05 - Let it Flow

178 31 0
                                    

Forgive Me, Please✧

Tidak ada kontak yang signifikan dengan Haechan setelah saat dimana aku mengatakan aku menyukainya, selain tugas-tugas kelas yang beberapa kali sempat satu kelompok.

Sudah hampir kenaikan kelas, dan saat ini aku sudah menjabat sebagai Bendahara ke II di Pramuka, karena kakak kelas sudah lulus.

Sembari menunggu waktu organisasi di mulai, aku duduk-duduk diatas meja di kelas kosong -karena siswa selain anggota Pramuka dan siswa kelas 1 yang wajib pramuka- di lantai dua menghadap ke arah hijaunya pesawahan dengan semilir angin lembut.

Tanpa sadar, aku mulai memejamkan mata menikmatinya. Seolah angin membawa beban yang ada, pergi.

"Sejak kapan?"

Sebuah pertanyaan terlontar memasuki gendang telingaku. Sontak aku membuka mata dan menoleh. Haechan disana, terduduk di meja seberang menatapku. Kulirik jam sudah jarum panjang jam sudah berada di angka enam, pantas saja para pria sudah kembali dari Shalat Jum'at-nya.

"Sejak kapan?"

Pertanyaan yang sama kembali kudengar, tanpa perlu diperjelas aku sudah mengerti kemana arah pembicaraan yang dia inginkan. Perhatianku kembali kepada hijaunya sawah membentang, kemudian menarik nafas panjang sebelum menjawab.

"Sejak ujian akhir semester pertama, mungkin? Sejak Wonyoung bilang kita cocok?" Jawabku dengan tanda tanya.

Karena aku tidak tau pasti kapan. Yang jelas bahkan sebelum itu, aku rasa aku sudah mulai menyukai seorang Lee Haechan.

"Hah? Beneran? Gimana bisa?" Dia kembali bertanya, yang aku yakin di kepalanya yang pintar itu dia masih menyimpan banyak pertanyaan untuk di lontarkan.

"Ya gatau." Jawabku.

Terlihat saat kulirik dia, dari wajahnya dia menunjukkan ekspresi kalau dia masih kurang puas atas jawabanku.

"Apa yang kamu suka dari aku?" Lagi, Haechan bertanya.

Kan sudah ku bilang, dia masih memiliki segudang pertanyaan.

"Aku suka kamu pinter, kamu berpikir dengan logika, kamu humoris." Jawabku.

Tanpa menunggu jawabannya, aku meninggalkan kelas itu. Menuruni anak tangga menuju ruang sekretariat organisasi.

Aku meninggalkannya karena tidak ingin dia kembali bertanya.

Pertanyaan tadi, jika ku jawab aku menyukainya tanpa alasan, dia pasti akan kurang puas lagi.

Karena memang aku menyukainya tanpa alasan.

Atau, benar dengan alasan.

Dia yang menurutku,
Akan menjadi pria terbaik saat dimiliki.
Akan menjadi pria yang bertanggung jawab dengan segala keputusannya.
Akan menjadi penuntun yang baik.
Akan menjadi pria yang rela berkorban, melakukan apapun demi orang yang dia anggap istimewa.
Akan memprioritaskan kebahagiaan orang yang dicintainya.
Akan menepati apa yang dia janjikan.

Dan pada saat itu,
Aku ingin aku adalah salah satu yang dia harapkan.
Aku ingin aku adalah yang memilikinya.
Aku ingin aku adalah salah satu tanggung jawabnya.
Aku ingin aku adalah wanita yang dia tuntun.
Aku ingin aku adalah orang yang menurutnya istimewa.
Aku ingin aku adalah orang yang diprioritaskan kebahagiannya.
Aku ingin aku adalah orang yang dia tepati setelah dia mengucap janji.

Tapi, aku tidak bisa berharap lebih. Aku tidak bisa memintanya untuk memberikan perasaan yang sama.

Apalagi setelah kenaikan kelas semester ini, kelas kami akan kembali menjadi semula seperti saat kelas satu. Dan sepertinya, kisah kami akan berakhir sampai disini.

Dengan cerita yang hanya demikian, tanpa ending bahagia.

Forgive Me, Please✧

Saya tidak tau apakah ceritanya urut atau engga, tadi sempat saya unpublish karena di saya list-nya error jadi double gitu. Semoga di tempat kalian tetep urut ya. Sebagai permintaan maaf, ini saya double update.
Terimakasih.

Trisha

Forgive Me, Please?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang