Tentang Rasa

147 0 0
                                    

"Cinta tak melulu tentang bagaimana cara aku memilikimu, tapi tentang bagaimana cara aku akan melepaskanmu. Karena terkadang aku lupa, bahwa genggaman tanganku mampu membuatmu terluka. Oh iya, bukan hanya kamu, tapi aku juga." - Nova Margaretha Sihotang


Yogyakarta,  20 Juni 2017

Lagi. Aku terjebak di sini. Ditengah hujan deras yang mengguyur kota Yogya. Tak ada yang special hari itu. Kecuali pesan yang sedaritadi membuatku tergugu diam dan melewatkan bus pertamaku. Pesan yang entah sejak kapan membuatku lupa untuk bernapas barang sebentar.

Aku tak tahu apa yang terjadi saat tangan nakalku merasa terusik dengan getaran pada ponsel biru kesayanganku yang terus-terusan membuat kesal. Biasanya hanya ada satu orang yang berhasil membuatku mengumpat akibat perbuatannya. Cindy Helen. Itu sahabatku.

Tapi kali ini berbeda. Bukan dia sumber kekesalanku saat ini. Atau bahkan, bisakah aku menyebutnya perasaan kesal sementara aku merasa tak sanggup untuk berkata-kata.

Johanes Hindartono : Aku merindukanmu, malaikat kecil yang mengajarkanku tentang cinta.

Hanya sebaris memang, tapi mampu menggetarkan rasa yang telah kutenggelamkan itu. Bayangkan, aku hampir saja tersihir oleh perkataannya jika Cindy tidak dengan segera membangunkanku.

Cin's  : Wajar jika ia merindukanmu, peng.
Cin's  : Justru lucu jika ia tak menghubungimu lagi dan mengatakan hal konyol seperti itu.
Cin's  : Jangan melambung dan lupakan perasaanmu tentangnya!
Cin's  : Aku akan membunuhmu jika kau menerimanya kembali!

Dan ucapannya benar.

Aku tak mungkin menyukainya lagi. Rasaku telah lenyap bersama kenangan yang ia ciptakan sendiri. Rasa itu sudah kutenggelamkan jauh-jauh hari sebelum aku memutuskan untuk membencinya. Namun, apa dayaku? Cinta menggenggamku terlalu erat sampai aku lupa bahwa aku pernah terluka karena itu.

Cin's

Line call dari sahabatku.

Aku segera menekan tombol hijau di sisi kiri ponselku. Dan sedetik kemudian pekikan darinya menyambutku. Sungguh, aku membenci wanita itu.

"Yakh! Jangan sekali-sekali kau luluh atas ucapan busuk dari pria bejat itu."

Aku tak meresponnya. Tanganku sedikit menarik ponsel untuk menjauh dari indera pendengaranku. Bisa-bisa aku tuli karena gadis gila itu.

"Iya, Cin. Aku paham." Aku menyahutinya setelah yakin ia tak akan mengeluarkan suaranya lagi. "Aku hanya shock karena tiba-tiba dia menghubungiku lagi."

Aku mendengar hembusan napas lelah di ujung sana. Dan aku tahu, ia memang cukup lelah untuk menanggapi omong kosong ku saat ini. "Dengar aku, Peng. Ini bukan masalah dia tiba-tiba menghubungimu. Bisa jadi dia berusaha untuk mendekatimu lagi. Kau tak lupakan bahwa ia pernah mengkhianatimu? Bahkan secara terang-terangan."

Aku mengangguk mengharapkan ia mengerti dan mengetahuinya.

"Berhenti berharap padanya. Toh, selama ini kau sudah cukup baik-baik saja tanpa dirinya."

Lagi. Aku mendapati apa yang dikatanya benar. Namun tetap saja, perasaan wanita akan goyah hanya oleh dua huruf 'Hi' yang menyambangi ruang chat di HP nya. Konyol kan?

Bagaimanapun aku berusaha, tetap saja, rasaku untuknya bukan sekedar sayang. Namun cinta. Dan kini aku berusaha untuk percaya, bahwa cintaku terlah hilang.

FIN

Kumpulan ceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang