"Kam suka sama siapa, Yan?" tanya seorang gadis sambil memeluk lengan Lyan.
Lyan yang merasa risih, segera melepaskan pelukan itu dari lengannya. “Apaan sih lo? Ganjen banget jadi cewek!” omelnya.
“Iih Lyan! Kamu kenapa sih kayak gitu sama aku? Aku kan sayang sama kamu.” protes gadis itu dengan manjanya.
Lyan yang merasa tak nyaman dengan kehadiran gadis itu, berniat pergi meninggalkan tempat itu. Ia melihat situasi di kantin, dan akhirnya ..
“Ta, tungguin gue!!” teriak Lyan, saat ia melihat Letta berjalan di depannya. Ia pun beranjak dari duduknya, lalu menyusul Letta yang menunggunya di sudut kantin dengan kening berkerut.
Darrell dan Vino pun menahan tawanya, saat melihat Lyan meninggalkan gadis itu dengan cueknya.
“Lo berdua kok malah ketawa sih?!”
***
“Kenapa nggak di kantin aja makannya?” tanya Lyan, saat ia dan Letta duduk di bangku taman yang ada di belakang sekolah.
“Kantin kan penuh, Lyan. Dan gue nggak suka kalo lagi makan justru dilihatin banyak orang. Risih tau!” jawab Letta, sambil membuka nasi goreng yang ia beli di kantin tadi.
“Berarti kalo cuma gue yang ngelihatin, nggak apa-apa dong?” Lyan memain-turunkan kedua alisnya, sambil tersenyum jahil.
“Iih apaan sih?” Letta mendorong wajah Lyan agar sedikit menjauh darinya.
“Gue laper kali, Ta. Ah lo mah, nggak kasian sama gue!” Lyan sedikit murung, dan bersandar di sandaran bangku yang ia duduki.
“Kalo laper, kenapa nggak makan aja tadi di kantin?” tanya Letta, sambil mengaduk makanannya.
“Lo nggak lihat, tadi ada nenek sihir?”
“Nenek sihir?” Letta kembali menutup nasi bungkusnya, lalu menatap Lyan dengan bingung.
“Iya. Cewek yang tadi keganjenan sama gue, kan nenek sihir.” Lyan kembali menyadarkan tubuhnya di sandaran bangku yang ia duduki.
“Emang dia siapa? Cewek lo?”
“Ogah!" sergah Lyan seketika. "Amit-amit jabang onta, gue punya cewek kayak dia.” Lyan mengetuk-ngetuk tempat duduknya.
“Ih kok amit-amit jabang onta sih? Kan harusnya―”
“Iya gue tau. Tapi daripada kita ngebahas si Prisa, mending lo nyuapin gue.” pinta Lyan, setelah ia menyentuh bibir Letta dengan jari telunjuknya.
“Aduh kok jadi deg-degan gini sih?” batin Letta. “Oke, gue suapin. Tapi dengan satu syarat.” jawabnya.
“Yaelah pake syarat segala.” Seketika bahu Lyan yang tadinya sudah semangat, kini merosot lemah.
“Lo mau nggak?” tawar Letta.
“Iya, iya. Syaratnya apaan?”
“Ehm.. Lo harus nganterin gue balik.” pinta Letta.
“Oke, gue anterin lo balik entar.” Lyan menyendok nasi goreng Letta.
Sedangkan Letta, ia hanya menggelengkan kepalanya melihat Lyan begitu lahap menghabiskan makanannya. “Bisa nggak sih, makannya pelan-pelan aja?” protesnya.
“Gue laper banget. Dan harusnya, jadwal makan gue tuh udah kelar dari sepuluh menit yang lalu.” jawab Lyan, menghabiskan sendok terakhir menu makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nobody's Perfect
RandomSaat beribu kata tak mampu terucap.. Saat cinta harus bertentangan dengan persahabatan.. Saat cinta harus bertarung melawan ego.. Juga saat hati harus belajar mengartikan kata 'IKHLAS'