Napas mereka memburu dan berkejaran. Erangan panjang Gabby disusul geraman kepuasan Max.
"Aku mencintaimu, Manis," gumam Max di sela napasnya yang masih memburu.
Max berguling dan membawa serta Gabby bersamanya. Gabby bersandar nyaman di dadanya, menutupi sebagian tubuh Max. Ia tidak ingin membebani Gabby dengan bobot tubuhnya yang berat. Geraman kepuasan sekali lagi keluar dari mulutnya ketika Gabby mencoba mencari posisi nyaman di dadanya.
Dengan gerakan malas, Max mengusap lengan telanjang Gabby. "Apa aku menyakitimu?" tanyanya.
Usapan telapak tangan Max di lengan Gabby membuatnya merasa nyaman. Namun pertanyaan Max membuat semburat merah menjalar di pipinya. Gabby hanya sanggup menggeleng tanpa menatap mata Max. Ia semakin menenggelamkan kepalanya pada dada Max yang berotot. Menghidu aroma maskulin Max yang bercampur dengan aroma percintaan panas mereka.
"Tatap aku, cintaku," ucap Max.
Dengan malu-malu, Gabby menatap mata Max yang memancarkan cinta padanya.
"Apa aku menyakitimu?" Max kembali bertanya.
Gabby menggeleng. "Tidak. Itu ... itu luar biasa. Oh, apakah kita harus membicarakannya?" Gabby bergumam saat mengendalikan aliran panas yang kembali merambati wajahnya.
Sekali lagi Max terkekeh. Bangga pada dirinya sendiri karena berhasil membuat Gabby merasakan kenikmatan yang juga dirasakannya, alih-alih memikirkan dan merasakan rasa sakitnya.
Mereka menikmati keheningan yang tercipta setelahnya. Berusaha mengembalikan napas mereka untuk kembali normal. Meskipun demikian, keduanya tidak pernah berhenti saling menyentuh. Max mengusap bagian tubuh Gabby yang bisa dijangkaunya dengan gerakan malas. Dan Gabby menelusuri dada berotot Max yang masih berkilat oleh keringat setelah aktivitas intim mereka.
Telunjuk Gabby membuat lingkaran-lingkaran kecil di dada Max. Membuat otot Max berkedut meresponnya. Kekehan senang Gabby disambut dengan geraman rendah Max.
"Jangan menggodaku, Manis."
Mengangkat kepalanya dari dada Max, Gabby menatap manik biru Max yang perlahan kembali menggelap. Seperti langit sebelum badai yang akan menggulung Gabby ke dalamnya.
Gabby tersenyum. Dengan berani mengecup cepat bibir Max yang sensual. Ia menyelipkan punggung tangan untuk menopang dagunya.
"Jika bercinta sangat menakjubkan, bagaimana kau bisa menahannya selama ini? Kau pernah mengatakan alasannya. Kau mengalihkan hasratmu dengan sesuatu yang berguna. Tetapi menekan hasrat yang membara terlihat sangat sulit setelah aku merasakannya sendiri," ujar Gabby.
Kekehan Max terdengar. Matanya memancarkan spekulasi sebelum memberikan jawabannya. Max mengembuskan napasnya setelah mengambil keputusan.
Manik mata Max berubah menjadi menggoda. "Aku tidak sesuci itu. Kau benar. Terkadang sangat sulit untuk menahan hasrat yang membara." Max sengaja menggantungkan penjelasannya.
Manik cokelat Gabby berbinar dengan penasaran. Dengan sabar menunggu kelanjutan dari penjelasan Max.
Max berguling menyamping. Lengan kanannya menjadi bantalan yang menopang kepala Gabby. Mata mereka bertatapan dengan intens. Dengan tangan kirinya yang bebas, Max mengambil segenggam rambut merah membara Gabby. Menimbang sejenak bobotnya, merasakan teksturnya yang lembut bagai satin dan menghidu aroma bunga bakung yang samar.
"Terkadang, pikiranku membuat wanita imajiner. Yang menemaniku dengan senyuman indah. Rambutnya merah membara. Wanita itu selalu mengatakan bahwa dia sangat mencintaiku." Max melepas rambut Gabby dari genggamannya. Membuat rambut itu tersebar di lekuk manis pinggangnya. Kemudian Max membawa tangan Gabby yang bersandar pada dadanya untuk dikecup. "Saat aku memikirkan wanita imajiner itu, aku memuaskan diriku sendiri," ujar Max seraya membawa tangan Gabby pada bukti gairahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanting Earl [Completed]
Narrativa StoricaDipublikasi pertama kali pada akun HAI2017 *** Blakely #2 Miss Gabriella Edgerton, dengan sangat terpaksa menuruti perintah ibunya untuk berlayar ke Inggris demi mencari suami seorang bangsawan. Ayahnya adalah orang kaya baru yang dikucilkan masyara...