[KANYA]
Orang bilang, menjadi perempuan di zaman sekarang itu sudah serbaenak. Thanks to RA Kartini. Gara-gara hobinya bersurat-suratan, maka nasib perempuan yang lahir setelah masanya menjadi lebih baik. Berkat perempuan priyayi Jawa itu, kini semua perempuan Indonesia diperkenankan untuk beraktivitas di luar arena dapur, sumur dan kasur.
Katanya.
Iya. Katanya.
Kenyataannya sih, buatku tetap menyebalkan.
Tentu saja aku adalah salah satu dari sekian banyak perempuan Indonesia yang bekerja di luar ranah dapur, sumur dan kasur. Tapi, pada saat yang bersamaan perempuan-perempuan seperti aku juga mendapat tuntutan dari masyarakat untuk tetap mengurusi perkara domestik tanpa cela. Jadi kerjaan kami double kan?
Memang tidak salah kalau ada yang menyebut bahwa perempuan yang mau (atau terpaksa) menjadi ibu rumah tangga plus bekerja di luar rumah adalah seorang superwoman. Iya, aku tahu bahwa istilah 'superwoman' ini kurang disukai oleh para ibu rumah tangga penuh waktu; seolah-olah yang hebat hanyalah perempuan menikah, punya anak dan masih bekerja di luar rumah pula, sementara mereka tidak.
Tapi beneran deeeh, berperan ganda macam itu berat, tahu nggak sih? Apalagi kalau diharuskan seimbang, antara bekerja di kantor dan ngurusin perkara rumah; nggak boleh ada satu bagian pun yang dikesampingkan. Mana tahaan! Habis deh energi!
Aku baru merasakan hal tersebut beberapa bulan belakangan ini. Dan terus terang menjadi perempuan yang dilabeli oleh superwoman oleh masyarakat itu nggak enak. Serius! Capek!
Bayangkan saja, pagi aku harus mengurusi sarapan dan tetek bengek dan tetek tidak bengek rumah tangga. Lalu aku bekerja, 9 to 5, bahkan kadang lembur. Sampai rumah? Tentu saja aku tidak bisa leyeh-leyeh beristirahat! Aku tetap harus mengerjakan urusan rumah dan anak.
Sementara bagi laki-laki? Beuh. Mereka cuma bekerja dan nggak mikirin terlalu banyak printilan rumah. Alasan 'Aku kan capek kerja di kantor' bisa termaafkan di mata masyarakat; sementara kalau perempuan bekerja? Coba deh kalau berani bilang begitu, pasti semua mengutuk 'Ibu atau istri macam apa itu?'/
Sebelum aku tahu affair antara suamiku dan perempuan yang haram kusebut namanya, aku memilih untuk memprioritaskan pekerjaanku, urusan rumah biarlah dikerjakan oleh pembantu dan baby sitter anakku. Bodo amat kalau orang lain bilang aku istri dan ibu nggak becus. Nggak pernah tuh aku bercita-cita jadi superwoman.
Tapi sekarang? Atas nama mempertahankan rumah tanggaku, aku pun berusaha untuk menjadi superwoman.
Entahlah ya, jangan ditertawakan. Tapi aku merasa, mungkin, mungkin saja, Anggoro jatuh ke pelukan si perempuan lenje itu karena tidak puas dengan perilaku diriku sebagai istri.Sementara kalau ditilik-tilik, sepertinya perempuan lenje itu tipikal perempuan yang siap melayani pasangan. Ho-oh, gayanya saja mbak-mbak manis nan lembut begitu.
Ya walau di mulut Anggoro selalu bilang bahwa ia mengizinkanku untuk melakukan apa pun yang kumau dan walau pun ia lama tinggal di luar negeri ; aku tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Anggoro itu produk keluarga konvensional; ya lihat saja lah Ibu Monster. Beliau selalu menguliahiku soal menjadi istri yang baik : di rumah, memasak, mengurus anak, mendedikasikan 100% kehidupannya buat keluarga.
Maka rasanya, perubahan sikapkulah yang dibutuhkan. Anggoro mulai sering menghabiskan waktunya di rumah; walaupun harus kuminta. Biar sajalah, pelan-pelan. Pokoknya aku harus meminimalisir waktu pertemuan Anggoro dengan perempuan lenje itu. Oke, mulai sekarang, aku akan menyebutnya sebagai perempuan lenje, bukan perempuan-yang-namanya-haram-kusebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catfight ('REUNI' Time Will Tell Extended)
Romance('Reuni' adalah salah satu dari dua cerita yang terdapat dalam novel Time Will Tell terbitan Gagas Media. Dan 'Catfight' adalah perpanjangan kisah Kanya dalam 'Reuni') Kisah ini tentang Kanya dan Freya. Dua perempuan ini berseteru karena ingin mempe...