3. Burung

139 17 12
                                    

Genre: mistery, paranormal

====================

Aku sudah berkutat dengan Ornitologi sekitar lebih dari 20 tahun, artinya sejak aku hendak mengambil gelar sarjana. Dalam beberapa penelitian, aku dan teman-teman peneliti tidak jarang pergi ke tempat-tempat terpencil--desa di pegunungan, hutan di balik lembah--dan harus tinggal di sana selama berhari-hari atau sampai berbulan-bulan.

Beberapa tempat mempunyai larangan-larangan tertentu, orang-orang lokal memaksa kami mematuhinya dan kami memang melakukannya, walau tetap saja ada rasa geli. Ada tempat-tempat dimana kami tak boleh mengenakan baju warna tertentu, tak boleh mengucapkan kata-kata tabu (seperti umpatan), bahkan ada tempat dimana kami dilarang untuk pergi ke sana, sehingga kami harus menelusuri jalur berbeda yang jarak berputarnya sangat jauh agar dapat kembali ke desa.

Pernah ada larangan dimana kami tak diizinkan untuk mengenakan binokular untuk melihat burung ke arah sudut tertentu. Katanya, tempat itu adalah tempat mandi makhluk mistis yang apabila kami melihatnya, sengaja maupun tak sengaja, esok harinya salah satu dari kami mungkin akan menghilang. Aku dan teman-temanku tertawa setelah kepala desa mengatakan itu, tentu saja sewaktu kepala desa sudah jauh dari kami--kami tak ingin dia merasa tersinggung. Larangan itu membuat kami bertaruh tentang siapa yang berani menentangnya. Mungkin karena pada dasarnya kami adalah orang-orang ilmiah, sehingga kami tidak takut pada hal-hal tak masuk akal.

Akhirnya, tak ada seorang pun di antara kami yang mematuhinya. Beramai-ramai kami mengamati burung di titik yang dilarang, guide dan penerjemah yang membawa kami sampai kewalahan memperingati. Akan tetapi, hal yang dikatakan tidak pernah terjadi. Kelompok tim peneliti tetap utuh, masih tujuh orang sewaktu kami pulang dari negara tersebut. Walau sejak itu, aku tidak pernah tahu kabar dari penerjemah yang bersama kami.

Mungkin dia pensiun atau semacamnya.

Kali ini, seperti penelitian-penelitianku sebelumnya, aku pergi ke desa di suatu daerah negara tropis. Aku tak sendiri, lima orang mahasiswa di bawah bimbinganku serta dua orang peneliti lain ikut bersamaku. Kami hendak meneliti populasi burung-burung kecil di hutan dekat desa itu. Jauh-jauh hari sebelumnya, aku sudah mempelajari tentang daerah yang hendak kukunjungi--topografi, cuaca, tipe vegetasi, bagaimana penduduknya serta jenis-jenis burung yang mungkin ada di sana--dan ternyata tempat ini pun punya larangan, yang baru kuketahui sewaktu telah tiba di sana.

Pribumi lewat penerjemah kami berkata, "Anda tidak boleh memasang perangkap di hutan."

Pribumi itu mengatakannya berulang-ulang, dengan cara penekanan kalimat yang sama. Aku tahu dia serius. Akan tetapi, sebagai orang ilmiah, rasanya sangat bodoh untuk mempercayainya begitu saja. Jadi, aku memutuskan, seperti waktu-waktu sebelumnya, hanya akan mengabaikannya saja.

Sehari sebelum kami melakukan kegiatan inti, aku serta dua rekan penelitiku, Jacob dan Leona, melakukan peninjauan lokasi. Kami bertiga ditemani seorang pribumi dan penerjemah. Survei dilakukan agar kami tahu titik yang cocok untuk memasang jala kabut.

Jala kabut (mist net) merupakan perangkap untuk menangkap burung yang bentuknya mirip seperti jala ikan, tetapi dengan fisik yang lebih tipis dan berkantung-kantung. Benda itu dipasang memanjang seperti net bulu tangkis atau tenis dengan posisi lurus terhadap sinar matahari agar burung-burung kecil tidak melihatnya, sehingga mereka lebih mudah terperangkap.

Kami memilih suatu vegetasi padang rumput yang berada di tengah hutan. Untuk sampai ke sana, setidaknya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit jalan kaki dari desa. Ilalang tinggi terhampar di seluruh area dengan diselilingi tumbuhan-tumbuhan senggani. Jalan setapaknya merupakan tanah yang pasti akan penuh lumpur apabila musim hujan telah tiba. Di pinggir area, berdirilah pohon-pohon muda setinggi 3-5 meter yang membatasi dua tipe vegetasi berbeda, padang rumput dan hutan.

Ketika Kita TerjagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang