Enchanting 4

8.1K 643 13
                                    

Gabby mengeratkan mantel hangatnya. Menjaga suhu tubuhnya agar tetap hangat pada musim dingin di Inggris.

Salju masih bertahan hingga akhir musim. Gabby tidak tahan dengan cuaca seperti ini. Ia terbiasa oleh iklim kering Texas. Dan ia sangat merindukan tanah kelahirannya. Juga Benjamin. Kekasihnya yang belum membalas surat-surat yang ia kirimkan.

Ia ingin mengetahui perubahan yang terjadi di tanah kelahirannya selama dirinya berada di negeri yang asing ini. Negeri yang penuh dengan aturan kebangsawanan yang ketat. Ia bukan seorang bangsawan dan ia tidak ingin menjadi seorang bangsawan.

Embusan napasnya menghasilkan uap putih yang melayang-layang di udara kemudian menghilang. Gabby semakin mengetatkan mantelnya. Berjalan di jalan setapak taman Duke of Moreland. Tidak ada warna apapun selain warna putih yang mendominasi.

Ia dan keluarganya masih berada di estat kedua Duke of Moreland bersama tamu lainnya karena jalan utama tertutup salju yang tidak mungkin dilewati kereta kuda. Membuat kepulangan mereka tertunda.

Gabby kembali melipat lengannya di depan dada. Berusaha melindungi dirinya dari rasa dingin. Ia mendesah ketika akhirnya hati nuraninya menang dan menyuruhnya kembali ke dalam rumah setelah kepergiannya yang diam-diam. Emma pasti mengkhawatirkannya dan ia yakin teman barunya itu akan menyampaikan kekhawatirannya pada ibunya karena pergi keluar tanpa pendamping.

Ia berbalik dan terperanjat ketika matanya melihat dada bidang yang dibalut mantel tebal. Gabby mendongak jauh karena pria di hadapannya terlalu tinggi.

"Gabby." Pria itu memanggil namanya dengan suara berat dan dalam. Sehingga Gabby merasakan pria itu seakan membelainya hanya dengan mengucapkan namanya.

"My Lord!" ucap Gabby dengan nada terkejut yang sangat kentara.

"Apa yang kau lakukan di luar? Cuaca sedang tidak bersahabat. Masuklah dan hangatkan dirimu. Aku tidak ingin kau sakit," ujar Max seraya mengulurkan lengannya.

Gabby menatap mata biru Max yang memancarkan kesungguhan dan kekhawatiran lalu matanya turun menatap lengan kekar di hadapannya. Rasa panas tiba-tiba menjalar di kedua pipinya ketika ia mengingat dansanya dengan pria itu.

Matanya mengerjap ketika belaian jemari Max yang besar dan panjang di punggungnya kembali terasa. Ia menggigit bibir bawahnya. Menimbang-nimbang untuk menerima uluran lengan tersebut.

Ia tidak bermaksud berlaku kurang sopan dengan mengabaikan uluran tangan seorang gentleman. Hanya saja, sentuhan sekecil apa pun yang dilakukan Max padanya, membawa getar aneh di dalam dirinya. Juga rasa bersalah.

"Bagaimana kau tahu aku ada di sini, My Lord?" Gabby akhirnya memutuskan untuk menerima uluran tangan tersebut. Ia hampir mendesah keras karena saat tubuh mereka bersentuhan, tidak ada reaksi apa pun dari dirinya. Dalam hati ia berterima kasih pada pakaian mereka berdua yang begitu tebal.

"Aku melihatmu," jawab Max seraya menuntunnya untuk kembali ke dalam rumah.

Gabby mengernyit ketika lord di sampingnya selalu menjawab pertanyaannya dengan sangat singkat. Sehingga Gabby harus terus menanyakan atau mencari pertanyaan yang tepat. "Kau melihatku?"

Max memberikan senyum tipisnya. Tapi senyum itu mampu memberikan berjuta sensasi di tubuh Gabby. Ia harus menjaga pandangannya lurus ke depan atau ia akan bernasib sama seperti salju yang mencair di akhir musim.

"Kamarku menghadap taman ini."

Pria itu menunjuk ke arah salah satu jendela besar. Letaknya memang menghadap ke arah taman. Tapi itu di lantai dua. Bagaimana bisa pria itu mengenalinya?

"Aku mengenalimu, Gabby. Aku akan mengenalimu di mana pun," ujar Max dengan nada yang serius.

Mereka tiba di serambi timur estat sang duke. Dan Gabby masih berdebar karena pernyataan sederhana pria itu. Mereka berhenti berjalan. Gabby memberanikan diri menatap wajah Max yang terpahat sempurna. Lalu memandang mata birunya yang menakjubkan.

Enchanting Earl [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang