Sedang dalam masa revisi,
jika ada kata yang kurang tepat di setiap chapter-nya harap dimaklumi.
Happy reading.***
Ayra mengulum senyum kembali, setiap kali dirinya melihat surat yang dikirim dari kantor pos. Sudah dari tadi pagi kertas itu ia pegang, namun sampai saat malam hari ini Ayra belum bisa meninggalkan senyum bahagianya.
Surat kelulusan ujiannya, sekaligus surat pemberitahuan diterimanya Ayra bekerja di rumah sakit. Ayra akan bekerja di rumah sakit ternama di Ibu Kota, sebagai seorang perawat atau yang sering disebut suster. Perjalanan pendidikan yang Ayra tempuh di Bandung, kini terasa tak sia-sia. Sebab impiannya selama ini kini bisa terujud.
Ayra bersekolah di SMK Farmasi di sana, ia mengambil jurusan perawat, Ibu Ayra yang bersikeras ingin memasukan Ayra di sekolah itu. Menurut pendapat Ibunya, bersekolah di SMK bisa langsung kerja, apalagi Farmasi sudah jelas sekali pekerjaannya akan sangat berguna, belum lagi uang yang diperoleh pun tidak akan membohongi usaha.
Sebenarnya ini bukan keinginan Ayra, dari ia kecil Ayra tidak ada keinginan sekalipun menjadi seorang dokter atau suster. Berbeda dengan anak-anak lainnya yang mempunyai bermacam cita-cita, Ayra lebih memilih diam dan seolah berpikir apa cita-citanya bila ditanya teman-temannya.
Namun dengan segala permohonan Ibu Ayra, iapun menurutinya. Ayra sudah berpikir berkali-kali setelah ibunya berkata, "Perawat itu semacam suster, kerjanya merawat orang sakit, bukan menyembuhkan orang sakit. Ara, sekolah di Farmasi! Ambil jurusan perawat, karna jelas pekerjaannya. Tidak seperti apoteker, yang hanya kerja di Apotek, kamu bisa kerja di rumah sakit. Yang Mama butuhkan pekerjaan kamu, buat kehidupan kamu yang lebih baik, bukan buat kehidupan Mama. Mama udah mengarahkan, terserah kalau kamu ga mau, urus hidup kamu sendiri."
Ayra sangat merasa bersalah saat Ibunya mengucapkan kata terakhir itu. Awalnya Ayra bosan mendengar celotehan Ibunya itu, tapi setelah Ibunya mengatakan, "Urus hidup kamu sendiri." Ayra mulai berkhayal dengan kehidupannya bila ia bersekolah di Farmasi. Di sana mungkin ada keingiin Ayra menyetujui permintaan Ibunya.
Bersekolah tiga tahun di sana, ternyata membuat Ayra sangat bahagia. Ia mempunyai sahabat-sahabat yang baik, apalagi Ayra adalah siswi yang dekat dengan guru-guru, sebab jabatannya yang menjadi wakil ketua OSIS di sekolahnya. Soal pelajaran tidak diragukan lagi, Ayra adalah wanita pintar, ia bisa menerima pelajaran di sekolahnya.
Meskipun awalnya Ayra tidak mau sekolah di sana, tapi akhirnya Ayra mempunyai cita-cita sederhana, tidak ingin muluk-muluk ingin menjadi suster di rumah sakit ternama. Ayra hanya ingin bekerja, dengan ilmu yang ia pegang sebagai seorang perawat.
Ayra ingat kembali perkataan Ayahnya yang juga membujuknya saat ia baru lulus SMP dulu, "Jangan mikir macem-macem dulu. Papa sama Mama cuma mau kamu sekolah, buat memperoleh ilmu. Sebenernya ga ada bedanya jadi dokter atau jadi suster, keduanya sama-sama mengobati orang yang sakit. Dan yang paling penting Ara, keduanya sama-sama mempunyai nilai sosial yang tinggi, nanti kamu akan lebih peduli dengan sesama manusia, jangan kejar nama atau uang kalau nanti kamu kerja, tapi amalnya, meneruskan kehidupan orang, dengan ilmu yang kamu punya."
Ayra mengingat kembali wajah-wajah kedua orang tuanya yang sangat berarti bagi hidup Ayra, bila tidak ada mereka, Ayra tidak akan seperti ini. Mempunyai banyak ilmu, ilmu pelajaran juga ilmu sosial, apalagi perkerjaan impiannya sudah ada didepan mata.
Ayra mengambil ponselnya di atas meja, ia mencari satu kontak di sana, dan mulai melakukan panggilan pada keluarganya yang berada di Bandung.
"Assalamualaikum," sapa seorang gadis di seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, enemies.
Teen FictionSeumur hidupnya, Ayra Nifsa Hanaya tidak akan pernah menyangka bisa bertemu lagi dengan manusia semenyebalkan Prahansa Raffiansyah. Meskipun sudah hampir sepuluh tahun yang lalu, ingatan buruk tentang Raffi yang selalu mengejeknya masih terasa nyata...