Maafkan typo. Bantu koreksi ya
Happy Reading, Gals 😘
***
"Akuㅡ"
Max menunggu jawaban Gabby dengan sabar. Ini benar-benar gila. Seperti bukan dirinya. Ia seorang pria. Di hadapannya ada wanita yang tanpa berpikir masuk ke dalam kamarnya. Tidak memedulikan bahwa Max siap menerkam Gabby kapan saja.
Tetapi di sinilah dirinya. Duduk di sofa depan perapian dengan kemeja yang kancing atasnya terbuka dan ujung bawahnya sudah keluar dari celana formalnya yang ketat. Menjelaskan bahwa perasaan Gabby pada pria bajingan dari Texas tidak lebih dari perasaan seorang teman. Geraman rendah keluar dari tenggorokannya ketika ia menahan matanya agar tidak menoleh ke arah ranjang.
"Gabby?" Suara Max parau dan kasar.
Demi Tuhan, pertahanan dirinya semakin menipis setiap menitnya. Max tidak pernah seperti ini. Sebelum Gabby hadir di hidupnya, pertahanan diri Max sangat kokoh. Bahkan sepupu-sepupunya menjuluki Max seorang Santo karena hidup selibatnya. Saat ini, jika Gabby masih duduk di hadapannya dengan wajah bingung, Max khawatir jika pertahanan dirinya runtuh dan ia akanㅡ
"Aku ingin kembali ke Texas." Suara Gabby pelan dan takut-takut.
Max sedikit bersyukur karena Gabby akhirnya membuka suara setelah keheningan menegangkan karena udara yang pekat oleh gairah Max yang perlahan muncul akibat terkikisnya pertahanan dirinya. Meskipun pilihan Gabby entah mengapa melukai dirinya. Mungkin, karena rasa tertariknya pada Gabby telah berubah menjadi rasa yang lebih dalam. Sebuah rasa yang tidak pernah dibayangkan Max akan hadir di hidupnya.
"Aku memahami kebingunganmu," ujar Max. Ia harus bisa mengendalikan perasaannya dengan bersikap tenang.
Namun, sama seperti Max mengerti perasaan gadis itu, Gabby juga mengerti apa yang saat ini Max rasakan. Kepalanya menggeleng keras untuk menyanggah pernyataan Max.
"Aku ... aku hanya ingin memastikannya sendiri." Kemudian pipi Gabby kembali menampilkan semburat merah merona yang membuat perasaan Max memuai. "Maksudku ... mengenai pencurian ternak itu," Gabby dengan terburu-buru menambahkan.
"Tidak apa-apa." Max meraih tangan Gabby yang tidak bersarung tangan. Sama seperti dirinya. Tangan telanjang mereka bersatu. Mengirimkan riak-riak gairah yang selama ini berpusar di antara mereka berdua.
"Kau tidak mengerti." Gabby merasakan kehangatan di dalam sentuhan Max. Jari kaki telanjangnya melengkung di atas karpet Turki yang mahal ketika ibu jari Max membuat pola melingkar pada telapak tangannya. "Ini terlalu tiba-tiba bagiku. A-aku sedang berusaha memahami perasaanku," ujar Gabby dengan terbata dan deru napas yang semakin cepat.
Max hanya mengangguk. Kemudian mengangkat tangan kiri Gabby sejajar dengan wajahnya. Dengan lembut, Max menyapukan bibirnya di telapak tangan tersebut.
"Max, telapak tanganku kapalan," ungkap Gabby dengan suara desahan yang tidak bisa ia tahan lagi.
Max tidak mengacuhkan perkataan Gabby. Ia masih mengecupi telapak tangan tersebut. Sesekali, lidahnya bermain di permukaan kasar telapak tangan Gabby.
"Aku tidak peduli. Telapak tanganmu membuktikan jika kau adalah seorang pekerja keras yang sangat kukagumi."
Gabby tidak bisa mendengar jawaban Max. Telinganya berdenging karena sentuhan Max di telapak kanannya.
"Gabby, hanya butuh waktu beberapa hari hingga kau membuatku merasakan perasaan ini. Ya Tuhan, aku seperti bukan diriku sendiri," ujar Max.
Dengan berani ia memindahkan kecupannya pada pergelangan tangan Gabby. Mengecup dan merasakan denyut nadi yang cepat di sana. Max menenggelamkan senyumnya dalam pergelangan tangan Gabby.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanting Earl [Completed]
Historical FictionDipublikasi pertama kali pada akun HAI2017 *** Blakely #2 Miss Gabriella Edgerton, dengan sangat terpaksa menuruti perintah ibunya untuk berlayar ke Inggris demi mencari suami seorang bangsawan. Ayahnya adalah orang kaya baru yang dikucilkan masyara...