oO5Oo

39 3 0
                                    

28 April 2017

Kesedihan tak merubahnya. Dia tetap pada jalurnya. Bergerak seperti seharusnya. Hari ini, Candela, berjuang dengan ambisinya dan tentu saja...

Ketekunan.

Pelatda hari keempat sudah dimulai sejak tiga puluh tujuh menit yan lalu. Partikel-partikel halus debu, aerosol yang kasat mata, dan uap air yang tergapai, hari ini berkonspirasi melawan surya. Mereka menyebabkan hujan turun tak henti-hentinya dari pukul 05.00.

Hawa dingin menepuk Kanor untuk sigap mematikan beberapa AC. Membiarkan AC yang ada di dekat pintu utama dan samping untuk tetap menyala. Seperti biasa, rutinitas selanjutnya adalah melihat keadaan anak-anak.

"Candela, apa kabar? Kamu gak sakit kan?" tanya Kanor, lembut. Dia memutuskan untuk ke ruangan fisika terlebih dahulu. Mereka tidak berolahraga karena cuaca. Kemarin Candela juga ketiduran sehingga tidak ikut. Jadi ini pertemuan setelah dua puluh empat jam.

"Baik, nggak" balas Candela, sopan. Dia juga tersenyum hingga ke mata.

"Baguslah ka..." kalimat Kanor dipotong dengan teriakan menggema Galenda.

Ruang fisika berhadapan dengan pintu utama. Tentu saja, Galenda dan Queisha, yang masuk melalui pintu utama melihat senyum Candela. Fenomena yang bahkan bagi Galenda bisa terhitung jari dalam setahun.

"Candela, kamu demam?" Galenda berkata sambil memegang jidat Candela. Candela menepis tangan Galenda dan menjawab tidak dengan gelengan kepala.

Baru sadar akan keberadaan Kanor, Galenda pun berucap, "Kak Kanor? Kemana aja kak kemarin? Habis olahraga aku gak liat kakak lagi."

Kanor tersenyum canggung dan menggaruk tengkuk. Baru saja ia akan menjawab, Pak Eep menginterupsi, "Kalian kok masih di sini? Gak pembinaan?"

"Mampus aku. Pak Nadimun pasti marah besar nih." Adalah Galenda yang pertama bereaksi. Dia berteriak kecil sambil menepuk jidat lalu lari menuju ruangannya. Pak Nadimun adalah guru biologi sekolah Galenda, SMAN 1 Kota Jambi. Beliau pula yang membina Galenda di sekolah. Jadi segala sesuatu mengenainya sudah diketahui Galenda. Termasuk sifatnya yang tegas dan disiplin.

"Kalo mapel ekonomi bapaknya tadi barusan sarapan, Pak. Kami terlambat karena Galenda sibuk kenalan sama bapak yang bina saya," jelas Queisha. Dari Pak Eep, dia menoleh sedikit untuk melihat Kanor. Menarik nafas, "Jadi kakak kemana aja?" tanyanya.

"Biasa urusan sama panitia. Kakak kan harus laporin ke mereka," jawab Kanor, berusaha tenang. Dia meneloh ke belakang lalu dengan cepat kembali melihat Queisha, "Eh, Queisha. Itu bapaknya udah datang. Cepetan sana ke ruangan."

Queisha merasa ada yang aneh dengan Kanor. Tapi dia tidak mau ikut campur. Selain itu dia juga tidak mau menjadi pengganggu di ruang fisika, tidak enak dengan Pak Eep. Sambil berjalan menuju ruangannya, dia terus memikirkan raut muka Kanor barusan. Cemas dan sedikit berbohong.

;.;.;.;.;

Waktu bergulir sangat cepat bagi penghuni hall ini. Dikarenakan hari ini adalah Jumat, maka jam ishoma dipercepat lima belas menit. Pukul 11.45 sudah bubar. Terdengar panggilan Kanor yang mengajak para keturunan adam muslim untuk jumatan. Non-muslim diperbolehkan untuk makan siang.

Candela, Jochev, Queisha dan Galenda sedang berbaris untuk menggambil makan siang. Bukan Jochev namanya kalau tidak berbuat ulah. Dia berbalik ke belakang, tersenyum manis dan mulai berkata-kata, "Hai, Gal. Tadi gimana Pak Nadimun?"

RASIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang