Lima

189 8 3
                                    

Sejak pukul 06.00 tadi Widi sudah menyibukan dirinya di dapur, berusaha sebisanya melupakan kejadi semalam. Matanya masih terlihat sembab akibat ia menangis terus menerus.
Raka duduk di meja makan sambil memainkan ponselnya, pekerjaannya sebagai ahli gizi di suatu perusahaan memang menyita waktu, yah walau kadang Raka sendiri yang membuat dirinya sangat sibuk, semata-mata hanya untuk lari dari masalahanya, pencundang bukan.

Widi meletakan secangkir teh hangat di hadapan Raka, ia pun mengambil nasi goreng yang ia buat untuk Raka. Pagi ini ada yang berubah dari Widi ia lebih banyak diam, beda sekali dengan Widi yang selalu berusaha memecah keheningan dirumah.

"Hari ini aku pulang telat, gausah tunggu aku" ucap Raka dengan nada suara yang selalu sama.

"Iya" tidak ada pertanyaan dari Widi, beda sekali dari hari-hari sebelumnya, sudah sangat sakit hatikah Widi pada Raka.
Widi mengantar Raka sampai ambang pintu, membawa serta tas milik Raka.

"Hati-hati dijalan" ucap Widi seraya mencium tangan Raka.

Raka hanya mengangguk "Assalamualaikum" ucap Raka.

"Waalaikumsalam" Widi menatap mobil Raka yang mulai menjauh, lalu kemudian ia masuk kembali kedalam rumah.

Ternyata tak ada perubahan atas sikap Raka padahal semalam ia menolak ucapan yang Widi ucapkan, tapi nyatanya sikapnya masih sama sedingin sembilu.

"Assalamualaikum" ucap seseorang dari arah luar.

"Waalaikumsalam" balas Widi seraya membukakan pintu.

"Bunda" sapa Widi senang sambil menyalami ibu mertuanya.

"Ayo masuk" ajak Widi.

Widi bergegas kedapur untuk mempersiapak minuman dan cemilan untuk ibu mertuanya itu.

"Bunda udah sarapan ? Aku tadi masak bunda mau makan ?" Tawar Widi yang baru saja kembali dari arah dapur.

"Ohya, bunda boleh cobain masakanmu ?"

Widi mengangguk bahagia, ia mengajak ibu mertuanya menuju meja makan. Dengan semangat Widi menghidangkan masakannya untuk ibu mertuanya ini.

"Dimakan bun semoga bunda suka"

"Suamimu sudah berangkat?"

"Sudah"

"Enak makanan kamu enak, Raka pasti betah dirumah ya di pasti banyak makan"

Widi hanya dapat tersenyum getir, karena nyatanya Raka seperti tidak suka tinggal dirumah, bahkan sangat jarang mereka makan bersama, Raka selalu beralasan kalau dia sudah makan.

"Kamu kenapa ?" Tanya ibu mertuanya seraya mengusap punggung tangan Widi.

Widi hanya menggeleng pelan sambil tersenyum, sebisa mungkin ia harus menyembunyikan kesedihannya ia tidak ingin membebankan masalah rumah tangganya pada siapapun.

"Jangan bohong, bunda tau kamu tidak baik-baik saja, matamu saja bengkak" ucap ibu mertuanya membongkar kebohongan Widi.

Tanggis Widi seketika pecah lagi, ia sudah berusaha melupakan kejadian semalam tapi sekarang tangisnya pecah lagi.

"Cerita sama bunda"

Akhirnya Widi menceritakan bagaimana kehidupan rumah tangganya selama 3 bulan ini, ia sudah mencoba menahannya tapi kali ini sulit untuk dia terus menutupi, ibu mertuanya ini terlalu cerdas untuk ia bohongi.

"Haruskan kami bercerai atau mengizinkan mas Raka berpoligami?" Tanya Widi di akhir ceritanya.

"Astagfirullah Engga Widi kamu tidak boleh bercerai, dan bunda tidak akan mengizinkan Raka menduakanmu"

Mencintamu Dalam Do'aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang