dari luar yang aku yakin itu pasti Papa. "Aku pergi dulu, Ma." Dengan bergegas aku mengambil tas lalu berlari kecil menuju teras rumah.

Senyumku mengembang kala melihat mobil Papa berada di depan rumah. Aku masuk ke dalam mobil kemudian duduk di jok depan. "Hari ini kita mau makan apa?" tanyaku langsung. Papa tertawa sebentar sebelum mengendarai mobilnya.

"Kamu mau makan apa?" tanya Papa tanpa menjawab pertanyaanku. Aku menunjukkan raut wajah seperti berpikir. "Kita beli bahannya dulu ya, baru ke rumah."

Ucapan Papa membuatku bergeming. Pasti rasanya aneh karena tinggal sendiri setelah sudah terbiasa tinggal bersama (dengan Mama, aku dan Dee). Biasanya aku dan Mama yang akan berbelanja, jadi kulkas selalu penuh. "Mau apa, Dek?" tanya Papa setelah beberapa saat tidak terdengar jawaban dariku.

"Oh. Bingung aku juga. Aku suka apa aja sih," jawabku seadanya.

"Yah, kamu nggak jauh beda sama Dee ya. Kalau gitu, lagi mau apa?" tanya Papa lagi.

Aku menghela napas panjang, "Surprise me, Pa."

Papa malah tertawa membalas ucapanku lalu kami berdua terdiam. Lagi dan lagi, aku malah membayangkan bagaimana jika keluargaku masih utuh. Dalam situasi di dalam mobil seperti ini, Dee mungkin akan menceritakan banyak hal dengan keanehannya dia. Mama akan menanggapi kalau menurutnya topik pembicaraan itu penting atau menarik. Papa lebih sering mendengarkan lalu menanggapi dengan tawanya. Aku mungkin akan sesekali berbicara karena Dee yang akan bertanya tentang apapun.

Aku belum berbicara mengenai aku akan menginap di rumah Papa, omong-omong. Grogi rasanya. Nggak tau juga sih, kenapa aku malah merasa begitu.

"O ya, Dee katanya mau nginap di rumah Mama selama liburan nanti ya?" tanya Papa tiba-tiba yang malah membuatku semakin grogi karena seolah-olah Papa lagi membaca pikiranku. Jangan-jangan selama ini Papa punya kekuatan super bisa membaca pikiran orang lain.

Aku mengangguk sebelum bersuara, "Iya, Pa. Kalau aku nginap di rumah Papa, boleh?"

Kulihat dari sudut mataku, Papa mengernyitkan dahinya sebentar. "Kok tumben?"

Nah, lho. Aku harus jawab apa?

"Yaaa, nggak apa-apa sih. Lagian, aku udah sering ketemu Mama, sama Dee juga sering. Tapi sama Papa enggak. Jadi, liburan aku nanti, aku mau tinggal di rumah Papa aja." Aku menuturkan maksud dari aku yang tiba-tiba ingin menginap di rumah Papa. "Lagian, kita udah nggak bisa liburan bareng-bareng lagi, kan."

Beberapa saat, aku nggak sadar kalau aku mengatakan kalimat terakhir itu. Ingin rasanya menampar bibir sendiri gara-gara membuat suasana dalam mobil makin canggung. Ditambah, sedari tadi kami belum sampai tujuan karena macetnya nggak ketolong.

Aku menggigit bibir bawahku lalu berdeham. "Jadi... nanti aku tinggal di rumah Papa ya? Sekalian cari suasana baru juga."

"Ya, boleh. Kenapa nggak?" jawab Papa. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum. Aku yakin pada Dee. Misi kami akan berhasil. Aku yakin, karena aku percaya sama Dee. Toh, dia juga seenggaknya punya tujuan yang sama kayak aku, membuat Mama dan Papa bisa berdamai. Dan, kalau hal itu udah terjadi, akan lebih mudah membuat semuanya kembali utuh. Membuat semuanya kembali seperti sedia kala. Membuat semuanya kembali seperti seharusnya.

[*][*][*]
a.n: gila weee, udah lama banget!!! semoga masih pada nungguin... semoga masih pada suka...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diferensiasi [slow-update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang