Permainan

18 2 0
                                    

Uap teh tawar panas yang kupesan mengepul. Aku menyesapnya perlahan-lahan. Menikmati kehangatannya yang melintasi kerongkongan seraya menghibur mata dengan pemandangan langit senja.

Diluar batas kaca cafe ini, sebuah taman elok yang perlahan usang terlihat. Ayunan berwarna biru terang itu tak berayun, begitu juga jungkat-jungkit warna merah tak bergerak. Taman sepi.

Kutatap gadis cilik disebrangku yang tengah asik dengan ponselnya. Kedua kaki mungilnya bergerak-gerak terhanyut akan game yang ia mainkan.

Aku rindu.

Generasi sekarang sungguh berbeda. Tak ada suara anak-anak di taman. Tak ada langkah kaki kecil yang menggebu-gebu bermain petak umpet.

"Vania udah sore, ayo pulang." Ibu gadis cilik itu menyentuh pipi putri kecilnya.

Gadis cilik itu mengangkat kepalanya. Kemudian meraih tangan Ibunya dan pergi keluar cafe.

Aku menghela napas. Bukan salah teknologi semua ini. Teknologi malah membantu semuanya menjadi lebih mudah.

Aku menghabiskan teh tawar hangat dalam sekali tenguk dan melangkahkan kaki keluar sana. Ke taman usang, meletakan bokong diatas ayunan biru yang kesepian.

Kubiarkan rambut sebahuku tersapu angin senja. Malam akan segera tiba. Kugerakan ayunan usang ini, dan ia berderit seperti yang kuduga.

"Mama, Kakak cantik itu main apa?" Suara gadis cilik tadi terdengar.

Kedua matanya berbinar menatapku penasaran. Wanita dewasa disampingnya tampak ragu menatapku.

"Kakak itu main ayunan, Van. Kamu jangan main ya," ujar wanita dewasa itu. Ia tahu apa yang dingiinkan anaknya.

Gadis cilik itu cemberut. Ia kesal. Kutebak jeritan merdu dari mulutnya akan segera meluncur.

"Mama jahat huwaaa!"

Yap tepat.

Wanita dewasa itu berjongkok. Tampak menenangkan anaknya yang mungkin menyentuh urat malunya sebagai seorang ibu.

Ia tampak kewalahan. Helaan napas panjang terdengar, "Oke. Tapi jangan lama-lama. Mama mau belanja di sini dulu, ya?"

Gadis cilik itu mengangguk. Air matanya berhenti mengalir. Ia segera berlari kecil ke arah ayunan usang ini, dan melompat duduk.

Aku memperhatikannya. Kaki-kaki kecilnya tak sampai untuk membuat ayunan bergerak. Aku berdiri.

"Sini kakak bantu, Sayang." Aku mendorong ayunan itu pelan.

Ia menolehkan kepalanya ke kiri dan menatapku. "Kakak cantik!"

Aku tersenyum simpul. "Ya, Sayang?"

"Aku Vania! Kakak cantik namanya siapa?" Kedua mata bundar itu menatapku penuh semangat.

"Hai Vania manis, panggil saja aku 'Kakak Cantik' ya?" kataku yang menghasilkan anggukan kecilnya.

"Kakak suka main ini? Apa tadi yah namanya kata mama," Keningnya tampak berkerut mengingat sesuatu, "ayunan!" serunya.

Aku mengangguk. "Ini permainan yang sangat menyenangkan. Tapi sayang, belakangan permainan seperti ini sepi sekali."

Ia menatapku. Entah mengerti atau tidak. Kakinya bergerak-gerak. Bola matanya besarnya lucu sekali. Aku suka.

"Kakak suka kamu," ujarku tanpa sadar. Aku memainkan pipinya yang bulat itu. Lucu sekali.

"Kakak suka aku?" Kepala mungilnya miring sedikit ke kanan.

Kudengar sayup-sayup suara wanita yang familiar.

"Vania ada. Sama aku. Eh nggak sih. Dia lagi main ayunan di taman sana," jelasnya pada seseorang disebrang telepon.

Ia semakin dekat, kini berada di tepi taman.

"Kenapa? ... Eh apa?! Kau gila ya? Itu cuma mitos sayang. Vania nggak mungkin hilang karena main permainan lama itu."

Kedua sudut bibirku tertarik keatas. "Vania, main sama kakak yuk!"

Vania memandangku ragu. Aku merogoh saku dan mengambil setangkai lolipop. "Mau?"

Ia meraih lolipop itu cepat dan memakannya.

Aku melirik wanita itu dari ekor mata. Ia masih asik berdebat.

"Kakak Cantik gendong ya?" tanyaku yang dihadiahi anggukan mantap Vania. Aku terkekeh. Dengan sigap langsung kuraih tubuh mungil Vania ke dalan rengkuhan dan kubawa berlari.

"Kau ini, jangan percaya hal-hal tak penting seperti itu lah. Mana mungkin Vania diculik hantu karena main di taman. Emangnya zaman dulu ya? Kalau main diatas jam magrib nanti diculik sama---VANIAAA!!"

Untungnya indra pendengaranku tajam sekali. Kupercepat langkahku. Wanita bodoh itu sudah menyadari kebodohannya. Hahaha.

"Vania manis. Kau akan aman dan bahagia hidup sama kakak," bisiku pada Vania yang telah tertidur pulas.

------

Breaking News!

Malam tadi penculikan kembali tejadi! Sekitar pukul 6.30 di lingkungan jalan kencana.

Tepatnya di taman tua yang sudah tak beroprasi, karena maraknya hilangnya anak-anak kecil di taman sejak dua tahun silam.

Berikut biodata korban ....

Kami harap anda menjaga putra-putri anda dengan lebih ketat! Jangan biarkan mereka memasuki area berbahaya itu dan mengawasi mereka.

Clik!

"Ah, padahal taman dan ayunan usang itu menyenangkan, ya 'kan, Vania?" Aku tertawa menatap gadis cilik dengan pipi bulat menatapku dengan air mata.

"Ayo kita main lagi! Kali ini kalau aku menemukanmu, kakimu akan kupotong, Vania." Aku mengelus tangan kanannya yang telah tidak berjari karena kalah main polisi maling denganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kata Waktu Cipta CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang