Star 6

94 5 0
                                    

Hari ini aku bangun terlambat. Dan kau tahu? Pak Sapto ambil cuti karena anaknya sedang sakit dan lagi Elmo tidak mau berangkat bersama dengan alasan pencitraan ketua osis tidak boleh telat. Menyebalkan sekali memang. Baru kemarin dia merengek minta berangkat bersama. Dan lihat? Dia bahkan tidak mau menungguku barang 5 menit saja. Huh.

Jadilah aku berangkat menggunakan Busway. Aku sih tidak masalah naik angkutan umum seperti ini. Yang masalah itu, aku hampir telat! Aaaa!

Aku bergegas turun saat Busway yang kutumpangi berhenti dihalte dekat sekolahku. Sekitar 250 meter dari gerbang sekolahku. Aku dapat melihat gerbang sekolah mulai ditutup dengan slow motion oleh satpam sekolahku. Aku pun bergegas lari menuju gerbang sekolahku, sayangnya aku sangat payah dalam urusan lari tapi kali ini aku tidak boleh menyerah begitu saja. Semangat Ra!

Aku hampir sampai! Aku mendengar seseorang berlari dibelakangku. Sepertinya dia juga telat. Dan? Jangan kira aku akan menengok kebelakang untuk melihat siapa orang itu. Aku bahkan tidak peduli sama sekali. Tujuan utamaku adalah dapat lolos masuk kesekolah sebelum gerbang dengan sempurna ditutup.

Dan... Hap! Aku berhasil masuk kedalam gerbang sekolahku. Aku berhenti 5 langkah dibelakang gerbang lalu mengatur nafasku yang tersenggal-senggal karena aksi lari-larian tadi. Aku menumpukan kedua tanganku dilututku dan mulai mengatur nafasku.

Saat nafasku mulai tenang, aku dapat mendengar deru nafas seseorang yang sama ngos-ngosannya denganku tadi. Aku menjilat bibirku yang kering. Haus. Aku mengusap kerongkoranku yang rasanya sangat kering.

Aku melirik seseorang disampingku. Dia mulai menegakan badannya dari posisi yang sama sepertiku ini, lalu mengelap peluh yang mengalir dari pelepisnya. Dapat ku lihat dia berusaha menelan ludah dan mulai membasahi bibirnya dengan lidah. Sepertinya dia juga haus.

"Ngga perlu ngeliatin sampai segitunya kali. Aku tau aku keren saat keringetan gini."

Aku tersadar lalu menegakkan tubuhku agar sejajar dengannya.

"Apanya yang keren. Bau keringet yang ada, Mos."

"Mirror please. Kamu lebih parah ya, Ra. Rambut kamu itu lho, lepek kena keringet." Ucapnya lalu menghadap kearahku. Moses memegang kedua bahuku dan menuntunku untuk menghadap kearahnya. "Sini aku benerin." Lanjutnya lalu membenahi letak rambutku yang aku yakin sudah sangat tidak beraturan.

"Mos." Ucapku pelan dan hanya dibalas dehamam olehnya. Moses masih sibuk membenahi rambutku.

"HEY! Kalian! Jam pelajaran sudah dimulai, sedang apa kalian disana?!" Tegur seseorang yang sangat aku yakin guru piket yang sedang berpatroli keseluruh koridor sekolah mengecek apakah masih ada murid yang berkeliaran atau tidak.

Aku hendak menoleh kearah sumber suara, namun sebuah tangan mencegahku dengan menahan wajahku agar tidak menoleh kearah sumber suara. Aku menatapnya menuntut penjelasan.

"Kalau kamu menoleh itu sama saja cari mati, guru itu akan mengenali wajah kita kalau kita menoleh." Ucapnya yang justru terdengar berbisik.

Seperdetik kemudian lengan Moses telah meraih lenganku kedalam genggamannya dan dengan gerakan yang sangat cepat Moses menuntunku berlari mengikutinya. Kami berlari berlawanan arah dengan guru piket yang tadi menegur kami. Tentu saja, cari mati kalau kami berlari kearahnya, seperti buronan yang dengan senang hati menyerahkan diri untuk dihukum.

"Hey! Kalian mau kemana? Mau bolos? Dasar anak nakal!" Dapat ku dengar samar-samar teriakan guru piket itu seiring kami yang semakin menjauh.

Kami berhenti ditaman belakang sekolah tepat dibelakang pohon rindang yang ada ditaman itu. Moses tertawa lepas, seakan buronan yang bahagia karena dapat mengelabui aparat keamanan yang tengah mengincarnya.

StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang