Saat pemain orkestra bersiap dengan alat musiknya, dengan luwes Max menawarkan lengannya pada Gabby. Lengan mungil yang melingkari lekukan sikunya terasa tegang. Sayang sekali Max tidak bisa mengusapnya untuk melepaskan ketegangan itu karena perhatian ton pada mereka.
Mereka menempati lantai dansa. Max bersyukur ada puluhan pasangan yang berdiri di sekeliling mereka. Menciptakan privasi dari mata di luar lantai dansa yang mengamati.
Max melingkarkan lengannya pada pinggang Gabby. Menariknya sedekat mungkin dengan tubuhnya. Tiba-tiba, Max mendukung mode wanita saat ini menghilangkan crinoline sebagai kerangka roknya. Bustle yang dikenakkan Gabby pada bagian belakang tubuhnya menghapus seluruh jarak yang tersisa di antara mereka.
"Bukankah posisi kita terlalu intim daripada yang diizinkan?" tanya Gabby dengan pelan. Meskipun mengeluarkan pertanyaan tersebut, senyum cantik yang menampilkan lesung pipi pada wajahnya memberitahu Max bahwa Gabby tidak keberatan.
"Tidak ketika rasa rindu di antara kita siap meledak," ujar Max dengan tenang.
Ketika rangkaian nada tertangkap pendengarannya, dengan luwes Max menuntun Gabby untuk mulai melangkah. Menikmati waltz kedua mereka.
"Kau merindukanku?" Tanpa berpikir, Gabby melangkah dengan Max yang menuntunnya.
"Apa yang membuatmu berpikir aku tidak merindukanmu?" Max memutar Gabby seperempat lingkaran.
Gabby mengangkat bahunya ketika tangan besar Max kembali memeluk pinggangnya. "Aku pikir kau akan melupakan gadis bodoh yang tidak bisa mengenali perasaannya sendiri," ujarnya dengan wajah merona.
Senyuman cemerlang menghiasi bibir Max. Melembutkan ketajaman matanya. "Gadis yang kurindukan bukanlah gadis bodoh."
Rona merah mulai merambati pipi Gabby. Perasaannya memuai. Semua keraguan yang sebelumnya mengendap di hatinya menghilang seketika. Ia tidak salah jika menitipkan hatinya pada pria tampan di hadapannya.
"Rona merah di pipimu selalu membuatmu terlihat cantik," Max berbisik di telinga Gabby. Embusan napas hangatnya menerbangkan ikal rambut Gabby.
Gabby menggigit bibirnya saat tubuhnya menggelinjang hanya dengan embusan napas Max yang membelai telinga dan sebagian wajahnya. Menambah rona kemerahan di pipinya.
"Teruslah merona dan aku sangat yakin kita tidak akan bisa menyelesaikan dansa ini."
Kali ini Max menampilkan senyum menggoda yang Gabby lihat untuk kedua kalinya.
"Mengapa?" Gabby menanyakannya dengan bisikan. Meskipun di dalam hatinya ia yakin Max akan menjawab apa.
"Karena aku akan menciummu di sini. Di hadapan seluruh pedansa dan tamu undangan yang memperhatikan kita dari pinggir lantai dansa," ujar Max. Nada menggoda sangat kentara pada suaranya yang dalam dan berat.
Gabby merasa jika kedalaman suara Max sangat memikat. Ia berdoa dalam hatinya agar Max terus menunjukkan senyum dan nada menggodanya pada Gabby. Seumur hidup mereka.
"Bukankah hal itu akan 'memeriahkan' pesta dansa ini?" balas Gabby dengan nada menggodanya.
"Ya. Sekaligus mengumumkan pada dunia bahwa kau milikku."
Gabby tertawa kecil. "Sepertinya kemampuan merayumu kembali ke permukaan, My Lord. Sebuah kehormatan untukku karena akulah yang memancingnya keluar." Dengan berani, Gabby mengedipkan sebelah matanya.
Max mengeluarkan tawa lepasnya. Membuat beberapa pasangan dansa di dekat mereka menoleh karena penasaran.
Max berdeham. Berusaha menekan kebahagiaannya. Sayangnya, ia tidak bisa. Senyum lebar mengganti tawa lepasnya. "Dan kau, Miss. Kau akhirnya menunjukkan sisi bersemangatmu. Apakah itu semua karena diriku?"
![](https://img.wattpad.com/cover/111026834-288-k155256.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Enchanting Earl [Completed]
Historical FictionDipublikasi pertama kali pada akun HAI2017 *** Blakely #2 Miss Gabriella Edgerton, dengan sangat terpaksa menuruti perintah ibunya untuk berlayar ke Inggris demi mencari suami seorang bangsawan. Ayahnya adalah orang kaya baru yang dikucilkan masyara...