End.

159 11 0
                                    

Aku meneteskan air mata tanpa kusadari. Kesedihanku melanda seluruh hatiku. Aku masih tidak percaya apa yang terjadi pada hari ini.

Dulu aku sangat ingin menjadi seperti tokoh utama pada cerita cerita novel. Ditinggal kekasihnya lalu mendapat perjuangan manis dari kekasihnya. Salah paham yang melibatkan takdir mereka.

Tapi, aku tahu bahwa rasanya sangat sakit seperti itu. Aku merasakannya saat ini. Padahal aku sudah tidak ada keinginan menjadi tokoh utama. Aku hanya ingin menjalani hidup dengan tenang dan bahagia.

Aku masih ingat kejadian 7,5 tahun yang lalu. Tepatnya saat aku masih kelas 1 SMA. Bertemu dengan kakak kelas yang menarik perhatianku. Dan Tuhan menakdirkan aku dan dia menjadi 'kita'. Walaupun selama 7,5 tahun ini kami sering putus-nyambung. Untungnya kami hanya putus kurang lebih 1 minggu lalu nyambung lagi.

Bahagia adalah hal yang aku rasakan saat itu. Pelukan hangatnya masih terasa seakan akan bekasnya terus menerus menyelimutiku.

Mengingatnya, dadaku menjadi sesak kembali. Sesak yang mendalam sehingga membuatku sulit bernafas dan terus menerus menjadikan air mata sebagai pelampiasan.

Aku kecewa dengannya, aku marah dengan diriku sendiri. Seharusnya aku tidak mengambil keputusan dengan cepat. Seharusnya aku tidak percaya dengan iming-imingnya. Seharusnya aku tau janjinya hanya sekedar omong kosong. Sudahlah, jika memang ada kata "seharusnya" aku mengartikannya menjadi tidak.

Aku menangis didalam kamarku yang menyimpan banyak kenangan diriku dengannya. Aku mengedarkan pandanganku ke penjuru kamarku. Terdapat banyak sekali foto kami berdua. Di meja belajarku terdapat jam pasir pemberiannya.

Saat aku ulang tahun 2 tahun yang lalu dia menghadiahiku itu. Dia bilang dia ingin menjadi waktu agar bisa terus bersamaku. Jam pasir adalah penghitung waktu yang isinya pasir halus. Sama sepertiku. Tapi omongannya adalah omong kosong.

Ya Tuhan, rasanya aku ingin berteriak sekencang kencangnya. Aku merasakan hal yang bernama sakit hati. Kenapa dia tega seperti itu?

Aku tidak tau siapa perempuan itu. Aku sudah sangat mengenal keluarganya. Aku tidak yakin jika perempuan itu adalah saudaranya.

Tapi sepertinya aku ingat siapa perempuan itu. Dia adalah mantan pacar kak Ian sebelum memulai hubungan denganku. Namanya Kinanti Uthiyya atau akrab disapa Kinan. Kak Kinan dulunya adalah anggota OSIS. Itulah mengapa kak Ian dengan kak Kinan begitu dekat. Aku sudah menceritakannya. Ya, dia adalah mantan kak Ian yang dulu masih mengejar cinta kak Ian.

Kak Kinan jauh lebih sempurna dariku. Baik, cantik, tinggi, tubuh ideal, putih, berhijab, sholehah, pintar. Apalagi yang dapat ditolak oleh para lelaki dari pesona kak Kinan?

Aku tau seharusnya aku mencari tau yang sebenarnya. Tapi rasa sakitku kembali menyerang saat aku melihat mereka berdua berpelukkan. Aku bukan tipe yang pencemburu. Itupun karena kak Ian tidak pernah ganjen dengan perempuan lain selama 'bersamaku'.

Melihat kejadian kemarin rasanya aku mati rasa. Ribuan jarum menusuk tepat sasaran. Dia cinta pertamaku dan patah hati pertamaku. Sangatlah komplit.

Aku mendengar teriakkan mamaku bahwa ada yang ingin bertemu denganku. Sebenarnya aku curiga jika yang datang adalah kak Ian. Tapi mamaku selalu memberi tahuku jika kak Ian yang datang. Ya, kak Ian sudah sangat dekat dengan keluargaku.

Dengan rasa malas aku langsung menuju ke ruang tamu. Saking malasnya aku hanya mencuci muka agar mata sembabku tersamar. Nyatanya mataku masih saja bengkak. Aku tidak mempedulikan itu.

Ku lihat ruang tamu sepi, mamaku sedang ada di belakang btw. Dengan langkah malas sambil berdecak aku menuju ke arah teras rumah. Awalnya aku malas untuk membuka mata, tapi setelah melihat siapa yang datang mataku seketika melotot terkejut.

Cold Senior [2/2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang