Aku kenalin diri dulu biar enak ceritanya. Semua orang memanggilku Nanan. Karena nama panjangku adalah Renavia Dirgantara. Gak nyambung, sih. Hanya saja, aku bakal noleh dan ngerasa dibutuhin kalau orang lain nyebut, 'Nanan!'
Tapi sebenarnya, beberapa orang yang tidak terlalu akrab denganku, manggil nama Rena dengan maksud sopan.
Aku anak tunggal. Tapi jika dilihat dari masa lalu, aku memiliki dua orang kakak laki-laki. Novan Dirgantara dan Novin Dirgantara. Mereka kembar, tapi mereka berdua telah meninggal di usia mereka yang baru 13 tahun. Alasannya karena kecelakaan yang terjadi jauh sebelum aku ada di dunia ini.
Kata Ibu, mereka sok-sokan ketika menginjak remaja. Ngebut ketika menjalankan motor bertiga. Iya, satu motor bertiga, menyalahi aturan lalu lintas. Bersama satu temen mereka yang juga ikut menjadi korban, namanya Geo.
Mengerikan jalan ceritanya, karena motor yang ditumpangi ketiga Almarhum dengan kecepatan yang sangat kencang menabrak truk besar yang berlawanan arah.
Aku gak bisa ngebayangin kalau misalkan, waktu itu aku dapat melihat atau merasakan keadaan dunia.
Tentang Ayah dan Ibu yang sangat terpukul oleh rasa kehilangan, pasti sangat sedih sekali. Aku juga pasti gak berani nyentuh benda yang disebut kendaraan atau jalan raya. Semoga kedua kakakku diterima disisi-Nya..., pun dengan Kak Geo.
Oleh sebab itu, sampai sekarang aku dilarang orangtuaku membawa kendaraan sendiri. Pasti kamu akan bilang, "Ck, cerita remaja yang tidak asik."
Biarkan.
Orangtuaku melarangku karena mencoba menaati peraturan. Usiaku masih di bawah umur! Kartu Tanda Penduduk saja, aku belum punya. Apalagi Surat Izin Mengemudi.
Asik bahasanya, Nan!
Tapi, aku sendiri masih sering nebeng kendaraan teman. Iya, teman-teman seusiaku sudah diberi kendaraan oleh orangtua mereka.
Gak aneh, aku tahu.
Padahal sebentar lagi usiaku juga mau 17 tahun. Dan auto dapet KTP kalau daftar ke Capil setelah bulan Maret tahun depan sebelum aku lulus SMA.
Jadi sebenarnya ketika diajak main atau pulang sekolah bareng, kadang aku suka berinisiatif untuk menawarkan diriku yang membawa kendaraan mereka. Entah itu mobil atau motor, aku diam-diam bisa mengendarai dua alat itu dengan cara nebeng.
Jangan beritahu kedua orangtuaku! Ini rahasia. Aku takut dilaknat Ibu atau Ayah. Jadi aku tidak pernah memberitahu mereka. Bersekongkolah denganku!
***
Ohya, Ayahku bernama H. Samudra Mukhlis Dirgantara atau biasa orang manggilnya Pak Sam. Beliau sudah tua dan sudah naik haji. Ayah masih sehat karena sering nge-gym dan main fustal ketika diajak oleh teman-teman semasa SMAnya. Rutin tiap malam rabu serta malam kamis, dari selepas Isya hingga jam 10. Aku tahu jelas karena kadang dia izinnya ke aku ketika aku sedang jaga toko Nanan Nining.
Dan Ayah sekarang sering diam di rumah karena sudah pensiun. Sebelumnya, Ayah adalah seorang PNS yang dulunya bekerja di Direktorat Jenderal Pajak. Bukan hanya itu, Ayah juga berinvestasi dengan membuka bisnis kuliner ayam goreng yang lagi di-handle oleh Mang Asad, adiknya.
Ayahku orang Garut dan dulu kerja di Jakarta. Dulu sebelum pensiun, ayah jarang pulang. Hingga saat usiaku menginjak 11 tahun, beliau sudah pensiun. Jadi kalian tahu betapa tuanya ayahku.
Kalau Ibuku, namanya Nining Nur Laila, sama kayak Ayahku, ibuku ini sudah tua. Aslinya orang Garut juga. Usia Ayah dan Ibu sebaya, kudengar mereka saling suka dan menjalin cinta kasih saat masa SMA. Dan emang bener, kata orang-orang juga.
Romansa banget kalau suatu hari nanti aku ceritakan, kalian harus banget baca hingga habis ceritaku ini. Ya tapi, kalau aku mau nyeritain.
Dulu, Ibuku bekerja sebagai kepala sekolah di SD Negeri, dan aku pernah sekolah di SD itu. Tapi karena sudah tua juga, Ibuku telah pensiun.
Gak tahu kenapa, dulu aku ngerasa malu dan kesal kalau disebut 'putrinya ibu kepala sekolah'. Dan karena saat itu, anak-anak yang lain jarang ngedeketin atau bercanda denganku sebab takut dimarahin. Ibuku bawel dan mengkhawatirkan aku banget, soalnya.
Yap! Jadi hingga saat ini, Ibuku adalah manusia yang paling baik dalam hal mengurusku dan juga suaminya, si Pak Haji Sam itu yang sekarang sedang menyesap kopi sembari mengusap jarinya ke atas di permukaan ponsel yang dibiarkan tergeletak pada meja makan.
Ibuku juga membuka toko. Sebuah toko sembako yang letaknya di lantai dasar rumah. Diresmikan sudah lama, sejak ayah pensiun. Mungkin sekitar 4-5 tahun lalu.
Terkadang kalau Ibuku ada acara pengajian atau arisan ibu-ibu komplek, aku suka disuruh atau mau sendiri ngejagain toko. Ada sih, pegawai lain... tapi aku suka aja jadi kasir di sana.
Dan di toko yang diberi nama 'TOKO SEMBAKO NANAN NINING' yang ku rasa namanya gak kreatif itu, aku biasanya suka ngambil jajanan atau keperluanku secara sembunyi-sembunyi.
Kamu tahulah, aku perlu jajanan dan uang saku yang lebih. Sambil kerja aku ngemil, setelah itu aku inisiatif sendiri ngambil upah kalau udah beres bantu-bantu. Hahaha.
Harusnya Ibuku maklum kalau stok sosis ayam merk ch*mp habis karenaku. Aku kerja tanpa pamrih, asal ibuku tahu. Dan harusnya itu cukup menjadikannya paham bahwa aku anak yang baik dan penurut.
Hehehe.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
From the Feeling Affection
Teen FictionSebuah cerita sederhana. Dengan sudut pandang seorang aku, yang merasakan dan memilih untuk diam ketika memendam sebuah rasa yang begitu spesial. Jika kamu penasaran tentang hal itu, marilah baca. Ini bukan rahasia pribadi lagi sebab telah kusebarka...