10-Indriani

352 47 0
                                    

Cerita ini hanya dipublikasikan di Wattpad!

---

Puri berulang kali menguap di tengah aktivitas diskusinya dengan teman-temannya yang membahas tentang tugas akhir pada matakuliah Psikologi Sastra. Sesekali dia bersuara, tapi tak urung juga terdiam cukup lama karena kurangnya konsentrasi.

Alasannya jelas karena semalam ia kurang tidur. Lebih tepatnya terlalu antusias mendengarkan permasalahan antara Anjani dan Ardan. Juga membantu ibunya yang akan pulang ke Malang, kampung halamannya. Dia butuh waktu tidur lebih lama hari ini dan tekadnya sudah besar untuk segera merebahkan tubuhnya setelah sampai di rumah nanti.

"Ri ... Puri!" maka panggilan serta tepukan keras di lengannya segera menyentakkan Puri untuk kembali ke dunia nyata. Arawinda menatapnya dengan pandangan tegas yang seolah memberi isyarat untuk Puri lebih cepat sadar.

"Apa?"

"Sepertinya Wibisana nunggu kamu tuh" jawaban Arawinda yang segera membangkitkan fokus Puri untuk mengikuti arah yang ditunjuk temannya itu.

Puri hanya bisa tersenyum ketika mendapat isyarat bahwa Wibi menunggunya. Wibi duduk tidak jauh dari bangku Puri dan teman-temannya. Karena itu tidak sulit menemukan keberadaan Wibi di kantin yang kali ini terlihat begitu ramai. Tapi senyum Puri lama-lama menyusut hingga hilang tak berbekas ketika matanya menangkap keberadaan seorang perempuan yang duduk di samping Wibi.

Tanpa bertanya, Puri sudah tahu siapa perempuan yang saat ini bersama kekasihnya. Indriani, si primadona kampus.

Niat awalnya untuk izin sebentar pada teman-temannya guna menghampiri Wibi secepat mungkin, menjadi urung. Puri memutuskan untuk berlama-lama saja dan menunggu kegiatan diskusi selesai sampai akhir. Biar saja Wibi menunggu. Walau sebenarnya Puri sedikit tidak rela karena dengan tindakannya itu malah memberi kesempatan Wibi untuk berlama-lama dalam keadaan berdua saja dengan Indriani. Tapi tidak apa, selama keberadaan keduanya masih bisa dipantau secara langsung oleh mata Puri.

"Wibi sama Kak Indriani ya?" pertanyaan berupa bisikan dari Arawinda membuat Puri mendengus. Sejak diskusi film pendek kemarin, entah kenapa hubungan Puri semakin dekat dengan anggota kelompok film pendeknya itu. Termasuk Arawinda, pacar Bagas.

"Iya." Puri menjawab dengan nada kelewat kalem.

"Lho kok iya sih?"

"Lah terus harus apa?""

"Buruan samperin!" Nilam mulai bersuara saking gemasnya melihat Puri tidak dapat bertindak seperti seharusnya. "Mau pacarmu yang ganteng itu lebih deket sama orang lain? Indriani lagi. Primadona kampus dianya."

"Udah tau. Udahlah, biarin. Aku percaya Wibi kok."

"Yaelah, Ri. Serah dah serah."

Puri berusaha menulikan pendengarannya dari perkataan Arawinda maupun Nilam. Bukannya dia tidak peduli tentang kedekatan antara kekasihnya dengan Indriani. Bukan. Hanya saja Puri merasa perlu membuktikan kesetiaan Wibisana terhadapnya, walau didekati primadona kampus sekalipun. Puri juga berdoa semoga diskusi kali ini berjalan lambat. Paling tidak, Puri ingin melihat kesabaran Wibi dalam menunggunya.

Puri bertahan dalam kondisinya sampai setengah jam lamanya. Setelah memastikan kegiatan diskusi selesai, barulah Puri berjalan ke arah Wibi dan Indriani. Sudah pasti dengan langkah pelan karena sebenarnya ia sendiri enggan. Wibi sendiri tersenyum lebar kala melihat Puri menghampirinya. Seolah apa yang dilakukannya tidak berdampak apa-apa pada diri Puri. Setelah Puri sampai di tempat, Wibi segera berdiri untuk menarik kursi di depannya. Menyilakan Puri duduk manis di sana yang segera disusul lelaki itu untuk duduk di samping kekasihnya.

"Hai, Puri kan?" Indriani segera mengulurkan tangannya ke arah Puri. Memerlihatkan senyum menawannya hingga membuat Puri gelagapan tapi tentu saja segera ditutupinya sebelum lawan bicaranya sadar akan responnya tersebut.

"Puri Prameswari." Ucap Puri tegas. Berusaha sekuat mungkin mempertahankan kepercayaan dirinya.

"Mariana Indriani. Panggil Indri, Riana, atau Yani juga bisa seperti Wibi manggil aku."

Puri hanya tersenyum tipis.

"Oke jadi gini, Sayang ... aku sengaja ngenalin Yani ke kamu biar saling kenal." Wibi membuka suara dengan tangannya yang memegang lembut tangan Puri. "Biar kamu nggak curiga lagi."

Puri mengangguk berusaha mengerti tujuan Wibi memperkenalkan dirinya dengan Indriani. Walau dalam hatinya merasa sedikit tidak suka karena Wibi tidak membicarakannya terlebih dahulu. Setidaknya Puri perlu persiapan untuk berkenalan dengan Indriani. Persiapan dalam hal apapun termasuk masalah penampilan.

Lagi pula keputusan Wibi juga tidak membuatnya nyaman sama sekali. Lelaki itu bertindak seolah Puri menjadi kekasih yang selalu cemburu, posesif, dan semacamnya. Wibi sedikit banyak merendahkan harga diri Puri di depan Indriani!

"Aku sama Wibi nggak ada apa-apa kok, Ri. Cuma sebatas temen dari kecil. Jadi, jangan cemburu ya kalo seandainya aku jalan bareng Wibi."

Lah, gimana nggak cemburu kalo pacar sendiri jalan bareng cewek lain?

Puri –sekali lagi- hanya bisa tersenyum tipis. Mana mungkin Puri menyuarakan isi hati sesungguhnya. Tindakan itu akan lebih menjelaskan kalau dia pacar yang pencemburu.

"Udah jelas kan ya Sayang kalo aku sama Yani emang nggak ada apa-apa?"

"Iya."

Dan nggak perlu gini juga kali Bi.

"Kapan-kapan jalan bareng yuk, Ri! Bareng Wibi juga." Indriani memberi gagasan.

"Ide bagus. Kebetulan weekend ini kan libur. Kamu ada waktu luang kan, Sayang?"

"Lihat ntar aja, Bi." Puri menjawab malas-malasan.

"Harus bisa, Ri. Sekalian nanti aku juga bakal ngajak temenku."

"Siapa, Yan?" Wibi bertanya.

"Krisan."

"Krisan?" Puri bersuara tanpa sadar.

"Iya, Krisan. Krisan Aksa."

Dan kenapa nama itu selalu menghantui Puri akhir-akhir ini?

---00---

Don't copy without my permission!

Efemeral (#1 ELK Series) - ON HOLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang