Dua-Cacing

138 5 0
                                    

Author POV

Jari-jari Tania menelusuri setiap nama yang berada di daftar siswa beserta kelas baru yang akan mereka tempati di kelas 2 nanti.

Tak henti-hentinya ia melihat rentetan nama-nama di depannya itu, sedangkan temannya--Risya, hanya duduk menunggu informasi dari Tania.

Risya menemukan 'posisi wenaknya' yang berada di atas kursi panjang di  bawah pohon cerme, apalagi jika ada cogan-cogan yang lewat, itu akan membuat matanya terasa lebih adem.

"Yaaaa, Risya, kita gak sekelas." Tania memanyunkan bibirnya ketika mengetahui bahwa Risya akan berada di kelas XI MIPA 3, sedangkan Tania berada di kelas XI MIPA 2.

"Ih, gue gak bisa nyontek pr lo lagi, dong. Yaaa sayang sekali bung," balas Risya santai yang membuat Tania kesal.

"Lo mah gitu, Sya. Gue cuma dimanfaatin doang." Tania menepis tangan Risya yang hendak merangkul pundaknya.

Sedangkan Risya hanya tersenyum kecil melihat tingkah polos temannya itu. Ini nih, enaknya punya temen kaya Tania; gak fake dan pastinya setia.

"Bercanda doang tadi! Gue kan tulus banget sama lo, lagipula masih bisa ke kantin bareng pas istirahat," ucap Risya sembari menarik tangan Tania menuju ke kelas mereka yang searah. Letaknya di dekat perpustakaan dan rumah hijau yang berisi anggrek-anggrek dan beberapa tanaman hias.

Di dekat rumah hijau itu juga terdapat beberapa meja dan kursi yang biasa dipakai nongkrong kakak kelas kurang kerjaan yang biasanya ngegodain adik kelas, apalagi kalau adik kelasnya jalan sendirian, langsung nyamber aja tuh mereka;
"Cewek! Hai cantik." ;
"Sendirian aja nih dek." ;
"Ih kok kamu imut sih dek."
Dan masih banyak celotehan yang kadang membuat orang risih lewat sana.

Kembali lagi ke dua perempuan yang sedang jalan beriringan itu, mereka adalah Tania dan Risya. Berteman sejak kelas 10, mereka dekat karena selalu duduk sebangku dan kemana-mana juga berdua, jadi sudah diprediksi kalau ada Risya, pasti ada Tania.

Ketika Tania menoleh, hendak berbicara dengan Risya, tiba-tiba ada pemandangan ganjil di sana, "eh, Syaaa! Ati-ati belakang lo!" Tania menunjuk seseorang yang melempar sebuah benda ke arah Risya.

Otomatis Risya menoleh dan mendapati cacing di dekat sepatunya, sontak ia berteriak dan mencak-mencak karena hewan panjang itu sangat ditakuti oleh Risya. Pokoknya Risya benci dengan hewan panjang itu, hiiii!

Tania berusaha menyingkirkan cacing itu dengan membuangnya ke parit yang berada di dekat mereka, sebenarnya Tania juga geli, tapi ia kasihan melihat Risya yang tidak terkontrol saking takutnya.

"Udah gak ada, ih, Sya. Jangan nangis dong." Tania berusaha menenangkan temannya itu dengan memeluk dan menepuk-nepuk punggungnya.

Sedangkan yang melempar cacing hanya tertawa-tawa sembari memegangi perutnya, begitu juga dengan dua temannya yang berada di samping kanan dan kiri layaknya bodyguard.

"Ngakak anjir," ucap salah satu dari mereka.

Karena merasa tertindas, Risya  menghampiri mereka yang berdiri di dekat rumah hijau. Dengan berani dan dengan mengambil segelas resiko yang ada, Risya mendorong dada salah satu dari mereka hingga lelaki itu tidak sanggup menahan keseimbangan diri. "Apaan maksud lo lempar-lempar cacing, jangan seenaknya dong jadi cowok!"

Cowok itu-Arsen, masih tertawa mengingat reaksi Risya yang tidak wajar tadi. Begitu juga dengan kedua temannya yang bernama Satria dan Aldi, sampai-sampai Risya menginjak kaki mereka dan gara-gara itu ketiga cowok yang sedang tertawa lepas itu akhirnya berhenti dan menatap Risya tajam.

"Lo ngapain, sih! Kalau mau kenalan sama kita ya ngomong aja, kagak usah ngesok gitu," balas Arsen sembari melototkan matanya dan memperkecil jarak wajahnya dengan Risya.

"Lo yang apa-apaan, maksud lo apa ngelempar cacing ke gue? Lo kali yang mau kenalan sama gue?" Risya tidak sanggup lagi menahan emosinya, ingin rasanya ia menonjok pipi tirus Arsen lalu menginjak-injak perutnya.

"Oh, jadi lo beneran mau kenalan sama gue? Okay, gue jabanin mau lo."

Tiba-tiba Arsen mendekatkan tubuhnya pada Risya hingga ia mundur dengan perlahan. Sedangkan Tania hanya bisa mendumel dan mengusap-usap wajahnya karena frustasi, "duh, lo juga sih Sya, main-main kok sama Arsen," batinnya was-was sambil terus memantau apa yang akan dilakukan Arsen pada temannya itu.

Arsen terus melangkah hingga ia tiba-tiba berhenti sembari memasang wajah innocent-nya, tanpa ba-bi-bu, ia kembali tertawa sama seperti tadi, entah mengapa Arsen masih terbayang ekspresi Risya saat melihat ada cacing di sepatunya.

Risya benar-benar habis pikir dengan cowok bertubuh jangkung di depannya itu. Melihat ada kesempatan, ia berusaha menghindar dari Arsen, namun sebelum langkah ketiganya, tangan kanan Risya berhasil diraih oleh Arsen, "kenalin, gue Arsen Pangestu, kelas sebelas IPS 4, makanan favorit nasi goreng, minuman favorit kopi item, suka ke pantai, dan satu hal lagi, gue suka denger lo teriak-teriak kaya tadi."

Risya bergidik ngeri mendengarnya, dengan ketusnya ia menjawab, "gue gak tanya!" Risya lantas melewati Arsen yang berada tepat di depannya sembari mengingat-ingat kembali apa yang baru saja terjadi.

Detik itu, Risya berharap agar cowok yang bernama Arsen Pangestu lenyap dari  bumi dan tidak akan pernah tampak di hadapannya. Selama-lamanya.

"Oh iya, besok-besok gue bakal nyari cacing, khusu buat lo," teriak Arsen sembari menatap kepergian Risya dan teman perempuannya itu.
.
.
-itu pertemuan pertama mereka, pertemuan yang diawali dengan hal yang tidak disukai Risya, itu karena cacing dan juga si menyebalkan Arsen-

2222222222222222222222

To be continue 😉

Gagal Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang