"Nia, ada apa?”
Nia yang mendengar suaraku langsung mengerjap dan menatap keberadaan Abban. Entah apa yang saat ini sedang Nia pikirkan, tapi sepertinya dia sedang menyelidiki setiap kata-kata yang dikeluarkan oleh pria itu.
“Tunggu,” ujar Nia sembari sedikit menajamkan pandangannya pada Abban, “Kalau kalian emang melihat orang yang sama di atas mimbar pada malam hari itu ..., lalu kenapa aku enggak?”
Nia terlihat kebingungan, benar juga ... jika aku dan Abban melihat orang yang sama pada malam hari itu, lalu apa alasan yang kuat sehingga Nia tak mengalami hal yang sama? Kecuali kalau semua memang sudah direncanakan atau ... atau apa?
“Emang apa yang kamu lihat?” tanya Abban dengan kernyitan di dahinya.
“Hanya Pak Walikota dan aku gak melihat seorang pria yang kalian maksud.”
Aku melihat Abban mengernyitkan dahinya, mungkin dia juga bingung dengan apa yang barusan Nia katakan.
“Boleh aku minta izin untuk bertanya pada beberapa teman kamu yang sedang berada di sana?”
Abban langsung menoleh ke arah sekumpulan pria yang sedang mengobrol santai saat itu. Dia kembali menolehkan pandangannya pada Nia dan mempersilahkannya untuk mengikutinya berjalan ke arah beberepa pria tersebut.
Aku sedikit terkejut ketika Nia sungguh-sungguh ingin menanyakan hal tersebut pada sekumpulan pria itu, aku dan Nia saja tidak mengenal mereka, seharusnya Nia tak perlu melakukan hal itu. Tapi tunggu ..., bukankah aku juga tak mengenal Abban? Lalu kenapa aku dan Nia sangat santai saja ketika bertanya padanya? Uhh ... entahlah
“Teman-teman, ini Nia.” Abban langsung memperkenalkan Nia ketika berdiri di depan beberapa temannya yang langsung bangkit saat itu juga karena kehadiran Abban bersama dua orang gadis. “Dan ini Felly.”
Ketika Abban memperkenalkanku, aku langsung tersenyum ramah disertai anggukan kecil dari kepalaku. Sangat berbeda dengan Nia, ketika Abban memperkenalkan Nia pada teman-temannya, dia hanya tersenyum tipis dan mengangguk hormat. Formalnya dia. Maklum sih ... Nia yang memang sangat dididik oleh kedua orang tuanya untuk bersikap santun di depan semua orang sepertinya sangat berbekas sampai saat ini, bahkan ketika dalam keadaan seperti ini.
“Dia ingin bertanya sama kalian,” ujar Abban lalu mempersilahkan Nia untuk mengutarakan pertanyaannya.
“Sebelumnya aku minta maaf telah mengganggu waktu kalian,” kata Nia dengan raut wajah tak enaknya di depan semua teman Abban.
Naahh, aku baru kepikiran saat ini ..., mereka yang bersama Abban adalah teman lama yang artinya mereka berteman sebelum mereka terdampar di sini atau ... mereka baru kenal?
“Tanya aja kali, ada apa?” Seorang pria dengan perawakan yang jauh lebih pendek dari yang lainnya langsung menmpali ucapan Nia.
“Eumm ....” Nia yang saat itu berdiri di samping Abban sempat melirik ke arah pria itu sebentar sebelum kembali melanjutkan ucapannya. “Apa yang kalian lihat di atas mimbar saat terakhir kali sebelum kalian ada di tempat ini?”
Semua laki-laki yang berdiri di depan Nia saling pandang satu sama lain, aku jadi bingung ... mereka terlihat kebingungan ketika mendengar pertanyaan dari Nia barusan. Padahal menurutku itu bukan pertanyaan yang sulit.
Dari beberapa teman Abban yang kini menampilkan raut wajah kebingungannya ..., aku melihat satu pemandangan yang berbeda lagi. Pria itu ... pria dengan bola mata yang senada dengan warna jasnya—biru muda—dia lagi-lagi menampilkan ekspresi yang begitu berbeda ketimbang yang lainnya. Raut wajahnya serius ke arah Nia, bahkan kerutan di dahinya sangat terlihat jelas. Tapi tatapannya lagi-lagi membuatku sedikit ketakutan. Matanya berbeda dan ...
“Aku gak melihat yang istimewa di sana.”
Memang ... hal yang membuat kita berada di tempat aneh ini mana mungkin bisa dibilang istimewa.
“Aku bahkan sedang tertidur di kursi samping jalan raya yang berada tak jauh dari balai kota, jadi aku tak tahu siapa yang berada di mimbar malam itu.”
Tertidur. Nasib pria yang menjawab hal itu sepertinya satu nasib denganku, bedanya ... meskli aku tertidur, tapi aku masih bisa melihat siapa pria itu, pria yang berdiri di atas mimbar pada malam hari itu.
“Aku kayaknya lupa dehh.”
Ingin rasanya aku menimpuk kepala pria itu ketika menjawab pertanyaan dari Nia, apakah kejadian ini membuat dia amnesia?
“Pak Walikota,” ujar seorang pria yang berdiri di ujung samping kanan, membuat Nia segera menolehkan pandangannya pada pria tersebut.
Pergerakan Nia yang terlihat terlalu bahagia mendengar ucapan ptia itu membuatku sedikit tertawa kecil, saking senangnya Nia dia sampai melupakan satu pria yang belum menjawab pertanyaannya.
“Kamu melihat Pak Walikota? Sungguh?”Nia bertanya sembari melangkah perlahan ke arah pria tersebut.
Pria itu mengangguk singkat. “Iya, emang kalin benar-benar tak melihatnya?”
“Aku lihat kok,” ujarku dengan segera dan mengundang semua mata memandang ke arahku, “Tapi hanya sebentar, karena setelah itu posisi Pak Walikota digantikan oleh seorang pria botak yang beridri di atas mimbar.”
“Dan aku melihat hal yang sama dengan Felly.” Abban ikut menimpali dan membuatku menahan senyum karenanya.
Tadinya yang berdiri bersampingan dengan Abban adalah Nia, tapi karena tadi dia sempat berjalan ke arah pria yang menjawab satu jawaban dengannya, kini jarak aku dan Abban sedikit lebih dekat dari sebelumnya. Ahh, sepertinya ini berlebihan karena aku merasakan hal yang berbeda seperti ini ketika berada di dekat Abban.
“Kalian semua aneh,” celetuk seorang pria ketika keadaan hening di antara mereka.
Ketika aku melihat pria yang mengatakan hal tersebut, aku langsung mengernyit dan tak mengerti dengan ucapannya itu. Dia menganggap kita semua aneh? Termasuk dirinya? Karena menurutku ... semenjak aku berada di sini tak ada hal yang wajar, semua terlihat aneh dan tak nyata.
“Aneh bagaimana, Zar?”
Zar? Uhhh, jadi nama pria itu Zar, okehh, Zar.
Seorang Zar yang dimaksud Abban langsung menggeleng dan berniat berbalik untuk meninggalkan mereka semua. Tapi langkah kaki pria itu langsung ditahan oleh Abban, dramatis sekali ....
“Astaga, bintangnya!!!”
☆☆☆
Maaf ngaret lama ....
Semoga masih ada yang nunggu yahh;))Salam,
Bintang ☆★
KAMU SEDANG MEMBACA
Star of Luck
FantasyStar of Luck [minor romance] Apa kalian percaya akan keberuntungan? Aku tidak. Karena sampai saat ini keberuntungan tak pernah berada di pihakku, dia selalu menjauhi orang-orang sepertiku. Orang yang tak pernah percaya keberuntungan. Tapi untuk kali...