14. Don't Dream It's Over

498 13 1
                                    

[KANYA]

Aku bisa merasakan seluruh tubuhku menegang mendengar bunyi pintu gerbang. Napasku sesak, rasanya seolah sedang berada di dalam air. Aku terengah-engah, kepanikan yang amat sangat menyerangku. Aneh. Orang yang datang adalah Anggoro, laki-laki yang telah hidup bersama denganku selama lebih dari tiga tahun; bukan pelaku kriminalitas. Hanya satu kali ia berlaku kasar, tapi itu cukup untuk membuatku ketakutan seperti ini.

Kutepiskan tangan Ibu Monster sehingga terlepas. Dengan membabi-buta aku meraih beberapa bajuku tanpa memilihnya, lalu kulempar ke dalam koper.

"Kanya! Kamu kenapa?" Ibu Monster kembali menahan tanganku.

"Ibu, lepas! Saya nggak mau ketemu Anggoro. Nggak mau."  Kukibaskan tanganku dengan kasar. Namun Ibu Monster tidak menyerah, ia mengeratkan pegangan tangannya sehingga lenganku terasa sakit. 

"Kanya. Tenang, Kanya! Coba dengar dulu"

"Lepasin, Ibu. Lepasin!" Sekali sentak dan tangan Ibu Monster pun terlepas. Tanpa menunggu lama kututup koper dan menguncinya. Lagi-lagi Ibu Monster menghalangiku ketika aku mengangkat koper..

"Kanya. Berhenti." Ibu Monster berdiri di depanku,"Bilang sama Ibu, kenapa kamu ketakutan seperti itu?"

Aku terdiam, kugigit bibirku. Oh Shit. Aku nggak butuh dialog sekarang! Ya Tuhan!

"Anggoro kasar sama kamu?" tembaknya,"Selama tiga tahun kamu menjadi istri Anggoro, Ibu nggak pernah melihat kamu seperti ini."

Kutatap mata itu. Sinarnya semakin lama semakin meneduh; dan kulihat ada kesedihan di sana. Akhirnya aku mengangguk.

"KANYA!"

Suara Anggoro yang terdengar dari luar kamar membuat aku menegang. Belum sempat aku bergerak; pintu kamar telah terpentang lebar. Ibu Monster berbalik menghadap pintu. Yang pertama kulihat adalah wajah murka Anggoro. Ekspresi yang persis sama seperti yang kulihat sesaat sebelum ia menyakitiku. Jantungku berdenyut tidak karuan.

"Ibu?" Anggoro melongo melihat sosok ibunya, mimik mukanya berubah,"Ibu ngapain di sini?"

"Anggoro! Kita harus bicara." ujar Ibu Monster dengan tenang dan tegas.

"Bicara apa?" Anggoro kebingungan. 

"Tentang kamu dan Kanya. Tentang apa lagi?" kata Ibu Monster.

"Tentang saya dan Kanya? Apa pun yang terjadi antara saya dan Kanya, adalah urusan saya dan dia," Ia menunjuk ke arahku, nada Anggoro kembali meninggi,"sekarang biarkan saya membicarakan masalah kami, berdua saja."

"Iya, memang seharusnya masalah keluarga kalian adalah urusan kalian," kata Ibu Monster, masih dengan suara tenang,"kalau kalian bisa menangani masalah tersebut seperti orang dewasa,"

Anggoro terlihat sangat gusar. Kalau biasanya aku selalu kesal dengan Ibu Monster yang senang mencampuri urusan rumah tanggaku, kali ini justru aku sungguh sangat bersyukur. Keberadaan Ibu Monster menyelamatkan dari amarah Anggoro; walau pun untuk sementara.

...

"Kamu itu kenapa sih, Ngger? Ibu itu sama sekali nggak ngerti. Ibu sama sekali nggak pernah ngajarin kamu untuk nggak setia, ibu juga nggak pernah ngajarin kamu untuk kasar sama perempuan." tanya Ibu Monster. Kami bertiga berada di ruang kerja Anggoro, Ibu Monster yang memaksa kami untuk berdialog; bahkan ia sendiri yang mengangkat dirinya sebagai mediator. 

Untunglah Anggoro masih menghormati dan mau mendengarkan sang Ibu. Jika tidak, kurasa aku telah habis babak belur di depan sang Ibu.

Anggoro mendongak, menatap Ibunya. Aku tahu ia tidak menyangka bahwa ibunya telah tahu masalah ini. Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arahku. Matanya menyipit. Aku mundur selangkah, sehingga posisiku yang sudah jauh darinya, menjadi lebih jauh. Ya ampun, aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada diriku. Aku sangat yakin aku bukanlah perempuan penakut, juga perempuan lemah; namun belakangan ini aku merasa diriku bagai porselen yang rapuh; sehingga guncangan sedikit bisa membuatku berantakan. Aku lembek, mudah shocked, sering menangis,  selalu ketakutan, sering tidak bisa mengendalikan emosi. Ini seperti bukan aku!

Catfight ('REUNI' Time Will Tell Extended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang