Part 7

104 92 22
                                    

Awan hitam yang entah dengan bagaimana caranya bisa berada di bawah pijakan seorang pria membuat pria itu mampu berdiri dengan kokoh di atas sebuah awan hitam yang dengan tenang berada di bawah pijakannya. Ketika awan itu berada satu meter di atas kepalaku, aku bergegas berjalan mundur dan mendongak memandangi keanehan yang lagi-lagi berada di depan mata.

Aku menoleh ke samping, masih ada Nia yang berdiri sembari mendongakkan kepalanya, perasaanku lega ketika melihat Nia baik-baik saja.

Pria yang masih betah berdiri di atas awan itu tersenyum miring dengan satu alis terangkat ke atas, ahhh, senyumannya itu mengingatkanku pada malam di mana dia ada di balai kota. Kini aku kembali melihat pria itu, bahkan dengan jarak yang cukup dekat mampu membuatku sedikit merinding karena betapa seramnya pria botak itu.

"Siapa kamu sebenarnya?"

Di tengah keheningan suara dari seorang pria membuat semua manusia menolehkan pandangan pada seorang pria yang bersuara, termasuk aku dan ..., aku melihat Abban berdiri tak jauh dari tempatku berdiri saat ini. Pria itu mendongak dengan raut wajah tak sukanya, aku tahu itu.

Tapi pria itu tak bersuara sama sekali, hanya kepala botaknya saja yang sedikit menunduk dan memandang penuh meremehkan pada Abban. Dia berdiri bak seorang raja yang akan menentukan kematian kita semua, tapi tenang saja ..., aku yakin Abban bisa mengalahkannya. Meskipun aku tak tahu ilmu sihir apa yang dimiliki pria botak itu sampai bisa membawa kita semua ke tempat yang penuh dengan keanehan ini.

Pria botak itu kini memejamkan matanya, menghirup udara banyak-banyak sebelum menghembuskan napasnya dengan senyuman penuh kegembiraan.

Namun, tepat ketika pria itu menghembuskan napasnya, terjadi angin yang begitu dahsyat sampai baju kita semua terapung tak tentu arah. Aku memegangi kerah bajuku untuk mencari perlindungan agar tak terbawa angin yang sangat kencang.

"Felly, kita harus pergi dari tempat ini!" teriak Nia yang bersusah payah untuk berjalan lebih mendekat ke arahku ketika angin masih berhembus dengan sangat kencang.

"Apa? Bagaimana?" Aku membalas ucapan Nia dengan berteriak sangat kencang tepat di depan telinganya.

Aku merasakan tangan Nia menggengam tanganku, dia menarikku untuk melawan arah angin dan pergi dari tempat di mana kita semua berkumpul saat ini. Tapi jangankan untuk pergi menjauh, satu langkah yang kita ambil saja terasa sangat melelahkan karena angin yang berhembus bertambah kencang.

"Aaaaaa."

"Niaa!" histerisku.

Aku mendongak, melihat bagaimana tanganku kosong dan tubuh Nia kini perlahan terapung di udara. Aku mencoba untuk menggapai tubuh Nia yang belum terlalu jauh dari atas kepalaku, dengan susah payah aku melompat setinggi mungkin agar dapat menggapai pergelangan kaki Nia yang tanpa alas kaki berada di atasku.

"Felly," lirih Nia yang merunduk dan mendapatiku berada di bawahnya.

Make good! Usahaku tak sia-sia ketika mencoba menggapai pergelangan kaki Nia, saat ini kedua tanganku menggenggam erat pergelangan kaki kanan Nia yang tengah mengapung di udara. Aku tak boleh membiarkan Nia pergi, aku harus mempertahankannya untuk tetap di sini.

Angin yang masih saja berhembus membuatku takut jika sewaktu-waktu tanganku tak kuat untuk menahan Nia, aku memejamkan mata dan dengan sekuat tenaga menarik kedua tanganku ke bawah berharap Nia bisa kembali.

"Aku bantu."

Suara seorang pria yang kini berdiri di sampingku membuatku segera membuka mata dan tak menyangka ketika melihat pria yang menawarkan bantuannya padaku. Dia dengan segera menempatkan kedua tangannya di pergelangan kaki kiri Nia dan menariknya sekuat tenaga.

"Anginnya gak mau berhenti juga Fell, biarkan aku pergi."

Seruan dari mulut Nia membuatku seketika mendongak dan menggeleng dengan cepat karena tak setuju dengan perkatannya. Aku kembali menutup mata, mengumpulkan tenaga sekuat mungkin dan mulai menarik Nia kembali.

"Yang lain ke mana?"

"Mereka hilang?"

"Astaga, apa yang pria itu inginkan dari kita?"

"Sialan, ke mana perginya mereka semua?"

"Ini aneh."

"Aku ingin pulang."

Berbagai seruan yang tertangkap oleh pendengaranku langsung membuatku dengan refleks membuka mata, mendongak, dan melihat tubuh Nia perlahan turun lalu mulai bisa menapakkan kakinya di atas tanah. Tapi ketika aku mengedarkan pandangan ..., aku menghembuskan napas dengan pasrah.

"Entah keanehan apa lagi yang akan terjadi nantinya."


Semoga suka;))

Regards,
From the star ★★★

Star of LuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang