Aku membuka pintu rumahku dengan perlahan. Kepalaku aku putar ke kanan ke kiri, rasa sakit merambat ke seluruh tubuhku. Ah, hari ini aku lelah sekali. Dengan langkah kaki yang diseret, aku berjalan menuju dapur. Dari tadi perutku sudah keroncongan, aku sudah tidak sabar untuk memakan masakan buatan Mama.
Namun, mataku langsung membulat lebar saat melihat Mama tengah berdiri di dapur, dengan botol mantra yang berada di tangannya! Seketika aku baru sadar dan ingat bahwa hari ini aku lupa membawa botol mantra itu bersamaku. Ini semua gara-gara tadi sore akan diadakan ujian mendadak. Aku yang baru bangun dan menerima pesan dari Disa itu otomatis langsung panik dan segera pergi ke tempat kuliah.
"Ma-mama!" seruku panik.
Mama mendongak, menatapku dengan seulas senyum. Ah, ini bukan saatnya untuk senyam-senyum seperti itu. Dia tidak tahu kalau saat ini aku sudah panik sekali.
"Mama kenapa ambil itu?" tanyaku spontan.
Mama tersenyum, lagi. Sambil mengangkat botol itu dan menggoyangkannya, dia menjawab. "Tadi Mama lagi beres-beres kamar kamu, eh ketemu ini. Di dalam botol ini unik gitu. Jadi Mama ambil deh, buat liat sebentar," jawabnya santai. Dia tidak tahu betapa bahayanya bubuk itu.
Aduh, kenapa sekarang bubuk itu malah akan membahayakan keluargaku sendiri? Untuk yang kesekian kalinya, aku merutuki diriku yang bodoh karena telah menerima botol ini begitu saja.
Dengan perlahan, aku mendekati Mama. Kemudian satu alisku terangkat sambil bertanya. "Mama udah buka tutup botol itu belum?"
Mama terdiam sesaat. Dan selama sesaat itulah aku terus waspada. Dalam hati aku terus berharap bahwa Mama sama sekali belum membuka tutup botol itu. Raut wajah Mama yang masih tidak menunjukkan apa-apa itu membuat hatiku semakin gelisah.
Aku kembali bertanya, namun kali ini dengan nada yang agak mendesak. "Atau Mama udah pake bubuk itu buat masak atau apa? Jawab, Ma."
"Kok tau?" Mama nyengir.
Astaga. Aku beralih menatap sup ayam yang ada di atas meja, lalu kembali menatap Mama dengan tatapan sulit dipercaya.
"Nggak, belum kok. Kenapa harus sampe kaget begitu?" tanya Mama sembari tertawa hambar. Oh ternyata dia sedang menjahiliku. Jantungku nyaris saja copot.
"Eng-enggak papa kok, Ma."
"Tapi ini kok kayak pewangi gitu? Mama boleh coba buka? Dari tadi Mama pengen buka, tapi ini kan punya kamu. Jadi Mama tunggu kamu pulang dulu baru tanya kamu," jelasnya. Aku manggut-manggut mengerti, untung saja dia tidak langsung buka. Kalau tidak, bisa fatal akibatnya.
"Jangan buka, Ma!" sergahku cepat. Dan Mama langsung menatapku dengan aneh.
"Itu punya Disa, dia titip kemarin. Dan katanya gak boleh dibuka," bohongku. Mama kembali melihat botol itu dengan kedua alis yang terangkat, kemudian mengangguk singkat.
"Oh ya sudah, ini, kembaliin ke dia." Mama menyodorkan botol itu padaku dan aku baru bisa bernapas dengan lega.
Tinggal satu minggu lagi dan seharusnya aku sudah bertemu dengan cinta sejatiku itu. Dan selama botol ini ada bersamaku, aku tidak berpikiran tuh buat balas dendam dengan mantan-mantanku. Fokusku hanya pada orang yang harus kucari itu. Kalau tidak, bisa-bisa Snowy, teman sekelasku, dan penodong itu. (Oke, aku tarik balik kata-kataku, yang penodong itu tidak termasuk karena dia sudah berbuat jahat. Tapi aku juga tidak mau dia mabuk cinta denganku. Ah sudahlah, dia termasuk saja.) tetap akan mabuk cinta.
Aku ingin membebaskan mereka dari kutukan ini. Kalau saja aku bisa diberi pertunjuk lagi, atau masuk ke dalam papan tulis seperti tadi, mungkin aku bisa tahu lebih banyak. Petunjuk apapun yang datang, dapat aku terima. Asalkan itu bisa membawaku ke jalan keluar dari semua masalah ini.
A/N: Yeyyy, update! Tiga part lagi menuju ending. Ada yang nggak sabar? :p
7 Juli 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Spells
Short StoryKehidupanku berubah sejak bertemu dengan nenek tua yang tidak kuketahui asal-usulnya. Dia memberhentikanku dari aksi bunuh diri yang ingin kulakukan. Siapa sangka setelah itu, ia memberiku satu botol berisi mantra. Katanya, siapa pun yang menghirup...