Cerita ini hanya dipublikasikan di Wattpad!
---
Puri sesekali berdecak kesal ketika melihat jam tangan berwarna biru yang melekat erat di pergelangan tangannya. Menunjukkan pukul 4 sore dan itu berarti Puri sudah menunggu selama lebih dari satu jam. Padahal dia sudah berencana untuk membeli novel bersama kekasihnya, Wibisana. Tapi Wibisana yang ditunggu-tunggu belum juga datang. Puri tahu bahwa Wibi ada jadwal kuliah yang berakhir satu setengah jam yang lalu. Untuk itu dia memutuskan menunggu di salah satu gazebo kampus. Tempat yang biasanya Puri dan Wibi bertemu. Tapi tetap saja, yang ditunggu belum juga datang.
Puri sudah mengirim pesan pada Wibi agar secepatnya pria itu menemui Puri. Lengkap dengan beberapa panggilan, dan kesalnya tidak ada respon apa pun dari kekasihnya itu. Kemungkinan besar Wibi memang masih memiliki beberapa keperluan. Sampai akhirnya sebuah notifikasi pesan didapatkan Puri. Dari Wibi yang isinya menjelaskan bahwa kekasihnya itu tidak bisa menemani Puri hari ini.
Menghela nafas kasar, Puri pun memutuskan untuk mengajak Sakia lewat telepon dan berharap bahwa sahabatnya itu bisa menemaninya. Tapi hasilnya hanya kekecewaan yang didapat Puri karena nomor Sakia mendadak tidak aktif. Berpikir masih memiliki harapan, Puri pun beralih ke nomor Anjani. Cukup menunggu lama telepon tersambung hingga Anjani mengangkatnya di panggilan ketiga.
"Halo, Jani?" kata Puri lengkap dengan mengerutkan kening ketika telinganya menangkap jelas keramaian dari seberang.
"Ada apa, Ri? Sorry ini aku lagi nemeni Ibu belanja, jadi nggak denger kamu telepon." Kalimat penjelas yang secara tidak langsung mengatakan bahwa Puri menghubungi Anjani pada waktu yang tidak tepat.
"Nggak jadi. Yaudah nanti aja kalo gitu aku telepon lagi. Salam ke Tante Hima." Tanpa menunggu respon Anjani, Puri sudah memutuskan sambungan teleponnya. Merasa kesal pada Wibi yang seenaknya saja membatalkan perjanjian mereka. Setidaknya jika memang tidak dapat menemani, Wibi bisa menghubungi dirinya jauh sebelum jam perjanjian. Ditambah tidak ada kata maaf dari Wibi. Lelaki itu hanya menjelaskan bahwa mendadak diminta dosen untuk mengurus sesuatu. Oh ... Puri akhirnya mendapat simpulan bahwa Wibi memang ada keperluan mendadak. Jadi bukan salah Wibi melainkan keadaan yang tidak mendukung sama sekali.
Memutuskan bahwa tidak ada lagi yang harus ditunggu, Puri pun bangkit dari duduknya. Bersiap untuk melangkah pulang. Membeli novel bisa dilakukan besok karena entah mengapa Puri mendadak merasa gerah. Dia ingin membersihkan tubuhnya karena seharian ini ia ada di kampus.
"Puri!" teriakan dari belakang sukses membuat Puri berbalik dan mendapatkan sosok Adhisti –salah satu teman kelasnya- melambaikan tangan padanya. Puri mengembangkan senyum tipis kala Adhisti berlari mendekat ke arahnya.
"Duduk di sana dulu, yuk!" ajak Adhisti masih dengan ekspresi ceria. Mengingatkan Puri bahwa Adhisti Kalya Maheswara memang sosok yang membuat orang sekitarnya tersenyum secerah matahari. Baik dan ramah, seolah menjadi simbol dari sosok Adhisti. Tidak lupa juga wajah cantiknya yang selalu bersinar menjadikan Adhisti salah satu primadona kampus. Poin plus Adhisti semakin bertambah ketika menyandang nama keluarga yang tidak asing lagi bagi kebanyakan orang terutama para pengusaha dan orang-orang di kampus, tempat Puri berkuliah saat ini. Oh ... jangan ditanya lagi tentang pintarnya Adhisti yang selalu berhasil meraih IPK tertinggi di setiap semesternya selama menjadi seorang mahasiswa.
Ajakan Adhisti tentu membuat Puri meragu untuk kembali duduk di gazebo yang sebelumnya ia duduki. Karena tidak ingin memunculkan ekspresi kecewa dari temannya itu, barulah Puri memutuskan bahwa tidak ada salahnya ia duduk kembali. Alhasil, dia pun duduk berhadapan dengan Adhisti yang sedari tadi menunjukkan senyum manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Efemeral (#1 ELK Series) - ON HOLD
Ficción GeneralNamanya Puri Prameswari. Perempuan berambut lurus sebahu. Penggila bunga krisan (seruni) dan warna biru. Berparas cantik dan manis. Sifatnya cukup tertutup sehingga tidak menutup kemungkinan hanya memiliki dua orang sahabat, Anjani dan Sakia. Tapi b...