13. Karma Killer

553 11 5
                                    

Yak, maaf, lanjutannya bolos seminggu, soalnya minggu lalu saya operasi gigi. Senut-senut bok, boro-boro mau nulis deh. Kan, manusia boleh berencana update tiap weekend, tapi operasi gigilah yang menentukan. :D

[FREYA]

Mendapati sosok orang yang kita cintai, berbaring di sebelah kita, setiap bangun tidur adalah satu hal yang sangat membahagiakan. Setidaknya buatku. Kebiasaanku untuk bangun tidur jam lima pagi masih berlanjut, namun beberapa minggu belakangan ini, alih-alih langsung beraktivitas, aku lebih memilih untuk berdiam sejenak, mengamati sosok Anggoro yang masih lelap bergelung selimut.

Biasanya wajah pacarku terlihat tenang, napasnya teratur dan dengkurnya halus. Terkadang aku melihat bibir tipisnya tersenyum. Perasaanku selalu menghangat ketika melihatnya demikian; ia begitu lembut, tenang, damai sekaligus juga rapuh.

Namun sejak semalam berbeda. Ia gelisah, tidurnya tak tenang. Keningnya berkerut. Aku tahu ia beberapa kali terbangun. Ini juga memengaruhi perasaanku pagi ini. Aku jadi ikut merasa tidak enak. Entah ada apa dalam pikirannya. 

Jam di dinding apartment berukuran studio yang dikontrak Anggoro telah menunjukkan pukul 05.30 WIB. Seharusnya aku bangun dan menyiapkan sarapan, namun keengganan untuk bergerak menggelayutiku.

Sudah beberapa minggu terakhir ini aku lebih banyak menghabiskan waktuku di apartement Anggoro. Kami sudah hampir resmi tinggal bersama. Pada awalnya aku pulang seminggu sekali atau dua kali, untuk mengambil barang-barang yang kuperlukan. Namun, makin lama, barang-barangku telah berpindah ke apartement mungil ini, sehingga aku semakin tidak pernah pulang. Mungkin saat masa kontrak rumah habis enam bulan lagi, aku tidak akan memperpanjangnya. Momo pun sempat bilang bahwa ia akan mencari tempat kost saja.

Kalau boleh jujur, apartement berukuran studio ini tidak begitu nyaman untukku. Bagaimana tidak, ukurannya kurang dari 35 m2, dengan tempat tidur bersatu dengan ruang duduk, dapur serta kamar mandi. Terasa sangat sesak dan membuatku sulit untuk beraktivitas. Namun segala ketidaknyamanan ini tidak lagi berarti jika aku mengingat kebersamaanku dengan Anggoro.

Pukul 5.30 WIB. Kami berdua ada kelas pagi. Kalau aku tidak bangun sekarang, kami akan terlambat. Oh, ralat, aku yang terlambat; karena aku dan Anggoro tidak pernah berangkat berbarengan untuk menghindari gosip di kampus. Ia selalu berangkat lebih dahulu, dan aku berangkat dengan taksi.

Buru-buru aku menyingkapkan selimut; dan sebelum membuat scrambled egg untuk Anggoro, aku membuka jendela serta pintu, agar aromanya tidak memenuhi ruangan. 

Baru saja aku memasukkan margarin ke dalam pan anti-lengket, tiba-tiba tubuhku dipeluk dari belakang. Aku sama sekali tidak menyadari kapan Anggoro turun dari tempat tidur. Lengan kokoh laki-laki tersebut melingkari pinggangku. Kemudian ia mencium lembut belakang kepalaku.

"Pagi, Hon." bisiknya di telingaku.

"Pagi." jawabku tanpa menoleh. Kupecahkan telur, dua butir, ke dalam pan, lalu kuaduk dengan sudip (yak, gue baru tau nama sendok untuk menggoreng itu sudip. Selama ini gue  pakai kata 'sutil' - intermezzo). Dadaku berdebar kencang, menanti apa yang akan dilakukan oleh Anggoro; apapun yang ia lakukan selalu penuh kejutan. 

Ternyata ia tidak melakukan apa-apa, dilepaskannya pelukan lalu ia melangkah menuju kamar mandi. Langkahnya lunglai. Aku semakin yakin  ada yang salah dengan dirinya. Tak lama setelah ia menutup pintu kamar mandi, aku mendengar gemericik shower. Apa yang ia pikirkan? Apa ia memikirkan Kanya dan Zidan?

...

"Yuk, berangkat sekarang?" ujar Anggoro setelah menandaskan sarapannya, roti gandum dan scrambled egg. Kami berdua memang telah bersiap untuk pergi; namun ia terlihat buru-buru sekali, kopi dalam mug-ku pun belum habis. Oh, bahkan ia sendiri pun belum minum.

Catfight ('REUNI' Time Will Tell Extended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang