Malam ini setelah acara makan malam keluarga besar Keynal tengah berkumpul di ruang keluarga, menonton sinetron favorit Keynal. Dunia terbalik.
Shani yang biasanya selalu mengurung diri di kamar untuk malam ini ia ikut bergabung di temani oleh Vino duduk di sofa sedang terlibat obrolan-obrolan kecil bersama Shania. Okta dan Boby, ayah dan anak itu kini sedang sibuk dengan ipad yang di genggam Okta. Sedangkan Keynal, Veranda, dan Gracia mereka sibuk menonton acara televisi. Namun, tidak untuk Gracia ia memang sedang fokus menatap layar televisi. Tapi, pikirannyatengah melayang memikirkan apa yang diucapkan Manda tadi pagi. Apa dirinya akan di nikahkan di usia delapan belas tahun?
Gracia menatap pada kedua orang tuanya yang berada di sofa tengah, ia harus bisa membujuk sang papi untuk tidak memberlakukan tradisi nikah muda pada dirinya. Ia ingin fokus pada pendidikannya tanpa harus memikirkan keluarga kecilnya nanti bila ia menikah. Gracia ingin menikah ketika ia telah siap menikah.
"Pi, Gre mau bicara sama papi."
Keynal menoleh pada Gracia "Mau bicara apa?"
"Gak di sini, pi."
"Sama papi doang bicaranya?" Tanya Veranda.
"Sama mami juga, tapi gak di sini."
"Mau bicara apa si Gre? Kayaknya penting banget." Shania ikut bertanya.
"Nanti aja Gre ceritain."
Shania hanya memutar malas bola matanya mendengar jawaban Gracia yang tak memuaskan hati.
"Pi, ayok! Gre mau bicara."
"Yaudah ayok, keruangan kerja papi sekarang." Keynal berjalan lebih dulu disusul Veranda dan Gracia.
"Kamu mau bicara apa?" Keynal bertanya setelah duduk di sofa yang ada di ruangan kerjanya. Veranda dan Gracia ikut duduk bersama Keynal sehingga posisinya saat ini Gracia berada di tengah-tengah kedua orang tuanya.
"Ini masalah tradisi keluarga kita."
Keynal dan Veranda mengerutkan kening secara bersamaan "Masalah tradisi?" Tenya Keynal memastikan.
Gracia mengangguk, ia menatap Keynal dengan serius berharap bahwa papi 'nya itu akan mengerti dengan keinginannya.
"Gre gak mau nikah di usia delapan belas tahun. Gre mau nikah kalau pendidikan Gre udah selesai dan Gre siap untuk menikah."
"Gre."
"Mi, please. Gre gak mau. Gre pengen menyeselesaikan kuliah Gre nanti tanpa ada gangguan." Gracia memandangi Veranda dengan wajah lemas. Ia benar-benar belum siap jika harus menikah di usia delapan belas tahun.
"Tapi Gre, itu tradisi keluarga kita. Kakak kamu, Shania. Dia bisa menyelesaikan S1 dengan statusnya sebagai seorang istri." Ucap Keynal dengan suara lembut. Ia tahu sikap Gracia anak bungsunya jika ia kasar maka anaknya bisa lebih keras kepala.
"Aku sama kak Shania beda, pi. Lagian makna dari tradisi itu apa?"
"Biar mami sama papi bisa jadi wali dan menyaksikan kamu menikah, dan kita bisa menimang cucu dari kamu."
"Pi, papi bisa menjadi wali dan menyaksikan aku menikah. Tapi, tidak di usia Gre yang delapan belas tahun." Gracia tetap pada pendiriannya, ia tidak ingin menikah di usia delapan belas tahun.
Veranda yang sedari tadi menyaksikan perdebatan kecil antara suaminya dengan anaknya hanya diam memperhatikan. Ia akan berbicara jika waktu sudah tepat, dan untuk saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk ia berbicara sekedar melerai keduanya.
Keynal menatap intens pada putrinya, ia tak pernah berpikir bahwa Gracia akan menolak untuk menjalankan tradisi menikah muda itu. Tak ada maksud banyak Keynal menjalankan tradisi itu, ia hanya ingin dapat menjadi wali dan menyaksikan semua putrinya menikah dan bisa memberikannya cucu. Sedangkan di usianya yang terbilang mulai menua ini adalah alasan ia ingin menikah 'kan Gracia di umurnya yang masih sangat muda. Sama seperti Shania dulu.