oO4Oo

63 3 0
                                    

27 April 2017

"Pelatda hari ketiga. 加油*." Candela membaca tulisan pada post it berwarna merah muda. Kertas itu tertempel di layar laptop di hadapannya. Pasti kerjaan Galenda, pikirnya. Setelah bercerita panjang-lebar dengan nada yang semakin heboh dan dilanjutkan setelah belajar malam, Galenda tampak legah. Senyum tak pernah redup. Selalu menampakkan kawat gigi silver, baik saat bercerita dan setelahnya.

"Eh, kamu udah bangun, Can?" Galenda baru saja keluar dari kamar mandi ketika menyapa. Seragam sekolah sudah rapi dipakainya. Handuk merah tersampir di bahu kiri sdan tangan kanan membawa tas kecil. Tas itu selalu dibawa Galenda kemana-mana karena berisi peralatan make up sederhana.

Menoleh, Candela sadar ia ditanya, maka, "Iya," meluncur dari mulut.

"Semalam pasti belajar sampai larut kan?" tebak Galenda. Tentu saja, sebelum bertanya ia sudah mengetahui jawabannya.

Candela menganguk sebagai balasan. Ia beranjak dari kursi, mengambil handuk dan seragamnya hendak mandi.

"Tenang aja, Can. Tadi aku udah ijinin kamu gak ikut olahraga sama Kak Kanor." Galenda memberitahu, tersenyum ceria.

Candela sudah masuk ke kamar mandi dan sebelum menutup pintu, "Makasih, Gal."

;.;.;.;.;

Candela dan Galenda sedang memakai kaus kaki ketika bel kamar mereka berbunyi. Tanpa komandan Galenda berdiri, berjalan menuju pintu. Ketika pintu dibuka tidak ada satu makhluk makroskopis pun. Menurunkan lensa ke bawah, didapati Galenda sebuah kotak dan selimut terbungkus plastik.

"Can, liat deh. Kita punya penggemar rahasia. Mencet bel cuman buat kasih kita ini," sorak Galenda heboh. Dia membawa kotak dan selimut itu ke dalam lalu menutup pintu.

"Selimut itu kan punya aku," komentar Candela, ketika melihat barang yang dibawa Galenda.

"Masa sih. Kok kayak dari tempat loundry ya?" balas Galenda. Kemudian dia membuka kotak berwarna hijau dengan motif bunga-bunga berwarna emas. Isinya adalah sebuah buku berjudul 'How The Mind Works' karya Steven Pinker dan sebuah earphone.

"Ini kan buku psikologi yang udah lama banget pingin aku beli. Ah, manisnya penggemar rahasia kita, Can," teriak Galenda.

"Kamu gak bakalan bilang dia manis lagi setelah baca ini." Candela memberikan Galenda sebuah kartu ucapan setelah berbicara.

" Candela memberikan Galenda sebuah kartu ucapan setelah berbicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa?! Jadi buku ini dari Jochev. Trus selimut ini..." Galenda bereaksi, setelah beberapa saat membaca.

"Tengah malam aku turun ke lobby, mau cari suasana belajar yang lebih baik. Gak taunya aku ngeliat dia malah tidur di sofa. Gak tega, aku selimutin dia," Candela menarik nafas, lalu, "Earphone itu dia pinjem waktu belajar."

"Yah...bukan penggemar rahasia ya," gumam Galenda, pelan.

Tanpa mereka sadari Queisha sudah berdiri di depan pintu. Kamarnya bersebelahan dengan kamar Candela dan Galenda. Awalnya mereka bertiga akan sekamar karena peserta pelatda perempuan hanya mereka. Tetapi ada satu-satunya panitia yang berasal dari kaum hawa—kebetulan seagama dengan Queisha—ia pun meminta Queisha untuk menjadi teman sekamar.

RASIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang