6. Orang Baru

1.7K 273 96
                                    

Lian dan Daniel meninggalkanku berdua dengan lelaki ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lian dan Daniel meninggalkanku berdua dengan lelaki ini. Orang asing buatku. Padahal Lian tahu, aku bukan orang yang mudah beradaptasi dengan orang asing. Tapi dia malah meninggalkanku berdua saja dengan lelaki ini. Baik Lian maupun Ochi ternyata sama saja. Sama-sama menyebalkan. Ah, aku jadi merindukan Jenara.

"Hm, jadi.. kau teman Lian?" lontar lelaki di sampingku ini.

"B-begitulah. Jadi.. kau kakaknya Daniel?" ujarku balik bertanya. Astaga, percakapan macam apa ini?

Lelaki itu mengangguk. Ya Tuhan, atmosfer di antara kami semakin canggung. Aku benar-benar merutuki Lian. Awas kau gadis tiang!

"Keberatan kalau duduk di sana?" ajak kakaknya Daniel ini sambil menunjuk ke salah satu spot kosong di tepian pantai namun agak jauh dari batas debur ombak.

Aku menggeleng, tanda setuju. Kami berjalan menuju spot yang ditunjuk tadi dalam diam. Baik aku maupun orang ini tampaknya tak punya bahan obrolan. Sesampainya di spot yang kami tuju, aku berjongkok sembari memainkan pasir.

"Hm, Jessica, benar?" tanya lelaki ini.

Aku mendongak ke arahnya. Dia masih berdiri dengan kedua tangan yang disimpannya ke dalam saku celananya. Aku mengangguk lalu tersenyum.

"Namamu?" aku balik bertanya. Rasanya tak adil jika dia tahu namaku sedangkan aku tidak.

"Ben. Senang berkenalan denganmu, Jessica," ujar kakak Daniel yang bernama Ben ini sambil mengulurkan tangannya. Ingin berjabat.

Aku meraih tangannya yang agak menggantung di udara.

"Kurasa cukup Jess saja. Kau beda berapa tahun dengan Daniel? Haruskah aku memanggilmu Kakak?" tanyaku. Hm, sopan tidak ya pertanyaanku ini.

"Dua tahun. Kudengar Daniel memanggilmu Kakak. Jadi kau tak sebaya dengan gadis blaster Thailand itu?" tanyanya.

Aku menggeleng dan tersenyum.

"Kalau begitu, aku seumuran denganmu. Lilian, dua tahun lebih muda dariku, tapi memang, dia jarang sekali memanggilku kakak. Toh, aku tak pernah mempermasalahkan itu. Gadis itu, teman, sahabat, sekaligus saudara buatku. Aah, maaf. Sepertinya bicaraku terlalu banyak," ujarku begitu sadar aku terlalu berpanjang lebar.

Ben tersenyum lalu menggeleng. Tak lama dia yang sedari tadi berdiri, ikut berjongkok di sebelahku.

"Kau dan adikku terlihat akrab. Sudah lama mengenalnya?" tanya Ben.

Aku mengangguk. Memang. Aku mengenal Daniel saat aku masih kerja paruh waktu di sebuah toko buku satu setengah tahun yang lalu, kalau aku tak salah menghitung. Kebetulan, kami lahir pada tanggal dan bulan yang sama dan bertepatan juga dengan hari berdirinya toko buku itu. Suatu kebetulan yang, entahlah, aku tak tahu harus menyebutnya dengan apa.

"Senang berkenalan denganmu, Ben," ujarku.

Ben tersenyum hingga matanya membentuk garis tipis dan dua gigi depannya mengintip

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ben tersenyum hingga matanya membentuk garis tipis dan dua gigi depannya mengintip. Saat tersenyum, dia mirip dengan Daniel, kecuali dua gigi depannya itu. Dia terlihat lucu.

"Aku tidak tahu kalau Daniel punya kakak. Aku sempat terkejut ketika Lian mengatakan padaku bahwa Daniel akan mengajak kakaknya," tambahku lagi.

"Sejak lulus sekolah, aku dikirim ayahku ke Amerika. Aku berkuliah sekaligus membantu perusahaan keluarga di sana. Dan aku baru kembali beberapa bulan yang lalu. Jadi, wajar saja kalau banyak yang mengira adikku itu anak tunggal," cerita Ben.

Aku hanya mengangguk-angguk lalu mengalihkan pandanganku ke arah Daniel dan Lian yang sedang bermain air di tepi pantai. Jujur saja, melihat kebersamaan mereka membuatku iri, tapi di sisi lain, hal itu juga membuatku muak.

Ben yang duduk disampingku, menghela nafas.

"Jadi... mereka berdua mengajak kita untuk menjadi penonton mereka agar tak jadi orang ketiga di antara mereka?" celetuk Ben.

Aku terkekeh. Bagaimana pemikirannya itu tak beda jauh dengan yang kupikirkan? Dan kalian pasti tahu, sebentar lagi satu pasangan lagi akan datang.

"EONNI!"

Teriakan yang familiar. Baru saja aku akan membicarakannya, ia sudah datang. Suaranya yang tak beda jauh dengan kekasihnya yang juga polutan suara, membuatku menoleh ke arah gadis itu. Aku hanya tersenyum dan ia berlari ke arahku kemudian memelukku hingga aku hampir jatuh.

"Kakak.. kau curang! Sudah punya kekasih, tapi tak memberitahuku," ujar gadis ini yang masih memeluk leherku dari samping sambil menggembungkan pipinya.

Kekasih? Entah bicara apa gadis pasta ini.

"Apa maksudmu? Kekasih?" tanyaku sambil mengerutkan keningku.

Gadis ini mengangguk-angguk antusias sambil melirik ke arah Ben. Tapi baru sedetik melirik, gadis ini langsung membulatkan matanya.

"BENJAMIN?!" teriaknya lalu melepas pelukannya.

Aku spontan menutup kedua telingaku dengan cepat. Siapa Benjamin? Bicara apa gadis pasta ini, ya Tuhan. Belum sempat aku bertanya, Ben menoleh dan tersenyum miring ke arah gadis pasta di sampingku.

"Long time no see, Roseanne," ujar Ben.

Roseanne? Bukankah itu nama baptis si pasta? Tunggu, jadi Ben mengenalnya?

"Ka-kalian saling mengenal?" tanyaku hati-hati.

Ku tatap keduanya bergantian. Ben mengangguk dengan senyum miring yg masih terulas di bibirnya, sedangkan gadis pasta ini memutar bola matanya malas tanpa mengiyakan atau menidakkan pertanyaanku. Dengan bersamaan, keduanya menjawab.

"My Lovely Cous'." / "Bad Cous' Ever!"

Jawaban keduanya membuatku membulatkan bibirku, lalu tersenyum simpul. Aku pun mendudukkan pantatku di atas pasir. Kakiku lelah karena terus berjongkok. Lalu aku menekuk kedua lututku dan memeluknya.

"Jadi.. Kau sepupu Ben? Ah tidak. berarti kau juga sepupu Daniel ya, Chit?" tanyaku memastikan.

Gadis bernama Ochita Van Dough -dan lebih sering kupanggil Chit- itu menyelonjorkan kaki panjangnya sembari duduk dan menumpu punggungnya dengan kedua tangannya merentang dibelakang. Ochi, si gadis pasta ini melempar pandangannya ke arah dimana matahari mulai muncul dari peraduannya.

"Daniel memang sepupuku. Sedangkan dia.., ugh, rasanya malas mengakuinya, tapi yah.. karena dia kakak dari Daniel, tentu saja dia juga sepupuku. Kakak, bagaimana kau bisa mengenalnya?" tanya Ochi.

Aku hanya mengarahkan telunjukku ke arah Daniel dan Lian yang kini tengah berpelukan setelah lelah bermain air. Lagi-lagi pemandangan mereka merusak mata tapi aku masih saja menikmati kebersamaan mereka. Bisa kudengar helaan nafas Ochi menanggapi jawabanku.

"Pasangan lovey-dovey itu.. Jadi, mereka yang menyebabkan Kakak mengenal Benjamin?" ujar Ochi.

Aku hanya tersenyum dan Ochi mendengus.
Sedangkan Ben hanya terkekeh sambil menatap Ochi lalu tersenyum padaku.

Sebentar.

Sepertinya tanpa sadar, aku ikut tersenyum dan membalas senyumannya.

💐💐💐

kan baru kenal..
penjajakan dulu lah...
ya kali mau langsung tembak😅

ya kali mau langsung tembak😅

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Marriage Phobia | 𝕱𝖎𝖓 ﹝✔﹞On RevisingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang