Pertemuan Kedua

64 9 3
                                    

Lelaki itu memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan yang terletak dipusat kota. Banyak yang harus ia lakukan dengan waktu yang terbilang lama ini untuk digunakan sebaik baiknya. Lelaki itu mengenakan headset disebelah telinganya. Berjalan dengan tenang kearah halte. Bibirnya bersiul, mengikuti irama musik.

From : Monyet
Dit, jadi ke perpustakaan kota gak lo?

To : Monyet
Jadi, gue Otw!

From : Monyet
Oke, gue tunggu di depan pintu masuk.

Adit Satrio Ramadhan atau yang biasa dipanggil Adit itu tidak menjawab pesan terakhir yang temannya kirim. Sebagai mahasiswa jurusan kedokteran semester akhir, tentu saja ia tidak dapat bersantai-santai lagi. Yah, tapi kita juga tidak boleh memaksa semuanya, bukan?

Adit baru saja kembali dari acara berliburnya kemarin dan banyak sekali pengalaman lucu dan seru yang ia temukan maupun yang ia lakukan. Contoh kecil yang sampai saat ini masih membekas diingatannya adalah gadis itu.

Gadis dengan tawa manis yang memiliki pikiran yang tidak dapat ia baca. Adit dapat membaca pikiran setiap orang dengan hanya melihat matanya. Namun, kenapa gadis itu tidak bisa?

Bus itu berhenti tepat didepan halte yang berada di sebrang perpustakaan kota itu. Ditemukanlah temannya yang kini sedang menunggu dengan wajah bosan. Tak butuh waktu lama baginya untuk mendekati temannya itu.

"Bosen banget lo kayaknya!" Sapa Adit dengan senyum. Lelaki dihadapan Adit kini menatapnya lama. Ia tampak memutar bola matanya kesal.

Yaiyalah! Gue nungguin lama nyet!

Adit tertawa. Lelaki didepannya mengetahui kemampuan Adit dalam membaca pikiran, jadi ia hanya menggunakan bahasa hati.

"Iya maaf, macet bro!" Temannya itu kini mengangguk dan keduanya memasuki perpustakaan yang besar tersebut. Bukan sekali dua kali Adit mengunjungi perpustakaan besar ini, karena itu, perubahaan sekecil apapun akan dikenalinya. Seperti pada saat ia menatap sebuah meja dipojok ruangan. Meja itu kini telah menghilang entah kemana.

"Dit, gue ke atas ya!" Ucapan itu membuat Adit mengangguk tanpa sadar. Adit mengangkat tangannya membentuk tanda 'oke'. Ia berjalan menuju rak yang akan ia tuju, matanya menerawang kearah rak buku bertema romansa. Terkadang, ia membandingkannya dengan rak buku bertema Horror dan Thriller, tentu saja jumlah peminatnya dapat dilihat dengan cepat.

Bagi Adit yang merupakan seorang pecinta buku bertema Horror, hal ini begitu menguntungkan. Lihatlah rak buku romansa yang begitu ramai. Ia merasa tidak leluasa untuk mencari buruannya.

Sampai saat ini, ia heran. Kenapa rak buku romansa yang menurutnya "tidak begitu berfaedah" malah dikerumuni banyak orang. Apa yang membuat kisah romansa begitu menarik?

Padahal, 99,9% isinya mengandung hal-hal yang sering ditemukan berkali-kali.

Adit terhenti menyadari sesuatu yang...entahlah, dapat dengan cepat menarik perhatiannya. Lelaki itu seketika melupakan tujuannya datang kembali.

Jodoh pasti bertemu, ternyata.

Gadis itu bersandar pada sebuah rak yang berada dipojok. Kedua headset terpasang dikedua telinganya, sebuah buku terbuka tergenggam diatas tangannya. Jika seseorang tidak menatapnya lekat, mereka tidak akan tahu bahwa sebenarnya,

Gadis itu tidak membaca.

Pikirannya kosong, halaman buku tidak terganti sama sekali. Dengan berani, Adit mendekati gadis yang menjadi pusat pikirannya selama seharian full kemarin.

Dunia memang sempit.

"Gadis pemberi ilusi"gumam Adit kecil.

Ya, benar. Orang yang sama. Dia yang salah memasuki toilet itu. Adit berpura pura tertarik dengan sebuah buku yang ditemukannya disitu. Matanya mencuri curi pandang kearah mata gadis itu.

KeeRayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang