Chapter 6

13 3 0
                                    

Jangan pernah hilangkan masalalumu
Buatlah masalalumu jadi penanda
Penanda bahwa kau pernah jatuh
Dan buatlah masalalumu sebagai pelajaran
Pelajaran dimana pengalaman pahit itu penting untuk maju.
~Carat as Author~

Ok jangan hiraukan yang diatas yang penting mahhh..

Happy reading ti Athor....

..........

Sekarang semua orang dirumah itu sedang sibuk berkutat dimeja makan. Hanya saja gadis itu tak terlihat disana, entahlah sedang apa dia diatas.

"Rizal sayang, tolong panggilin Dellisa. Nanti dia bisa telat masuk sekolah barunya. Masa baru masuk udah telat." Ucap April pada putranya itu.

"Tadi mamah gak bangunin dia?. Gak mau ah bangunin Dellisa, dia kan kebo" Sewot Rizal karena acara makannya terganggu.

"Tadi pagi jam 05:00 mamah udah bangunin dia kok. Tapi mamah heran kok sekarang dia belum turun, inikan udah jam 06:00 bisa telat dia. Udah ahh samperin sana, sekarang kan dia adik kamu" Ucap April panjang kali lebar.

"Ihhh mamah mah, iya iya Rizal samperin kekamarnya."

Tapi baru saja Rizal melangkahkan kakinya keluar dari garis meja, sudah ada suara yang menahannya.

"Gak usah disamperin, aku udah turun" Kata gadis itu seraya menyambar kursi disamping Rizal.

Tapi baru saja mau duduk, Dellisa sudah ditahan lagi sama satu suara.

"Eh loe siapa? lo anak bi Inah ya? ko pake seragam platinum? si Dellisa mana? ini itu bangku khusus dia!! cuma dia yang boleh duduk disini, bukan elo!"
Ucap Rizal sambil menunjuk-nunjuk gadis itu.

"Eh iya kamu siapa? saya gak kenal?" Tambahan dari Alfred.

Gadis itu hanya senyum-senyum geli.

"Apa loe senyum-senyum, sawan lo?" Sewot Rizal.

"BI INAHHHHHHHHH!!!" Ucap April berteriak.

"Hufttt, ada apa nyonya. Makananya gak enak yah." Ucap bi Inah setengah ngos-ngosan karena berlari.

"Ah engga, tapi ini 'SIAPA'. Anak bibi bukan?" Ucap April sedikit berteriak dan menekankan kata'siapa'.

Bi Inah hanya tertawa geli melihat semuanya kebingunan tentang siapa gadis itu.

"Bi Inah ko malah ketawa, tolong jelasin dia siapa?" Kini Alfred yang bersuara.

"Ya Allah, ka anak sorangan hilap. Ya ampun tuan, nyonya den Rizal etateh non Dellisa atuh. Masa teu kenal." Ucap bi Inah dengan logat sundanya.

Semua yang ada disitu bingung dan saling bertatap. Kemudian tatapan mereka beralih pada gadis yang sedang tertawa geli sekarang.

Mereka tak percaya kalau itu Dellisa. Dellisa orangnya modis dan berkelas tidak seperti dia baju seragam yang lusuh seperti lama tidak terpakai. Warna mata Dellisa pun biru bukan coklat. Terus sepatu dan tas muraha, gigi pake behel, terus kacamata tebal tertempel dimatanya.

PELANGI tak BERWARNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang