Ternyata, aku dibodohi.
Penuturan Jessica yang mengatakan bahwa ia menduga kalau aku yang menghamili Naya dan membatalkan pernikahan, membuatku berpikir. Apa Naya benar-benar hamil? Atau itu hanya permainannya agar lepas dariku dan menikah dengan si Jason itu? Sial!
Aku mengusap pipiku yang panasnya masih terasa. Tamparan Jessica cukup telak. Benar-benar terasa nyeri dan panas setelahnya. Baru kali ini aku ditampar oleh perempuan. Padahal aku sama sekali tak berbuat salah padanya. Hah! Benar-benar sial.
BUGG!
Sebuah bantal tepat menghantam wajahku. Setelah kusingkirkan bantal itu, kulihat Daniel berdiri berkacak pinggang di sampingku dan Joe duduk di sofa tepat di hadapanku dengan satu kaki bertumpu di pahanya dan tersenyum miring padaku.
"What?" tanyaku datar.
"Bang, apa yang sebenarnya kau bicarakan dengan kak Jessica? Aku memang tak bisa mendengar jelas dan juga tak ingin mengintip, tapi telingaku menangkap suara tamparan menggema di garasi. Kau menamparnya?" tanya Daniel.
"Yaa, Dan, mana mungkin dia tega menampar perempuan. Jelas Bang Ben yang ditampar. Kau tak lihat betapa merahnya pipi kakakmu itu?" sahut Junhoe sebelum aku sempat menjawab.
"Kau ditampar? Oleh kak Jess? Kau melakukan apa padanya?" tanya Daniel lagi dengan sangat ekspresif.
Kamar utama villa ini hanya ada tiga. Aku tahu benar karena villa ini milik pamanku. Villa ini sengaja tidak dibangun besar dan banyak kamar, karena fungsinya memang bukan untuk disewakan secara umum. Paman membuatnya sebagai hadiah ulang tahun pernikahan untuk bibi, dan hanya diperuntukkan kalangan keluarga besar saja. Karena jumlah kami berenam, maka yang dipakai hanya dua kamar. Satu kamar diisi oleh tiga orang. Tentu saja, aku sekamar dengan adikku dan tunangan sepupuku.
Aku sedang malas menjelaskan dan tak ingin menanggapi mereka. Aku bangkit dari tempat tidur, mengambil rokok dan pemantikku lalu keluar kamar. Mereka berisik. Daniel yang terus memanggil namaku pun tak kuhiraukan. Begitu keluar kamar, kunyalakan rokokku dan berjalan menuju pekarangan depan. Kuhisap rokokku dan menghembuskan asapnya perlahan.
Entah kenapa, setiap seperti ini, bayangan Naya selalu muncul. Bukan. Bukan kenangan Naya saat bersamaku dulu, tapi bayangan saat dia berdua dengan Junior. Aku masih ingat, hari yang seharusnya menjadi hari pernikahanku dengannya berubah menjadi hari pernikahannya dengan laki-laki itu. Benar-benar di hari dan tanggal yang sama. Apa mereka memang merencanakannya? Sial. Jika memang mereka berdua sudah merencanakan hari dan tanggal yang sama, mereka benar-benar keterlaluan.
"Mwoya? Aniya. Kau tahu, selera humor tunanganku sangat murah. Dia mudah tertawa. Joe tak seperti kelihatannya."
Aku mendengar suara Roseanne. Sepertinya ia sedang membicarakan Joe dengan seseorang.
"Jinjjaa?? Kupikir Joe tak bisa diajak bercanda. Kau tahu sendiri kalau ekspresi wajahnya terlihat datar, dingin, dan terkadang tampak menakutkan. Kau tau Chit, saat pertama kali kau mengenalkannya padaku, aku terus berpikir, apa kau sebenarnya sedang dalam pengaruh guna-guna? Diguna-guna Junhoe. Sempat terpikir olehku untuk membawakan jimat dari Thailand saat aku pulang beberapa bulan yang lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Phobia | 𝕱𝖎𝖓 ﹝✔﹞On Revising
Fanfiction[semi-FF] Aku tak pernah berpikir tentang pernikahan. Tidak pernah berpikir sejauh itu, lagi.. - Jessica Pernikahan itu traumatic - Ben ::disclaimer:: Cerita ini sedang dalam revisi. Kembali, segala tokoh dalam cerita tak ada hubungan apa pun di rea...