04. Tell

191 32 0
                                    

Forgive Me, Please✧

Bagaimana caraku membalas pesannya yang singkat dengan kalimat yang panjang,
Bagaimana caraku menatapnya dengan lembut,
Bagaimana caraku tertawa dengan tingkah konyolnya,
Bagaimana caraku memperhatikan dirinya yang tengah fokus,
Bagaimana caraku berusaha menarik perhatiannya,
Dan bagaimana-bagaimana yang lain.

Seharusnya Haechan menyadari itu.
Seharusnya Haechan menyadari, kalau aku menyukainya.

Aku mulai berusaha tidak memperdulikan kejadian beberapa waktu yang lalu.

Aku siap menjadi yang terluka jika dia memilih Hitomi. Asal aku bisa terus melihat dia bahagia, itu sudah cukup.

Hanya saja kini aku sedang berusaha meyakinkan diri kalau aku baru menyukainya saja. Belum jatuh sejatuh-jatuhnya kepada Lee Haechan agar aku tidak merasakan sakit apapun.

Aku masih seringkali bersenda gurau dengannya, seperti saat ini. Dan baru saja, tatapanku sekilas bertemu dengan Hitomi. Dia sepertinya tidak menyukai kedekatanku dengan Haechan.

"Chan." Ujarku.

Dia hanya bergumam pelan sebagai jawaban.

"Jauh-jauh gih." Kataku.

Dia mendongakkan kepalanya. Berusaha menatapku yang tentu saja aku hindari. Tatapannya adalah kelemahanku, jika dia tau itu. "Hah? Kenapa?" Ujarnya.

"Sama Tomi aja sana." Pintaku. Saat mengatakan ini, pikiran dan hatiku tidak berjalan berdampingan. Hatiku ingin Haechan tetap disini. Tapi pikiranku berusaha selalu realistis, aku tidak bisa menggapai Haechan yang tinggi diatas sana.

Alis Haechan semakin menyatu, keningnya membentuk kerutan. "Kenapa?" Tanyanya lagi.

Selain jago matematika, Haechan juga jago dalam berdebat. Perdebatan kami selalu seru, dan selalu dialah pemenangnya. Lebih tepatnya, biasanya aku sudah lelah dan memilih mengalah.

"Aku gak enak aja sama Tomi. Dia kan suka sama kamu." Jawabku tanpa mengatakan kalau aku melihat Tomi menatapku seolah aku pelakor.

Haechan menghela nafas berat, dan perlahan meninggalkanku sesuai permintaanku. Aku meringis melihat punggungnya yang mulai menjauh. Begini saja, aku sudah merasakan sakit.

Haechan tidak pergi ke arah Tomi, entah kemana dia pergi sendirian. Yang jelas sampai bel masuk berbunyi, Haechan baru kembali. Dia melewati mejaku tanpa melirikku sama sekali.

'Memang seharusnya seperti ini. Ini yang terbaik.' monologku dalam hati.

Forgive Me, Please✧

-----------------------------------------------------------

Lee Haechan
-----------------------------------------------------------

• Kenapa dengan Hitomi?

-----------------------------------------------------------

Ini dalah bar notifikasi pesan ponselku sesampainya di rumah. Padahal pelajaran hari ini sudah melelahkan, kenapa Haechan harus menambah beban pikiranku?

Aku menyerah. Aku sudah tidak kuat lagi. Ku buka pesan itu, dan kubalas.

-----------------------------------------------------------
Lee Haechan
-----------------------------------------------------------

Aku tidak ingin Hitomi berpikiran aneh tentang kita •

• Tentang apa?

Kau tau jelas Hitomi menyukaimu. Hitomi jelas tidak akan menyukai kedekatan kita, Chan. •

-----------------------------------------------------------

🎵Ayo, listen up
No matter what they say
No matter what they do
We go resonate, resonate🎵

Aku terkejut dengan dering ponselku sendiri kala melamun menunggu balasan Haechan.
Saat ku lihat layar tablet 7 inch-ku, nama Haechan terpampang disana.

"Halo."

"Kenapa kamu segitu perdulinya sama Hitomi?"

Tanpa basa-basi Haechan langsung mengatakan tujuannya menelpon ku. Dengan nada penuh tanda tanya dan juga... sedikit marah?

"Aku gamau Hitomi sakit hati. Aku juga perempuan. Pasti Hitomi kesel ngeliat orang yang disukainya sama perempuan lain."

"Aku aja santai kok meski tau Hitomi suka sama aku. Kamu juga seharusnya santai aja kali."

"Aku gak bisa santai. Cukup aku disini yang sakit hati. Jangan orang lain juga."

"Cukup kamu?"

"....."

Karena lelah dan emosi mulai menguasai, tanpa sadar aku memberikan kode terjelas.

"Chaer, jawab aku jangan diem aja. Apa maksud dari cukup kamu aja? Kamu juga suka sama aku kaya Hitomi?"

"...."

"Lee Chaeryeong, jawab."

Dan dia menyadari kelemahanku yang lain, selain tatapannya. Aku lemah saat dia memanggilku dengan nama lengkapku.

"Ya Chan. Aku suka kamu. Puas."

Ku tutup panggilan itu, kemudian ku matikan ponsel. Bergelung dibawah selimut dengan posisi tengkurap.

Hanya dengan begini saja air mataku sudah mulai menetes membasahi bantal.

Forgive Me, Please✧

Forgive Me, Please?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang