Dan ketika rindu merayuku, mengajakku pulang kembali ke kota ini, ke sini setelah empat tahun berlalu sesudah hari kelulusanku. Aku membujuk rindu agar tak membawaku ke sini, ke belahan bumi yang lain saja, tetapi akhirnya tak bisa ku hindari permohonannya untuk segera kembali ke sini dan bernostalgia dengan cengkraman-cengkraman kenangan yang begitu dalam menancapkan jemarinya. Aku berkompromi dengan keadaan, cukuplah kau batasi perasaanku dengan rindu, jangan mencampuradukan dengan cinta lagi.
Hamparan karangnya telah disulap menjadi gedung-gedung mewah, ada hotel dan restoran, pusat perbelanjaan berseliweran yang mulai mengisi setiap lahan kosong, cafe-cafe berserakan, bisnis hidup dalam bentuk yang lainpun mulai menjamur, lampu jalan bertambah banyak dan tentu saja mahkluk yang mendiaminya bergerak maju seiring zaman yang memapahnya dalam gema-gema perubahan dan kemoderenan. Semuanya adalah kelaziman. Tak ada yang benar-benar dipersalahkan. Hidup akan merangkak naik, meniti anak tangga, mengubah pandangannya, lalu memperluas caranya melihat. Hidup akan berubah, orang-orang akan berubah, dan kenangan akan terseret didalamnya.
Telah banyak berubah, hanya hawa panasnya yang tetap mempertahankan diri tak berubah saat yang lain memilih berlalu, mengganti rupa atau berbalik arus. Bougenvil tetap berbunga, merah muda dan merah tua. Panas tetap mendiami kota itu, dan tentu saja kenangan tentangmu, gadis sepuluh menitku tetap ada di hatiku, tak berpindah, tetap lihai bermain dalam ingatan, tetap membentuk pertalian yang erat dengan rasa cintaku. Aku tak bisa memalingkannya, tak bisa mencintai wanita lain, yang moderen maupun yang biasa-biasa saja, yang keibuan maupun yang gemar berrias, aku tak tertarik.
Aku meraih semuanya; decak kagum, dua jempol dan tangis bahagia. Dan tentu saja dirimu yang memang pada awalnya ku pikir berhasil kulupakan setdlah meninggalkan kota ini empat tahun lalu, lebih tepatnya ada semangat dan pemikiran bahwa rindu san perasaan tentangmu bisa kuhindari sebisa mungkin, dan setelah itu kita kemudian tak pernah lagi kita bersua. Engkau hidup dengan jalan dan keputusanmu, aku bahkan tak bisa menebak seperti apa hidupmu sekarang. Mungkin engkau bahagia dengan suami dan putra-putrimu, ataukah engkau masih gadis cantik yang singel dengan segala pesonamu. Ku mengaminkan harapan kedua itu, meski sebenarnya itu mustahil dan berlebihan.
Aku tak hanya rindu suasana kotanya. Aku rindu halte, bis kampus dan juga angsana di depan khatedral. Lalu lalang kendaraan, klakson memekakan telinga atau kepulan asap knalpot menyeretku untuk mengingat bola mata coklatmu yang pernah kuklaim sebagai duniaku. Aku juga rindu hujan ganjil yang membasahi kota dengan seenaknya, genangan air hitam di sisi jalan dan juga tatapan kosongmu.
Sepanjang jalan, tempat nongkrong anak muda bertebaran, berlomba-lomba menarik hati dengan lincahnya, komunitas-komunitas baru dan benar saja kehidupan yang mulai merangkak naik menyesuaikn diri tetapi yang membuatku ingin kembali ke sini adalah rinduku padamu, rindu kencan sepuluh menit kita.
Aku menyusuri halte tempat bis kampus bertengger, duduk di situ dan menatap ke arah katedral. Angsana itu masih disana, dengan rimbun daunnya tetapi tak setinggi dulu lagi. Bis kampus tetap ada, tetapi peminatnya yang mulai sepi, lima orang saja yang ada di dalamnya, dan bangku di baris ketigapun masih kosong. Jendela tempatmu biasa terpejam setengah sadar masih ada, kondektur dan supirnya tetap dengan wajah yang sama.
Dan apa kabar dirimu kini, kehidupanmu, dan juga bola mata coklatmu? Aku bahkan belum memutuskan untuk tertarik pada wanita manapun, meski ibuku berulangkali menyodorkan beberapa yg dikiranya bisa memikatku. Aku merindukanmu, aku tak bisa melupakanmu. Kota ini bukan hanya membuatku mengenang, kota ini justru semakin menumpuk-numpuk rinduku tentangmu. Kota ini mengajakku kembali untuk mencintaimu dengan lebih dalam lagi tanpa tau kau di mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kecerobohan RINDU /on Going/
Romanceaku sedang belajar untuk mendamaikannya dengan hati, sebab bagian bernama rindu itu tak bisa kuhindari dalam sekali klik. aku memapah rindu itu bersamaku dalam bayangan dan kenangan, membuatnya begitu ceroboh merebut duniaku yang dahulunya begitu...