Part 4

589 52 1
                                    

"Lama banget sih lo?" omel Darrell, saat Lyan tiba di arena balapan.

"Nyantai aja kali. Sensi banget lo kayak cewek." jawab Lyan, sambil mensejajarkan motornya dengan motor peserta balap yang lain.

"Masalahnya, balapan udah mau mulai." ujar Darrell.

"Iya iya, gue tau!" jawab Lyan, sambil mengamati peserta balapan satu per satu. "Ada anak baru?"

"Adek kelas lo, Alex, anak 10-2." jawab Darrell, sambil menyalakan motornya.

"Adek kelas gue?" pekik Lyan. "Lo juga kali!"

"Nggak sudi gue punya adek kelas kayak dia."

"Terus kalo lo nggak sudi, mau lo kasih ke gue?" tanya Lyan. "Sialan lo!"

Malam itu, saat orang-orang sudah terlelap di alam mimpinya, Lyan, Darrell dan beberapa peserta balapan yang lain justru sedang berniat menikmati malam di kota Jakarta. Ya, seperti itulah cara mereka melewati malam. Berpacu dengan motor mereka, dan mencoba menghindar dari kejaran polisi yang kadang merazia anggota balap liar.

"Are you ready, guys?" tanya seorang gadis yang bertindak sebagai penentu jalannya balapan. Para peserta balapan, yang saat itu berjumlah delapan orang pun mengencangkan suara motornya, tanda mereka telah siap. "Okay. One.. Two.. Go!" gadis yang bertindak sebagai penentu balapan itu pun membuang slayernya, tanda balapan telah di mulai.

Lyan melajukan motornya, hingga ia berada di baris terdepan. Di susul Darrell di posisi kedua, dan Alex yang baru memulai debutnya di posisi ketiga. Lyan dan Darrell terus menambah kecepatan mereka untuk mendapatkan posisi pertama. Hingga sampai saat mereka tiba di tikungan kedua, Lyan merasakan hal yang aneh pada lehernya. Lyan tak tau apa yang terjadi pada lehernya. Yang ia tau, ia merasa ngilu di sekitar leher hingga punggungnya. Lyan mengurangi kecepatannya, hingga ia berada di posisi kedua dan Darrell di posisi pertama.

Darrell merasakan hal yang aneh pada Lyan, karena tak biasanya Lyan mau memberikan posisi terdepan untuk orang lain. Lyan selalu ingin menjadi nomor satu. Bahkan untuk Darrell pun ia tak akan memberikannya. Darrell pun merasa khawatir dengan kondisi Lyan. Ia terus mengikuti Lyan yang mengurangi kecepatannya. Walaupun mereka berada di posisi terdepan dan meninggalkan Alex dan pebalap lainnya jauh di belakang, tetapi tetap saja Darrell dan Lyan tak terkejar.

Sampai pada akhirnya, saat Darrell dan Lyan hampir sampai di garis finish, Lyan memaksakan otot leher dan punggungnya yang masih terasa ngilu untuk melajukan motornya lebih cepat lagi. Dan akhirnya, ia pun berhasil mendahului Darrell mencapai garis finish.

Lyan pun melajukan motornya hingga menjauhi kerumunan orang-orang yang berniat memberikan ucapan selamat untuknya. Ia kemudian berhenti di dekat pohon besar yang ada di sekitar arena balapan. Lyan turun dari motornya, lalu duduk bersandar  di pohon itu. Ia berusaha memijat tengkuk lehernya untuk menghilangkan rasa sakitnya.

“Lo kenapa?” tanya Darrell, sambil duduk di samping Lyan.

“Leher gue sakit banget.” keluh Lyan.

“Lo salah bantal kali semalem.” Darrell mencoba memijat tengkuk leher Lyan.

“Lo pikir gue bayi, kalo salah bantal langsung sakit leher?” ketus Lyan.

***

BYUR!!

“Sialan!” umpat salah seorang anggota geng motor, sesaat setelah badannya terkena lumpur yang dilewati oleh Alex sepulangnya balapan.

“Woi! Jangan lari lo!” teriak anggota geng motor yang lain, saat melihat Alex semakin menambah kecepatan motornya.

Geng motor yang saat itu sedang berkumpul di trotoar jalan pun bergegas menaiki motor mereka masing-masing untuk mengejar Alex.

Nobody's PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang