"Kejadian semalam yang membawa kita kemari."
Setelah mendengar perkataan itu dari Nia, aku jadi tak bisa berpikir dengan benar saat ini. Sebenarnya sedari tadi aku memang tak bisa berpikir, tapi kali ini ..., aku rasa semakin susah untuk mencoba berpikir lagi. Pikiranku terlalu pendek untuk memikirkan semua kejadian yang benar-benar tidak masuk akal.
Beberapa puluhan anak seumuranku berada di tempat ini, tempat yang aku tak tahu di mana. Karena di tempat ini hanya ada pasir, tak ada apapun lagi selain itu. Selain anak-anak seumuranku yang mulai kebingungan harus berbuat apa.
Mataku juga terasa sangat berat, bukan berat karena kantuk yang menyerangku, tapi karena aku sudah menangis sedari tadi. Aku tak ingin berlama-lama di tempat ini, sungguh.
"Sudahlah Fell, sudah.." Nia sedari tadi memelukku, mengelus punggungku di balik sweater tebal yang aku kenakan kemarin malam dan masih melekat di tubuhku sampai saat ini.
Aku tak bisa menahan isak tangisku, aku terus saja mengeluarkan air mata karena terlalu takut akan terjadi apa-apa. Karena semua yang berada di tempat ini adalah anak seumuranku. Ah ya, umurku masih 15 tahun, dan seharusnya saat ini aku sedang belajar di kelas 3 SMP, menikmati masa-masa terakhirku sekolah. Tapi apa yang terjadi? Aku terperangkap di tempat terkutuk ini.
"Kita pasti selamat, kau tenang saja.." Nia juga sedari tadi selalu menenangkanku, karena Nia memang mempunyai kepribadian yang tenang tapi juga pemberani.
Karena dia juga tak jarang membelaku ketika di sekolah aku terkena masalah, Nia adalah teman terbaikku, aku sayang dia.
"Tempat menyebalkan! Aku benci!" umpatku ketika melepaskan pelukanku, dan mengusap air mataku dengan kasar.
Nia terus menenangkan aku, dan mengajakku untuk berjalan, siapa tahu saja kita bisa menemukan jalan keluar, atau setidaknya sebuah petunjuk arah. Tanganku dan Nia juga saling bergenggaman, menghalau rasa takut kita jauh-jauh untuk sementara, karena kita memang harus menjadi pemberani di tempat ini.
Mataku terus saja bergerak ke mana-mana, memperhatikan bagaimana mereka semua juga terlihat ketakutan. Aku jadi merasa sangat bersyukur karena bisa bertemu dengan Nia, kalau tidak aku tak tahu harus apa di tempat seperti ini tanpa ada orang yang aku kenal.
Nia berhenti berjalan, membuatku menoleh ke arahnya, tapi detik selanjutnya Nia melepaskan genggaman tangannya dan berlari kecil menghampiri seorang gadis cantik yang.., kurasa umur dia jauh lebih muda dariku dan Nia. Kasihan sekali dia. Tanpa pikir panjang lagi aku langsung menghampiri Nia yang berjongkok di depan gadis yang tengah mengusap jejak air mata di permukaan pipinya. Dia menangis.
Aku melihat Nia mengusap pucuk kepala gadis itu, ketika gadis itu sadar dengan keberadaan Nia, dia langsung memeluk Nia dengan tangis yang semakin menjadi. Sungguh aku sangat salut melihat Nia seperti itu, dia jago menenangkan keadaan setiap orang. Belum bicara apapun gadis itu langsung memeluk Nia dan seketika tenang kala Nia mengelus punggungnya.
"Dia keponakan aku Fell," ujar Nia ketika mereka melepaskan pelukannya.
Aku melotot, kenapa aku tak tahu? Keluarga aku dan Nia lumayan dekat, jadi aku tahu siapa saja keluarga terdekatnya. Begitupun sebaliknya. Tapi kenapa gadis ini aku tak tahu?
"Dia memang jarang keluar rumah, makannya dia sangat ketakutan."
Aku mengangguk, karena gadis itu jarang keluar rumah, pasti gadis itu juga jarang berbaur dengan yang lain. Termasuk keluarganya? Mungkin saja.
Nia menarik tangan gadis itu agar bangkit, lalu mengajaknya untuk berjalan bersama. Jika boleh aku tebak-tebak.., umur gadis itu pasti masih 13 tahun. Dengan gaun di bawah lutut berwarna merah muda beserta bandana di atas kepalanya, membuat kesan gadisnya semakin terlihat anggun. Rambut pendeknya juga.., sama seperti Nia.
Sedangkan aku saat ini, memakai jeans berwarna coklat muda dan sweater tebal berwarna abu. Dengan rambut panjang yang menjuntai hingga setengah punggung. Rambutku memang selalu panjang, karena Ibu selalu suka mengikat rambutku setiap pagi dan sore.
Terkecuali hari ini, aku melihat rambutku yang berterbangan tertiup angin. Tak jarang rambutku ini menutupi permukaan wajahku, membuatku merasa risi. Andai ada Ibu, mungkin saat ini rambutku akan dia ikat ke belakang agar tidak mengganggu. Aku rindu Ibu.., dan Ayah.
"Aduhh.." Aku mengeluh saat perjalanan kita tak kunjung usai, tak ada ujung atau bahkan sebuah pintu, semua lurus hanya hamparan pasir. Tak ada air, makanan, tv, bahkan tempat tidur pun tidak ada.
"Berhenti lah mengeluh, aku juga bingung," ujar Nia yang sedari tadi terus saja menggenggam jemari-jemari keponakannya. Sial, aku terlupakan.
Aku memalingkan wajah dari Nia yang berjalan di sampingku, aku malas terlupakan seperti ini. Meski aku tahu bahwa gadis itu keponakan Nia, tetap saja aku merasa tersisih, oh Fell.., ada apa dengan dirimu heuh? Aku benci.
~~~
¤ ¤Dalam sebuah perjalanan yang tak kunjung berujung, aku terus saja melafalkan sebuah kalimat berupa 'kapan semua berakhir' berulang-ulang. Karena aku rasa tempat ini tak ada ujung. Aku, Nia dan semua manusia yang berada di tempat ini juga melakukan hal yang sama, yaitu mencoba mencari jalan keluar.
Tapi aku benar-benar sadar bahwa semua ini sia-sia saja, karena kita seperti sedang jalan di tempat. Kita semua sengaja berkumpul ketika matahari sangat terik di atas sana, dan membagi menjadi beberapa kelompok untuk mengambil jalan yang berbeda.
Tapi lihat saat ini.., ketika langit malam dan bulan beserta bintang tepat menyambut ketakutan kita, kita semua di pertemukan di satu titik yang sama. Kita semua kembali ke titik awal, dan tak ada ujungnya.
Aku benar-benar merasa sial, di tempatkan di tempat yang benar-benar aneh. Jika ingin mengurung orang seharusnya menyediakan sesuatu, seperti rumah, tempat wisata, atau bioskop agar kita tidak bosan seperti saat ini.
Kita semua yang berada di tempat ini terduduk di atas pasir dengan pikiran masing-masing, lapar, dingin, semua benar-benar terasa nyata saat bintang.., bintang yang aku lihat malam ini masih sama seperti bintang-bintang yang aku lihat kemarin malam.
Mereka kecil dan bercahaya, tanpa sadar tanganku terangkat, lalu menggapai sebuah bintang yang paling terang dalam penglihatanku. Cahaya bintang itu nyata, tapi wujudnya tak pernah bisa ku lihat dalam genggaman ku langsung. Dia hanya bisa terlihat tanpa bisa ku miliki.
"Lihat itu!" seru seorang lelaki yang dengan refleks langsung berdiri seraya tangannya mengarah ke atas langit.
"Bintangnya.."
Semua bintang yang berada di atas langit mulai berkelap-kelip dengan warna yang berbeda-beda. Mataku bahkan tak rela berkedip sedetik saja ketika melihat semua bintang itu begitu terlihat indah. Tapi ada juga yang terlihat ngeri dan ketakutan, entah kenapa, padahal itu sangat indah.
Semua manusia yang berada di sini mendongakkan kepalanya ke atas, melihat bagaimana bintang itu masih berkelap-kelip dengan macam warna yang begitu bervariasi. Ini sungguh indah dan menakjubkan.
Semua rasa takut, cemas, lapar dan dingin seketika tergantikan oleh pemandangan yang dapat aku lihat di atas sana. Aku tak percaya bintang di atas mempunyai berbagai macam warna, karena selama aku melihatnya.., aku hanya bisa melihat bintang dengan satu warna, yaitu putih.
Warna bintang-bintang itu semakin menyala, membuat mataku sedikit menyipit karena silau yang benar-benar membuat mataku sakit karena semua sinarnya memasuki penglihatan mataku.
"Hilang?" tanyaku ketika aku kembali melototkan mata melihat bagaimana keadaan langit saat ini, dan yang dapat ku lihat hanya.., langit gelap beserta bulan, tanpa bintang.
Aku mengedarkan pandangan mataku ke arah lain, melihat semua manusia itu memegang sesuatu yang aku tak tahu apa, tapi sesuatu itu terlihat berwarna dan sedikit.., bercahaya?
"Felly, bintangmu!"
< to be continued >
PART 2 DI HARI LEBARAN .. YEEEAY!!
Author mau ngucapin 'Minal aidzin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin.'
Barang kali author punya kesalahan, maafkan ya.., karena kita hanya manusia biasa yang tak luput dari dosa. Tapi kita harus saling memaafkan. ;)
Salam rindu,
Bintang ★

KAMU SEDANG MEMBACA
Star of Luck
FantasyStar of Luck [minor romance] Apa kalian percaya akan keberuntungan? Aku tidak. Karena sampai saat ini keberuntungan tak pernah berada di pihakku, dia selalu menjauhi orang-orang sepertiku. Orang yang tak pernah percaya keberuntungan. Tapi untuk kali...