Ekspresi

72 9 3
                                    

Raya memasuki Kampus itu. Kampus terbaik yang ada dikota yang kini ia tinggali. Jam menunjukkan pukul 2 dan kondisi kampus masih tidak terlalu ramai, mungkin disebabkan karena kelas baru akan dimulai pukul 4. Hari ini adalah hari terakhir ia masuk sebelum berlibur panjang diesok hari menurut isunya.

Raya memutuskan untuk pergi ke kantin sebelum ia memasuki kelas. Kantin berada dibelakang gudang menyimpan alat-alat olahraga.

Dan biasanya ditempat ini, ada seorang penunggu yang sering mengejar mahasiswa dan mahasiswi yang hendak pergi ke kantin atau sekedar melewati gudang.

"Grr..."

Raya terhenti sebentar. Ia menatap takut pada suara itu. Gadis itu menoleh.

Yap, seekor anjing.

Anjing itu menggonggong padanya. Raya paling takut jika berurusan dengan anjing. Gadis itu menatap ke depan. Gudanglah yang paling dekat jaraknya dengan posisi saat ini, meski ia harus berlari beberapa meter. Dengan ancang-ancang, gadis itu mulai berlari kencang. Benar saja, anjing itu mengejarnya. Anjing itu terus menggonggong sambil berlari.

Raya meluruskan tangannya, menggapai gagang pintu, membukanya dan masuk. Tak lupa ia menutup pintu hingga rapat. Sementara si anjing masih menggonggong didepan pintu. Raya terengah. Gadis itu mengintip anjing diluar dari jendela. Anjing itu masih setia menunggu disana.

"Ngapain lo disini?" Suara tajam dan menusuk itu membuat Raya menoleh. Seorang lelaki dengan santainya duduk diatas meja dan meminum botol bir tanpa gelas. Lelaki itu menaruh botol birnya dan turun dari meja. Mendekati Raya.

"Keenan?" Raya sedikit mundur dengan gerakan maju dari Keenan.

"Pergi. Sekarang. "ucap Keenan.

Tampaknya mood Keenan sedang hancur. Ini adalah apa yang Raya kira.

"Anjingnya masih diluar" ucap Raya sedikit panik. Keenan menatap keluar jendela. Kemudian kembali melirik Raya.

"Dia udah gak ada" Raya menarik gagang pintu dengan cepat. Tapi pintu itu tidak dapat terbuka. Raya mencoba membukanya lagi, tapi hasilnya nihil.

"Gak bisa.." Raya mencoba membuka lagi. Pintunya terasa macet.

Kenapa susah banget buat dibuka?

"Kenapa?" Keenan mengangkat sebelah alisnya.

"Pintunya gak bisa dibuka!" Mata Raya berkaca-kaca. Wajahnya panik.

"G-gue ada kelas jam 4! Gue gak bisa bolos!" Raya terus mencoba membuka pintu panik. Guncangan yang keras membuat sesuatu terdengar.

Blup!

Sebuah bunyi barang terjatuh membuat aktivitas keduanya terhenti. Raya dan Keenan sama-sama menatap ember berair disebelah Raya.

Raya meraba kantung celananya. Ia dengan cepat berjongkok dan mengambil barang yang penting itu. Sebuah ponsel ia keluarkan dalam ember berair.

"Ponsel gue!" Raya mencoba menyalakannya tetapi hasilnya nihil. Tidak dapat menyala. Keenan hanya menatap kepanikkan Raya dengan tenang sedari tadi. Kemudian lelaki itu angkat bicara.

"Sini gue liat" Keenan menawarkan. Raya yang memang sudah panik langsung memberikan ponselnya. Keenan memasang wajah sok serius. Pria itu mencoba menekan tombol untuk mengaktifkan ponsel.

"Yah kayaknya udah gak bisa nyala" ketika Keenan memberikan ponselnya, dengan sengaja ia menjatuhkan ponsel Raya.

"Ups" Keenan memasang wajah *watados. Raya tampak terbelalak dan Keenan sempat mendengar pekikkan Raya. Lelaki itu tersenyum kecil menatap kepanikkan berlebih dari Raya.

"Ponsel gue.." Raya merapihkan ponsel, Batrai, dan tutupnya yang telah memisah.

"Berarti hari ini lo harus bolos. Sampe ada bantuan yang dateng" Keenan dengan tenang menatap Raya yang sudah menangis tanpa suara. Raya mencoba membuka pintu lagi. Tidak putus asa dengan caranya yang normal.

"Cengeng banget si" ledekkan Keenan tidak membuat Raya marah. Raya masih tetap mencoba.

"Kenapa lo tenang banget?" Raya bertanya dalam kediaman keduanya. Keenan bersedekap.

"Panik, tangis, dan teriak gak pernah nyelesein masalah"  bukannya tenang, Raya malah tambah menangis.

"Gue ada kelas jam 4. Gue sebelumnya gak pernah bolos. Gimana ini???" Raya menggumamkan itu berkali kali. Wajahnya tak lepas dari raut panik, sedih, dan putus asa. Keenan hanya menatap dengan tenang.

Tangisan Raya tidak berhenti beberapa menit setelahnya. Keenan menghela nafas kesal.

Bolos 1 kali doang gak bikin lo mati! Kenapa takut bermasalah banget sih ni orang?

"Lama-lama telinga gue tuli kalo kelamaan denger orang nangis" Keenan berjalan kearah pintu. Berlagak mengusap telinganya. Kemudian menguap.

Dengan mudahnya, Keenan membuka pintu gudang tanpa ada macet sekalipun. Raya dibuat melongo olehnya.

"Pintu. Pintunya kenapa bisa dibuka?" Raya mengusap air matanya.

"Yang bilang pintunya gak bisa dibuka siapa?" Keenan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Tapi kenapa lo gak buka dari tadi...?" Raya tampak sedikit kesal. Keenan mengangkat alisnya sebelah. Lelaki itu menatap Raya yang terduduk dilantai. Lelah akan sikapnya sendiri.

"Kenapa harus?. Gue suka liat drama, apalagi yang disiarin langsung" ucapan Keenan membuat wajah Raya memerah malu.

Co-cowok ini..

"Keenan!!" Dengan suara sumbang, khas orang menangis, Raya berteriak kesal dan pada akhirnya gadis itu juga bersyukur. Ia bahkan tidak tahu harus senang, kesal, atau sedih saat ini.

Keenan tertawa kecil membayangkan wajah tangis, putus asa, dan panik dari Raya. Tanpa sadar, menjahili Raya dan melihat ekspresinya telah menjadi hiburan tersendiri untuk Keenan.

Lumayan buat Moodbooster.

Dan Keenan berjalan santai ke kelasnya dengan bersiul tenang.

***

"Nan, lo mau kemana? Gak ikut kumpul dulu? Kita omongin tentang liburan" Suara Leo menyahut. Keenan mengangkat tangannya keatas.

"Gue ikut sama hasil keputusannya aja" tanpa menoleh, Keenan kembali berjalan. Bibirnya menyunggingkan senyum. Membuat gadis-gadis yang berpaspasan dengannya berteriak kegirangan. Padahal ia tidak berniat membuat mereka senang. Mood-nya sedang baik saja saat ini.

Keenan kembali mengingat kejadian dikelas tadi.

Flashback

Keenan menguap. Ia bosan, ia ingin keluar dari ruangan ini segera. Keenan menatap gadis di depannya. Kemudian mengangkat alisnya sebelah.

Ni cewek kenapa suka banget dalemannya diliatin cowok sih?

Gadis didepannya tampaknya tidak menyadari apapun karena ia terlihat santai saja.

Keenan merobek sedikit kertas menuliskan beberapa kata dan menepuk bahu gadis bernama Raya itu. Sontak saja gadis itu terkejut. Tanpa kata Keenan memberikan kertasnya.

Sedetik setelah Raya membacanya, gadis itu langsung menegakkan tubuhnya. Tangan kecilnya berusaha menutupi bagian belakangnya.

Ternyata daritadi emang gak sadar..

Keenan menghela nafasnya. Ia menarik jaket yang ia taruh pada senderan kursi yang ia duduki. Lelaki itu melempar jaketnya kedepan. Tepat keatas kepala gadis itu.

"Aduh" suara kecil yang hanya didengar Keenan itu membuatnya tertawa kecil.

"Keenan! Kenapa kamu tertawa? " tanya suara tegas dari depan.

"Maaf pak. Gak ada apa apa kok" Keenan menatap gadis didepannya yang telah menyampirkan jaketnya dibelakang.

{BH lo keliatan}

***
*watados = Wajah Tanpa Dosa

Tbc
Tinggalkan Jejak

KeeRayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang