#Part 8

1.9K 97 4
                                    

Cinta itu burung yang indah..
Yang mengemis untuk ditangkap dan menolak untuk dilukai
~Khalil Gibran~

Krisan berlari menerobos derasnya hujan. Entah sudah berapa kali ia terjatuh. Selalu ia berusaha untuk pergi menjauh, ia tidak ingin melihat Rhenza yang terluka karenanya.

"Bodoh! Hiks.. Aku memang bodoh!" Krisan terus berlari sembari menangis. Tangannya tak henti memukul dadanya yang terasa begitu sakit.

'Tuhan, aku harus bagaimana? Akankah aku sanggup menjalaninya? Jika dulu aku tidak pernah bertemu dengannya, mungkin tidak akan ada hati yang menderita' batinnya terasa luka. Rasanya ia ingin pergi saja dari kehidupan fana ini. Lelah sekali ia dengan kehidupan ini.

Ia terus berlari mengikuti jalanan yang lurus terbuka menampakkan raganya untuk Krisan pergi. Entah akan kemana kakinya melangkah ia hanya ingin mengikutinya saja.

Lelah? Tidak, lelahnya telah habis. Kini raga yang ditempa tetesan air itu bagaikan cangkang kosong yang menyembunyikan hati yang telah luka.

Cinta yang telah membuatnya hancur, membuat keluarganya berantakan dan membuatnya gila ini telah berakhir, ia benar-benar mengakhirnya sendiri. Cinta yang selama ini selalu ia jaga walaupun terlarang itu juga sudah tidak dapat menolongnya lagi.

Tiba-tiba, kakinya berhenti melangkah. Tepat dibawah lampu merkuri yang telah menyala, hari semakin gelap dengan hujan yang masih deras. Bayangannya terasa berada dialam bawah sadar.

"Ayah? Ibu? Kak Rhenza?" ia mulai melihat orang-orang tersebut disekitarnya, mereka terlihat ingin merangkulnya, namun sulit ia untuk menggapainya, semakin ia berusaha semakin mereka menjauh.

"Aku takut! Aku takut sendiri!" Krisan terduduk lemas memeluk lututnya dan bersandar di tiang lampu. Ia menangis sendirian, halusinasinya mulai merambah pikirannya. Ia seperti orang gila yang barusaja kehilangan harapannya.

~~~

Satu tahun berlalu, Rhenza menjalani kehidupannya dengan hati yang masih sama, bayangan Krisan selalu terasa nyata disetiap harinya. Namun Rhenza selalu berusaha untuk memperbaiki dirinya, tidak sepatutnya ia berlarut-larut dalam kesedihan. Walaupun ia sebenarnya terluka, sangat terluka namun ia tidak ingin membuat orang-orang disekitarnya sedih.

Walau telah lama Krisan meninggalkannya, namun tidak sedikitpun terbesit untuk melupakan Krisan dihatinya. Harapannya adalah kembalinya Krisan padanya. Jikapun tidak, ia berharap semoga saja Krisan hidup dengan baik dan bahagia walau tidak bersamanya lagi.

Untuk apa hidup bersama orang yang dicintai namun hati satu sama lain tersiksa? Sama saja itu menghancurkan cinta itu sendiri secara perlahan.

Meskipun ia terlihat baik-baik saja, terkadang ia menjadi seseorang yang rapuh dan menyedihkan. Namun, Rhenza menghargai keputusan Krisan untuk meninggalkannya. Setia ia teringat Krisan, hidupnya terasa kacau, hancur dan tidak akan ada lagi cinta dihatinya.

Mungkin hanya Alby yang mengetahui semua keluh kesahnya setiap hari. Kisah prajurit ini memang membuatnya terasa digertak musuh. Peperangan ini lebih buruk daripada perang fisik, ini adalah perang hati dan mental. Jika Rhenza terus-menerus meratapi kisahnya maka lambat laun ia akan menjadi gila dan hal itu yang Alby takutkan. Namun, Rhenza selalu berupaya agar tidak seperti itu. Ia ingin hidup dengan baik walau tidak sejalan dengan hati dan keinginannya.

Disetiap malam, Rhenza selalu merenung diatas sajadah yang terbentang. Meminta petunjuk dan karunia-Nya yang luar biasa. Mencurahkan semua dukanya pada Tuhan Yang Maha Esa. Hanya dengan ini ia bisa memelihara hatinya, memelihara pikirannya dan nafsunya. Ia selalu mencoba untuk mencari Krisan yang telah lama pergi dari hidupnya namun semua hasilnya sia-sia. Ia tidak pernah menemukan jejak Krisan.

"Ya Allah Krisan, kamu dimana?" ucap Rhenza sembari memandang fotonya bersama Krisan dilayar ponsel.

"Apa kamu baik-baik saja? Aku merindukanmu"

***

Kringggg..

Ponselnya berdering begitu keras dihari yang masih terlalu pagi. Rhenza membuka matanya yang masih berat.

'Demi apa, dia menelepon sepagi ini?'
Ia sedikit mengumpat setelah melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Ya, penelepon intu adalah Adila. Rhenza merasa sedikit ragu dengan gadis ini, beberapa hari ini ia mulai berubah, bahkan tak segan ia merubah cara berpakaiannya yang sebelumnya selalu terlihat fashionable dan you can see itu menjadi tertutup bahkan berjilbab. Ada apa dengan gadis arogan itu? Bahkan sifat arogannya yang menjadi ciri khas itu kini hilang, sikap dan sifatnya lebih baik dan lebih lembut. Namun, Rhenza sedikit bersyukur bahwa Adila mampu mengubah kepribadian buruknya menjadi lebih baik.

"Hallo, assalamu'alaikum Adila ada apa?" suara serak Rhenza menjadi pembuka pada telepon tersebut.

"Wa'alaikumsalam, Alhamdulillah kamu sudah bangun. Udah sholat subuh? Jangan lupa ya! Aku cuma mau bangunin kamu buat sholat subuh, soalnya kalau libur kamu bangunnya pasti siang" suara kecil itu membuat hati Rhenza sedikit terenyuh. Benarkah ini Adila? Batinnya selalu bertanya-tanya.

"Iya Dila, aku gak mungkin lupa sholat, makasih sudah mengingatkan"

"Oke, kalau gitu aku tutup teleponnya. Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam"

Beberapa saat, Rhenza pernah terpikir bahwa tidak ada salahnya ia menerima Adila. Meskipun tidak sepenuhnya hatinya bisa menerima Adila, tetapi apa salahnya jika ia mulai membuka hatinya untuk orang lain yang mampu menjadi lebih baik. Walaupun hatinya selalu tentang Krisan, namun ia sedikit mundur akan hal itu, cintanya bersama Krisan hanya akan membuat sebuah kerusakan saja, ia tidak mau memberi Krisan sebuah penderitaan setelah semuanya terjadi. Namun, itu hanya bayangannya saja.

Matahari semakin menyingsing. Semenjak telepon itu berbunyi Rhenza tidak lagi dapat menutup matanya hingga siang. Ia berlari berkeliling kompleks perumahan untuk sekedar berolahraga. Dengan earphone yang terpasang dikedua telinganya dan sebuah lagu yang terputar. Namun, lagu itu berhenti mengalunkan melodi dan berganti dengan suara nyaring dari nada dering telepon. Ia segera merogoh ponselnya dan melihat siapa si penelepon tersebut.

'Mamah? Ada apa ya?' batinnya, ia segera menggeser layar ponselnya.

"Hallo, Assalamu'alaikum Mah?"

"Rhenza! Nak, Adila.. Adila!" suara diseberang sana terdengar sangat panik. Ada apa sebenarnya?

"Hallo mah? Kenapa Adila? Mah?" Rhenza menjadi panik setelah mendengar Ibunya menelepon dengan nada yang menggemparkan. Namun, disaat kondisi seperti ini Ibunya malah menangis sehingga membuat Rhenza semakin panik.

"Adila.. Hiks"

"Adila kenapa Mah? Mah! Hallo Mah?" suara Ibunya itu malah berubah menjadi tangisan.

"Adila.."

Cintaku Hanya Untukmu (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang