Malam itu terasa begitu dingin dan menyeramkan bagi gadis berumur lima belas tahun. Sepi dan hening selalu melanda hidup Jennifer.
Malam itu Jennifer mencoba mengingat masa lalunya, yang hangat bersama keluarga.
Malam itu, ia sadar bahwa ia memiliki seorang kembaran yang sama persis seperti dirinya. Wajah ceria kembarannya itu mulai dapat dilihat lagi oleh ingatan masa lalunya.
Malam itu, ia ingat dengan danau, katak, bunga teratai, canda-tawa, percikan air, jantung, sakit, sesak, tenggelam, dan hilang.
Mengingat itu semua, tiba-tiba jantung Jennifer seakan berhenti, sesak dan perih tepat di dada sebelah kiri.
Tangan yang hanya bisa berpegangan pada tiang tempat tidur, tak kuat lagi menahan rasa sakit ini.
Di raihnya telepon genggam, dan ia mulai menelpon sebuah kontak. Tak dapat lagi ia berbicara banyak.
Hanya kata “Ayah, tolong aku” Rintih Jennifer di tengah sakitnya. Sangat perih, hingga tangannya melepaskan telepon dari genggamannya.
Perlahan matanya mulai tertutup, tubuhnya kini tersungkur di lantai, dan tangannya yang masih tetap memegang dada sebelah kiri, pusat ia merasakan sakit.
Sirine ambulans terdengar di telinga Jennifer yang sudah tak berdaya lagi. Ia membuka sedikit matanya, bola matanya terfokus kepada wajah seorang pria yang samar-samar.
Ia hanya bisa bertanya “Tuhan, apakah aku masih hidup?” Matanya menutup kembali. Tak kuasa Jennifer menahan rasa sakit, ia akhirnya tak sadarkan diri.
“Jennifer, bertahan‼” Teriak seorang laki-laki dengan keriput di wajahnya mengoyak tubuh Jennifer di kasur UGD.
Dokter menyiapkan alat pompa jantung. Jantung yang tak lagi berdetak.
“Jennifer‼!” Teriak Pria dengan setelan jas dari luar ruangan UGD. Terlihat seorang gadis berjalan di depan pria itu.
“Jennifer?” ucap pria itu yang selaku ayah Jennifer. Gadis itu menghentikan langkahnya, gemetar dirasakan di dalam tubuhnya.
“Jennifer?” tanya gadis itu.
“Kau? Jessica?” Ucap Mr.Dunnant.
“Ayah?” tanya gadis itu tak kuasa membendung air matanya.
Kini, seluruh tubuh Mr.Dunant gemetar, ia menunduk, perlahan tubuhnya jatuh tersungkur di lantai, air mata tak kuasa di bendungnya.“Ayah! Ini aku Jessica‼” Teriak gadis itu sambil menangis menghadap tubuh mr.Dunnant yang duduk di lantai.
“Kau tahu? Kenapa? Kenapa ayah? Kau memang tidak menyayangiku dari awal!” teriak Jessica yang semakin membuat wajahnya merah di penuhi cucuran air matanya.
“maafkan ayah, tolong Jennifer.” Ucap Mr.Dunnant yang hanya bisa menunduk seraya tersungkur dilantai.
“Ada apa dengan Jennifer? Dia baik-baik saja kan?” ucap Jessica menghapus air matanya.
Mr.Dunnant hanya bisa menunjuk sebuah ruang UGD dengan jamarinya yang keriput dan gemetar.
Sontak, tanpa pikir panjang, Jessica berlari membuka pintu dan menerobos masuk ruang UGD yang dimana terdapat Jennifer dalam keadaan kritis.
Semua dokter dan suster panik. “apa yang kau lakukan?” ucap salah seorang suster.
Jessica tak menghiraukan apapun, ia hanya terfokus kepada kembarannya yang terbujur lemah tak berdaya.
Di genggamnya tangan Jennifer, dibisikannya di telinga Jennifer. “Jennifer, ini aku Jessica, kau tak sendirian lagi sekarang. Aku ada disini, ayo bangunlah! Bekumpul dan bermain bersama seperti waktu dulu, aku akan selalu melindungimu. Aku dan ayah menyayangimu, sekarang ayo bangunlah.” Bisik Jessica disertai linangan air mata yang tak henti-hentinya mengalir di pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERASE
Teen FictionPenyakit yang Jennifer derita sejak lahir membawanya kepada sebuah kehancuran. Kehidupan dan masa kecil dengan kondisi miskin, membuat dia harus bekerja lebih keras. Hingga dia menyaksikan suatu kejadian yang seharusnya dia tidak lihat, kejadian yan...