Salam Allah Untuk Saiditina Khadijah

23K 2.6K 103
                                    

Aku dan Laura sampai di rumah jam tiga lewat sepuluh menit, kami pulang cukup sore karena tadi selepas shalat dzuhur kami tidak langsung pulang tapi kami mampir dulu ke salah satu mall yang letaknya cukup dekat dengan sekolah kami untuk membeli baju baru. Tadi malam papa memberikan uang satu juta padaku untuk membeli baju baru.

"Tumben Papa ngasihnya banyak?" tanyaku penasaran saat papa memberikan uang sebanyak satu juta kepadaku, padahalkan biasanya papa hanya memberiku lima ratus ribu saja, tidak sebanyak ini.

Kalau aku minta lebih papa selalu berkata, "Belilah satu baju muslim dan satu sandal baru untuk di gunakan ke masjid saat shalat idul Fitri, itu sunah yang dianjurkan oleh Rasulullah, jangan mentang-mentang lebaran kamu beli banyak baju baru, di luar sana masih banyak yang hidup dalam naungan kemiskinan jadi dari pada uangnya papa beliin baju baru buat kamu lebih baik papa sedekahin."

"Lima ratus untuk kamu, lima ratusnya untuk Laura," jawab papa.

Aku langsung bersorak senang, "Makasih papa, papa memang papa terbaik," aku langsung memeluk papa, "besok pulang sekolah aku mau langsung belanja ke mall yah bareng Laura," ijinku, papa menganggukkan kepalanya.

"Minta anter kak Adi saja ke mallnya," ucap mama yang membawa secangkir teh untuk papa.

Aku langsung melirik kearah kak Adi yang tengah duduk di sofa, matanya tengah fokus menatap layar laptopnya.

"Kakak besok bisa nggak antar aku dan Laura ke mall?" Aku sengaja duduk tepat di sampingnya. Ku lirik layar laptopnya yang ternyata kini tengah menampilkan salah satu cerita milik Laura yang berjudul Pecinta Bukan Pencela, kalau tidak salah cerita itu menceritakan tentang kisah seorang gadis yang memiliki perangai sangat buruk saking buruk perangainya si gadis tersebut sangat banyak di benci oleh orang-orang sekitarnya termasuk orang tua si gadis, namun akhirnya gadis itu mendapatkan sebuah hidayah hingga berubahlah perangainya, mereka yang membencinya jadi mencintainya karena kelembutan sikap dan tutur katanya. Namun cerita itu berakhir menyedihkan.. si gadis yang dulunya pencela namun kini menjadi pecinta harus menghadapi kematian bertepatan pada hari dimana ia akan melangsungkan pernikahan dengan dia yang di cintai.

"Maaf, besok kakak tidak bisa mengantarmu soalnya besok kakak ada janji sama teman kakak," jawab kak Adi.

"Prempuan apa laki-laki?" tanyaku cepat.

"Prempuan," jawab kak Adi jujur.

"Ih kak Adi kok mau ketemuan sama prempuan sih. Dosa tahu bulan puasa ketemuan sama lawan jenis."

"Apaan sih kamu, udah sana balik ke kamar, kasihan Laura kamu tinggalin sendiri di kamar."

"Laura udah tidur, tadi pas  selesai shalat taraweh dia bilang pusing jadi tidur cepet."

"Sudah kamu kasih obat?" tanya Kak Adi cepat.

"Ciyeee kak Adi perhatian banget sama Laura. Ma Pa kayanya kak Adi udah siap buat ngekhitbah Laura," aku mengerling jahil ke arah mama dan papa.

"Kalau memang kakakmu sudah siap. Papa dan mama sangat setuju kalau memang dia mau mengkhitbah Laura," jawab Papa sambil tersenyum.

Kak Adi langsung beranjak dari atas sofa, "Adi tidur dulu Ma Pa," pamit kak Adi.

"Shinta juga tidur dulu Ma Pa," Aku mencium pipi mama dan papa bergantian, "makasih yah udah dukung Shinta," ucapku girang pada mama dan papa. Mama dan papa hanya membalasku dengan gelengan kepala.

Aku mengejar langkah kak Adi, "kakak marah yah?" tanyaku saat aku sudah berdiri di sampingnya.

"Nggak," jawab kak Adi singkat.

"Berarti besok mau yah anter aku dan Laura ke mall sepulang sekolah?"

"Nggak bisa, kakak udah ada janji sama temen kakak, dia seorang editor. Satu bulan yang lalu kakak mengirimkan salah satu naskah Laura ke dia, dan dia bilang dia tertarik dengan naskah Laura."

Laura | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang