"Cakke, kamu kenapa sih? Semenjak ketemu Tara tadi siang, kamu jadi murung dan pendiam gini. Kamu sakit?" ucap Angga dengan segala kemampuannya untuk memperhatikan calon istrinya tersebut. Kemudi yang berada di depannya seolah bukan jadi objek yang penting baginya lagi. Sedari tadi bahkan Cakke tak sadar bahwa mobil telah menepi di jalan Soedirman.
Angga menarik tangan Cakke lalu membawanya ke pangkuan. "Kiyo itu sebenarnya siapa sih? Kamu berubah semenjak tau bahwa Kiyo bakalan nikah sama Tara."
"Aku enggak kenapa-kenapa kok, Ngga. Dan soal Kiyo-," Cakke memberi jeda cukup lama. Hingga senyum asing itu menghiasi wajahnya. "Kiyo itu dari dulu suka sama Tara. Kan tadi aku udah jelasin semuanya."
"Hanya sebatas kamu mencomblangi Tara dan Kiyo?" tanya Angga seolah memberikan waktu untuk Cakke kembali berpikir. Namun tak sampai sedetik, Cakke sudah mengangguk mantap. Matanya tak bisa diam dan ia terus menatap hamparan jalan luas dan Angga secara bergantian. Hal yang membuat Angga semakin yakin atas apa yang ia pikirkan.
Angga menghembuskan napasnya, "Kita batalin aja nikahnya ya?"
"Ha? Kok gitu?"
"Aku nggak mau nikah sama orang yang nggak jujur sama aku. Dan sama orang yang nggak mau berdamai sama dirinya sendiri."
"Maksud kamu?"
Angga mengalihkan pandangannya. Ia bertahan pada tatapan di depannya tanpa menoleh pada Cakke.
"Aku kenal kamu bukan hanya sehari, seminggu, atau sebulan, Cak. Seumur hidup aku itu selalu bersama kamu. Bedanya, mungkin hanya sekitar 4 tahun aku menghilang, itupun karena aku harus mengejar mimpiku ke Yogya. Dan selama itu, aku tau banyak tentang kamu. 4 tahun ternyata nggak bisa bikin aku buta tentang kamu karena selama itu pula aku semakin mengenalmu," jelas Angga mengeluarkan secarik kertas minnie mouse yang sepertinya tidak asing bagi Cakke. Itu kertas dari Kiyo. Jelas. Karena cuman Kiyo yang selalu mengiriminya surat dengan lembaran Minnie Mouse. "Sebenarnya aku masih ragu mengajak kamu melanjutkan hubungan kita ke jenjang yang lebih tinggi. Kamu masih sayang sama Kiyo dan tau bahwa usaha kamu mendekatkan Kiyo dan Tara berhasil, itu bukan sesuatu yang kamu inginkan. Kamu kecewa. Ku rasa wajar. Namun lebih wajar lagi kalau dari awal kamu nggak usah nerima lamaran aku dan mengejar Kiyo-Kiyo kamu itu. Karena cinta patut diperjuangin, Cak."
Hening. Bahkan Cakke merasa bahwa ia tak sanggup untuk bernapas sekarang. Ia kehilangan cara untuk bisa menghirup dalam-dalam oksigen di ruangan ini.
"Aku yang akan bilang sama Mama bahwa aku ingin pernikahan kita dibatalkan."
Kali ini terdengar begitu mantap.
Cakke segera menoleh dan menatap Angga dalam buram. "Kamu bilang kamu kenal aku, tapi saat-saat seperti ini aku justru merasa nggak kenal kamu."
Cakke tertawa mengejek, "Cinta patut diperjuangkan? Lalu kenapa kamu nggak memperjuangin aku? Karena kamu nggak cinta?"
"Kalau aku nggak cinta aku nggak akan melamar kamu hari itu!" ucapnya penuh kesakitan. Ini pertama kalinya mereka berantam sehebat ini dan hal yang sebenarnya tak ingin dirasakan oleh Angga.
Kehilangan Cakke adalah mimpi buruk baginya namun memperjuangkan wanita yang justru menyimpan rasa buat pria lain sama artinya dengan ia menyiksa dirinya sendiri.
"Lalu kenapa kamu berhenti?" desak Cakke semakin memperkeruh suasana. Ia hanya kehilangan kontrol waktu Angga membicarakan masalah memperjuangkan cintanya.
"Karena kamu sayang dia, Cak! Bahkan sedetikpun tak ada tempat buat aku ada di hati kamu!"
Dan setelahnya Angga lupa apa yang terjadi. Semua berjalan begitu cepat. Hampir seminggu lamanya dan keadaan tidak berubah sedikitpun. Pernikahan mereka nyaris batal seandainya Cakke tidak membantah ucapan Angga. Cakke menjelaskan bahwa ini masalah pribadi antara dia dan Angga dan tidak ada sangkut pautnya dengan pernikahan mereka.
Angga memang selalu mengalah. Ia membiarkan Cakke mengambil alih atas hidupnya dan hal itu diluar kendalinya. Angga hanya berusaha untuk jujur pada dirinya bahwa ia mencintai Cakke dan tak ingin mendapatkan mimpi buruk yang selalu menghantui malamnya.
"Mas, ada mbak Cakke tuh." Itu suara Andini yang menggema memenuhi ruang nonton. Andini berjalan mendekati Angga dan mengelus pundak kakak laki-lakinya. "Masa mau nikah masih marah-marahan sih, Mas? Temui gih. Omongin baik-baik. Andini mendukung segala keputusan Mas."
Angga menghelakan napasnya lalu mengangguk dan memberikan senyum tipis pada adik perempuannya tersebut. Beruntung ada Andini yang setia menghiburnya dalam segala keadaan apapun.
Angga melangkah malas menuju ruang tamu. Udah lama ia tak melihat Cakke bahkan untuk mengobrol pun ia enggan. Cakke masih berusaha memperbaiki hubungan mereka dengan sering berkunjung yang berakhir dengan penolakan pahit. Juga sama halnya dengan telpon atau pun sms dan chat-chat panjang dari Cakke. Ia masih ingin berdiam diri dan membiarkan hatinya tenang.
Belum Angga memikirkan apa yang akan terjadi, matanya sudah menangkap Cakke duduk bersama dengan seorang pria yang asing baginya. Itu bukan teman Cakke. Angga selalu kenal semua orang yang dekat sama Cakke kecuali Kiyo.
Cakke yang merasakan kehadiran Angga segera berdiri dan menghampirinya. Walau masih mendapat penolakan, tapi Cakke berusaha untuk menunjukkan sikap ingin berdamainya.
Cakke berdehem. "Ki, ini calon suami gue, Angga."
Kiyo tersenyum sambil mengulurkan tangannya pada Angga. Angga menyambutnya karena ajaran Mamanya tentang etika.
"Ngga, ini Kiyo, teman masa kuliah aku."
Angga mengangguk lalu memilih duduk dan mengambil jarak aman dengan Cakke. Ia hanya merasa semakin terbebani dengan kehadiran Kiyo. Hal ini semakin membuatnya was-was. Takut-takut kalau kedatangan keduanya adalah untuk membatalkan pernikahan Angga dan Cakke. Ia takut kedatangan mereka sebagai pertanda buruk bagi dirinya.
Namun itu hanya sebatas perkiraannya. Cakke mendekat dan menarik punggung tangan Angga dengan segera. Mata hitam legamnya segera mengunci pergerakan Angga untuk menolak. Tidak bisa membiarkan semuanya berlanjut. Segera memperbaiki hubungan mereka menjadi awal perjuangan Cakke.
"Aku sudah jelasin semuanya sama Kiyo." Ia mengelus punggung tangan Angga dengan lembut. "Kiyo bilang aku salah mengartikan rasaku samanya. Sebenarnya aku sayang dan cintanya sama kamu. Buktinya aku ada di sini dan memperbaiki semuanya."
"Ngga, maaf karena sudah membuatmu seperti ini. Tidak seharusnya aku berharap sama pria lain sementara kamu ada di hadapan aku dan terus mendukung gadis bodoh ini."
Iya, karena sebenarnya seorang yang mencintai akan tahu jalannya kembali pulang. Sejauh apapun. Tidak menghitung jarak dan waktu. Hanya tersisa bagian rasa yang diisi dengan penuh cinta dan sayang.
FIN
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan cerita
DiversosHanya tentang segelintir kenangan yang tak dapat dihapus kemudian ditulis kembali dalam bentuk picisan.