Kompres dingin Krisan letakkan dikepala Ibunya yang terbaring lemah. Sejak Ibunya menyaksikan Mama Rhenza memarahi dan memakinya, sakitnya semakin parah dan tubuhnya semakin lemah. Namun ia tak mau berobat ke dokter karena berbenturan dengan biaya. Diam-diam ia menangis melihat kondisi Ibunya, mengapa dalam keadaan seperti ini Ibunya juga harus menyaksikan hal yang tak pantas. Ia merasa telah menyiksa Ibunya dengan cintanya kepada Rhenza.
'Ibu, maafkanlah anakmu yang sulit ini' batinnya. Hatinya terasa sakit, jiwanya terasa goyah akan keyakinan untuk hidup. Mengapa derita cinta harus ia rasakan dalam tulusnya cinta. Bahkan dirinya selalu merasakan bahwa perbedaan adalah penghalang cintanya.
Krisan semakin menangis melihat tubuh Ibunya yang menggigil. Hatinya terasa tersayat dan rapuh. Namun kesedihan itu segera hilang akibat ponselnya berdering. Ia segera mengangkatnya dengan suara yang lirih.
'Hallo, assalamu'alaikum'
'......'
'Iya, saya sendiri'
'.....'
'Maksud bapak apa ya?' suaranya menjadi tidak karuan, sedih, syok dan rasa tak percaya.
'.....'
'Bapak jangan asal bicara! Ayah saya baru saja berangkat ke sekolah untuk mengajar'
'....'
Seketika ponselnya jatuh, air matanya bercucuran. Ia membekam mulutnya dengan tangan kecilnya agar tangisannya tidak didengar ibunya. Ia tak ingin kabar buruk ini sampai kepada ibunya yang masih terbaring sakit.
'Gak mungkin! Ayah masih hidup! Hiks..' batinnya menangis, dadanya terasa sesak dan pikirannya terasa hancur berkeping ketika mendengar kabar bahwa Ayahnya meninggal karena kecelakaan saat perjalanan menuju sekolah untuk mengajar.
Tanpa pikir panjang, Krisan membuka pintu dan berlari keluar meninggalkan Ibunya, sekuat tenaga kakinya ia langkahkan walau terlihat tertatih. Kepalanya terasa pusing memutar namun tetap ia paksakan. Sesekali ia mengusap kasar air matanya yang tak kunjung surut. Ia merasa hatinya tak dapat lagi diibaratkan rasa sakitnya.
"Astagfirullah Ayah,, hiks" kalimat itulah yang selalu terucap dalam setiap hembusan napasnya.
----
Krisan terus menangis meraung didalam pelukan seorang polisi muda yang membawa Ayahnya ke rumah sakit. Ia tak perduli siapa yang ia peluk dan siapa yang ada dihadapannya itu. Seorang perawat laki-laki mengantarkannya ke ruang jenazah bersama polisi tersebut.
Tubuhnya gemetar saat tangannya hendak membuka kain penutup jenazah, namun ia mencoba tegar dan memastikan bahwa itu bukan Ayahnya. Dalam hatinya untaian do'a terus mengalir. Ia selalu berharap semoga berita ini salah dan orang yang berada dibalik kain putih ini bukanlah Ayahnya.
Harapannya hancur saat melihat sosok dibalik kain putih yang menutupi tubuhnya. Memang benar itu adalah Ayahnya. Akhirnya tubuhnya lemas, ia tergeletak dilantai dan sudah tidak ingat apa-apa lagi. Krisan dibopong oleh polisi muda itu menuju ke ruangan tunggu. Setelah ia sadar, polisi tersebut memberinya air mineral.
Air matanya kembali jatuh, hatinya begitu sakit. Ia berpikir apa ini adalah kejutan yang Mama Rhenza maksud? Jika benar, mengapa semudah itu mereka menyakitinya dengan cara yang begitu kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Jahat sekali, tangan mereka kotor dan keji.Ponselnya berdering berkali-kali, namun Krisan hanya mengabaikannya. Ia terus melamun hingga tidak memikirkan apapun selain Ayahnya. Ponselnya kembali berdering, namun kali ini Krisan mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelepon dirinya.
'Halo?' suaranya gemetar, lirih dan menyakitkan.
'Hallo, wa'alaikum salam sayang,, kamu kemana aja? Dari tadi aku telfon'
KAMU SEDANG MEMBACA
Cintaku Hanya Untukmu (Selesai)
Short StoryKisah cinta seorang perwira TNI muda yang terlahir dari keluarga kaya raya dengan seorang gadis biasa yang terlahir dari keluarga sederhana dan serba berkecukupan. Namun ternyata, perbedaan itulah yang menjadi penghalang bagi cinta mereka hingga ber...