Setelah miniatur bintang kecil itu mengapung dan memutari tangan mulus Gleda, dengan perlahan dan tanpa terduga, bintang itu mulai bergerak ke tanah lapang yang dimaksud Gleda untuk membangun bilikku. Ya ... setidaknya, Gleda memberitahuku seperti itu.
Aku melirik ke arah wajah cantik Gleda dan gadis itu terlihat bahagia ketika menyaksikan minitur bintang menari-nari sembari mengeluarkan cahaya berwarna putih yang cukup menyilaukan. Jika ini terjadi malam hari, pasti cahayanya akan jauh lebih menyilaukan daripada ini. Sama seperti cahaya yang belakangan ini sangat sering aku saksikan. Eumm ... aku jadi rindu Nia. Bagaimana keadaannya sekarang? Oh, aku tak tahu harus bagaimana.
Namun, pemikiran itu langsung terganti ketika aku melihat sebuah bangunan yang perlahan tumbuh. Bintang dengan ukuran yang cukup sama dengan bintang yang lainnya. Warna putih bersih dengan tanda tambah sebagai penanda di atas bangunan itu. Tanda tambah berwarna merah itu membuatku berpikir bahwa itu adalah tanda yang sering ada di peralatan P3K sekolah maupun di rumah.
Bangunan itu mengapung, sama seperti bangunan pada umumnya, setidaknya di sini seperti itu.
"Ayo! Kita lihat apa yang ada dalam bilikmu!"
Ketika kedua kaki Gleda melangkah menghampiri bangunan itu, aku bahkan masih terdiam karena tak tahu harus berbuat apa. Bangunan itu mengapung dan aku tak mempunyai sayap untuk terbang ke atasnya.
"Apa yang kamu tunggu?" tanya Gleda ketika dia semakin dekat dengan bintang yang baru saja lahir.
Aku menggeleng malu. "Aku tak tahu bagaimana caranya."
"Akan kutunjukkan caranya," ujar Gleda sembari memfokuskan matanya pada bangunan bernuansa putih itu.
Dari kejauhan, aku melihat Gleda mengambil ancang-ancang menggunakan gaya kuda-kuda seperti akan berlatih karate atau silat. Aku mulai berpikir ... sepertinya gadis itu akan melompat jauh ke atas sana. Melihat bagaimana dia melompat dari bintangnya sendiri, tak aneh jika saat ini dia kembali melompat ke atas bangunan bintang putih itu.
Benar saja ...
Adegannya terlihat begitu cepat. Gleda melompat dari permukaan dasar tanah berumput ini dan kini dia berhasil berdiri di depan pintu bintang itu.
Gleda melambaikan tangannya dan menyuruhku mendekat.
Jangan bilang kalau aku harus melakukan sesuatu yang tadi dia lakukan! Aku tentu saja tak akan bisa. Panjang kakiku lebih pendek dari kaki jenjang milik Gleda. Lagipula ini yang pertama kalinya, aku tak mungkin bisa.
"Ayo, Cia!"
Teriakannya membuatku mendongak dan terheran akan satu hal. Cia? Nama lengkapku memang Fellycia, tapi ... dari mana gadis itu tahu namaku? Ini aneh.
"Ayo bagaimana?" Aku bertanya lebih tepat pada diriku sendiri. Aku tidak bisa melompat dan menirukan gaya seperti Gleda tadi. Aku tak mungkin bisa.
"Ahh, tunggu sebentar!"
Gleda yang tadinya masih melihat ke bawah dan menyuruhku mengikuti arahannya, kini dia menghilang dari pandanganku. Aku rasa dia sedang melakukan sesuatu untuk membantuku agar bisa naik ke atas sana.
Cukup lama menunggu, akhirnya Gleda kembali terlihat dengan sebuah tali berukuran cukup besar di tangannya. Mengikat ujung tali itu kepada pintu bintang yang menutup rapat dan membiarkan talinya menjuntai ke bawah. Aku mengerti dan langsung menggapai tali itu. Berusaha sekuat tenaga agar aku bisa naik ke atas sana.
Kedua tanganku menggenggam erat tali yang menjuntai dengan kedua kaki yang menekuk untuk menjepit ujung talinya. Memang jarak dari dasar tanah ke atas sana tidak terlalu tinggi, tapi untuk memanjati menggunakan seutas tali ... bukan perkara mudah bagiku.
"Bagaimana? Lelah?"
Gleda mengulurkan tangan dan membantuku berdiri saat telah berhasil mendaratkan tangan di bilik berbentuk bintang itu.
"Apa aku harus tinggal di sini?" tanyaku dengan sedikit buru-buru.
Posisi bangunan yang sedikit mengapung dan aneh ini, aku tak tahu ada apa sebenarnya yang terjadi.
"Tentu saja iya. Memangnya kamu berharap apa?" Gleda menatap keberudaanku dengan penuh tanda tanya. Padahal, aku yang kebingungan.
"Enggak mungkin 'kan, Gled?" tanyaku, tak percaya.
"Kenapa harus nggak mungkin?"
Aku menarik kesal jubah putih yang masih melekat di tubuhku. Ini semua menyebalkan! Hidup dengan penuh ketidakbenaran. Aku harus bagaimana? Terus mencari, tapi tak kunjung ditemukan. Sedari awal aku hanya ingin pulang. Bukan malah terjebak di sebuah tempat yang semakin aneh seperti ini.
Mataku memandang ke arah lain, arah di mana aku bisa memandangi keanehan lain di dunia ini. Bilik-bilik yang penuh dengan warna kini menjadi sebuah pandangan yang tak bisa aku tinggalkan. Tapi sesuatu yang membuatku heran adalah ... mengapa harus terus berhubungan dengan bintang? Memangnya ada apa dengan bintang?"Cia! Are you okay?"
Aku mengerjap dan langsung mengalihkan pandangan kembali ke arah Gleda. "Setelah kejadian yang menimpaku akhir-akhir ini, aku rasa ... aku nggak pernah merasa baik-baik aja."
"Lesu banget sih!" Gleda mencolek daguku dan membuatku sedikit menghindar. "Ayo kita masuk!"
Gleda membimbingku ke arah sebuah pintu di mana kita bisa masuk ke dalam bilik berbentuk bintang. Tapi saat Gleda telah berdiri tepat di depan pintu berbentuk persegi, dia membalikkan badan dan mengulurkan tangannya padaku.
"Ada apa?" tanyaku, heran.
Gleda tak banyak bicara. Dia ambil tangan kananku dan menempatkan telapak tangannya ke arah pintu yang bahkan bentuknya hampir tak terlihat. Tapi ajaibnya, pintu itu terbuka begitu saja saat aku menyentuhnya.
"Bilik yang ada di sini itu sangat cerdas dan multi fungsi. Dia bisa mengenali siapa pemilik asli biliknya dan siapa yang bukan. Bahkan, bilikmu ini bisa kamu ubah kembali menjadi seperti semula. Karena pembuatnya memang merancang sedemikian rupa agar penghuni kota ini merasa nyaman tinggal di sini.'
Gleda memberiku pengertian ketika aku kembali tak mengerti dengan apa yang terjadi. Gleda mendeskripsikan bilik ini seakan ini adalah benda dan juga manusia yang sangat berguna.
"Memangnya ... siapa pembuat ini semua?" tanyaku sembari mengekor Gleda yang mulai masuk ke dalam bilik berbentuk bintang.
Awesome! Ini benar-benar bersih. Di dalam sini ... putih, hijau, dan abu mendominasi. Di ujung kiri, terdapat pintu berbentuk persegi berwarna hijau yang aku yakini bahwa itu adalah sebuah kamar mandi. Di ujung ruangan yang dapat aku lihat, terdapat jendela dengan gorden berwarna putih dan lemari hijau berukuran sedang di sampingnya. Kasurnya ... terlihat sangat nyaman dan bersih. Astaga! Aku rindu kasur ....
Aku rebahkan diri di atas kasur dengan mata terpejam. Rasanya, sudah lama tak ada kasur dalam hidupku. Ah, aku rindu.
Namun saat mataku terbuka, aku baru menyadari bahwa di ujung kanan ruangan ini terdapat sesuatu yang sangat membingungkan. Blankar. Mengapa ada blankar?
"Selamat bekerja ya, dokter Cia!"
Kedua mataku melotot sembari menatap tak percaya pada blankar beserta alat-alat rumah sakit di sekitarnya. Dokter? Aku? Mati saja aku, mati saja!
Astaga! Akhirnya😂😂😂
Masih ada yang nunggu?😇
![](https://img.wattpad.com/cover/113297359-288-k832785.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Star of Luck
ФэнтезиStar of Luck [minor romance] Apa kalian percaya akan keberuntungan? Aku tidak. Karena sampai saat ini keberuntungan tak pernah berada di pihakku, dia selalu menjauhi orang-orang sepertiku. Orang yang tak pernah percaya keberuntungan. Tapi untuk kali...