"Biar saya, sust." jawab Darrell, yang berada beberapa meter di depan Vino.
"Apa-apan lo, Rell?" tanya Vino tak terima, sambil beranjak dari duduknya.
"Sust, tolong pake ini buat ngelunasin semua biaya perawatan Teguh." Darrell menyerahkan kartu kreditnya ke suster yang menghampiri Vino tadi.
"Baik, saya akan segera kembali." jawab suster itu, lalu meninggalkan Darrell, Vino dan bu Fatimah.
"Apa-apaan sih lo? Gue bisa bayarin biaya rumah sakit ini sendiri!" omel Vino, saat Darrell berada di hadapannya.
***
"Papa?" pekik Letta, saat ia melihat ayahnya di ruang tamu tumah Lyan.
"Letta? Kamu ada di sini?" tanya Hendra.
"Letta nemenin Lyan, om. Tadi rada nggak enak badan soalnya." jawab Lyan, yang berdiri di samping Letta.
"Papa sendiri, ngapain di sini?" tanya Letta.
"Ada berkas-berkas yang belum selesai waktu meeting tadi siang, makanya Om Akhdan minta diterusin di sini." jawab Hendra.
"Ya udah, om, kita permisi ke taman belakang dulu." pamit Lyan, lalu menuju taman belakang rumahnya dengan bantuan Letta.
"Kenapa sih nggak istirahat di kamar aja?" tanya Letta, sambil membantu Lyan duduk di bangku taman.
"Udah deh, nggak usah lebay." sergah Lyan. "Gue bosen di kamar."
"Tapi kan kita bisa di ruang tengah aja, nggak di taman malem-malem gini." Letta duduk di samping Lyan.
"Gue pengen ngelihat bintang di sini, berdua sama lo." jawab Lyan, sedikit kesal. "Kalo lo nggak mau, tinggalin aja gue sendiri di sini."
"Ya ampun, gitu aja ngambek." ujar Letta. "Aku cuma nggak mau kamu kedinginan."
Selang beberapa detik, Lyan langsung memeluk Letta dari samping. "Ya udah, gini aja."
"Kalo ada yang ngelihat, gimana?" tanya Letta, sambil membalas pelukan Lyan.
"Biarin! Kayak mereka nggak pernah muda aja."
"Ih kamu!" omel Letta.
Mereka pun terdiam beberapa menit, menikmati waktu berdua.
"Mikirin Om Hendra ya?" selidik Lyan.
"Iya." jawab Letta, sambil mengangguj dipelukan Lyan. "Aku cuma nhgak nyangka aja, papa ternyata beda banget."
"Beda?" pekik Lyan.
"Iya." Letta melepas pelukannya. "Papa yang dulu, papa yang di rumah, dan papa yang sekarang ada di sini, semuanya beda."
"Kata siapa beda?"
***
"Teguh itu juga adik gue. Jadi lo nggak berhak ngelarang gue buat biayain rumah sakitnya dia." ujar Darrell, saat ia dan Vino berada di taman rumah sakit.
"Gue cuma nggak mau nyusahin banyak orang, Rell. Gue nggak mau di kasianin sama orang lain." jawab Vino, yang terlihat murung.
"Jadi lo masih nganggep gue orang lain?"
"Gue..."
"Udah lah, Vin, gue ngaggep lo itu sodara gue sendiri. Jadi, lo nggak usah sok-sokan nggak enak sama gue." Darrell menepuk bahu Vino.
"Thanks." jawab Vino tersenyum.
"Sama-sama."
"Oh iya, lo tadi bukannya dari ruang perawatan? Siapa yang sakit?" selidik Vino.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nobody's Perfect
DiversosSaat beribu kata tak mampu terucap.. Saat cinta harus bertentangan dengan persahabatan.. Saat cinta harus bertarung melawan ego.. Juga saat hati harus belajar mengartikan kata 'IKHLAS'