Mama #Fantasy

133 12 0
                                    

Langit telah menjadi gelap untuk waktu yang cukup lama. Bulan memancarkan cahayanya tuk terangi malam bersama bintang-bintang juga berdiri di posisinya, membentuk sebuah rasi yang indah.

Malam ini begitu indah, tapi tidak dengan peradaban manusia.

Malam ini bulan dan bintang tampak hadir membawa sukacita, tapi tidak dengan seorang gadis belia yang duduk sendirian, meringkuk di bawah pohon besar taman kota.

Pukul menunjukan 23.00, angin malam telah menjadi ganas dan bisa menyebabkan gadis itu mengigil kedinginan.

Namun, gadis belia itu tidak peduli. Dinginnya malam ini, tidak sebanding dengan peristiwa yang merenggut semua kehangatan emosi dalam dirinya.

"Mama ...," gumam gadis itu, "Sasa sama siapa kalau mama pergi?"

Nama gadis itu adalah Sasa, dan dirinya baru saja menerima kabar bahwa Ibunya mengalami kecelakaan beruntun di jalan raya.

Bapak berpakaian serba putih yang ia jumpai di sebuah tempat bernama rumah sakit itu, bahwa Ibunya telah meninggal dunia.

Sasa tidak terima. Sangat. Dokter itu pasti menipunya. Karena dia dan Ibunya baru saja berpelukan pagi tadi.

"Hiks ...." Sasa menangis. Meluapkan semua rasa sakit yang membuncah dalam dadanya.

"Mama nggak mungkin meninggal! Nggak mungkin!" Sasa berdiri seolah dirinya yakin pada pernyataanya barusan.

"Ma ... kalau Mama pergi aku dengan siapa ...." Sasa terjatuh, tenaga yang ia paksakan keluar itu tak mampu menopang dirinyabtang begitu lemah dan rapuh saat ini.

Sasa kembali menangis, lebih kencang, lebih histeris.

Waktu menunjukan pukul 23.20 tidak mungkin ada manusia yang akan terusik dengan suara tangisnya.

Tanpa Sasa sadari sebuah bola cahaya menghampirinya karena mendengar suara tangisnya yang memilukan. Bla cahaya itu berpendar dan bercahaya semakin terang.

Sasa yang masih tenggelam dalam dukanya, tidak menyadari. Bola cahaya itu berpencar di udara, semakin bebas, namun membentuk sesuatu--membentuk sosok anak dengan mata ungu menatap Sasa iba.

"Kakak kenapa nangis?" Gadis itu bertanya.

Sasa mengangkat kepalanya dan cukup terkejut.

"Ka ... mu si ... apa?" tanya Sasa yang masih terisak.

Anak itu tersenyum. Ia memang tampak lebih mudah dari Sasa. Namun tangan mungilnya mengelus kepala Sasa pelan. Posisinya kini, gadis itu lebih tinggi karena Sasa duduk meringkuk, sedangkan dia berdiri tegak.

Anak itu menjentikan jarinya. Sekelompok kunang-kunang hadir dan menari di atas kepala Sasa, membuat anak itu mengangkat kepalanya dengan tatapan penuh ketertarikan.

"Cantiknya ...," gumam Sasa.

"Cantik 'kan? Sama seperti hatimu yang tulus mengasihi seseorang," ujar anak itu.

Kening Sasa berkerut tidak mengerti. Anak itu duduk disisi Sasa dengan senyuman.

"Kakak ... baru saja kehilangan seseorang yang sangat berharga ya?" tanya anak itu.

Sasa terlonjak kaget. Ia kembali menduduk seolah kembali larut ke dalam dukanya.

"Kakak bener-bener sayang sama seseorang itu ya?" tanya anak itu pelan.

Sasa menganguk pelan, tanpa mengangkat kepalanya.

"Kakak bisa jelasin alasannya kenapa?" tanya anak itu lagi.

Sasa tidak mengerti. Kenapa bisa ada anak kecil yang ada di taman kota malam-malam tanpa pengawasan, bahkan bertanya hal seperti ini.

Sasa memgangkat kepalanya.

"Karena ... kau tahu? Sosok itu adalah Ibuku. Yah. Aku memang bukanlah anak yang begitu baik dan penurut, kadang aku membantahnya dan tak menuruti perkataannya. Tapi ... aku hanya punya dia. Di dunia ini, hanya dia yang menyayangiku dengan begitu tulus."

Sasa kembali menitikan air mata.

Anak itu tersenyum menatap Sasa. Mulutnya berkomat-kamit tanpa suara mengucapkan serangkaian mantra.

Sasa tertidur, dibalut gemerlap cahaya unyu yang melingkupi seluruh tubuhnya.

"Kakak. Karena kakak memiliki rasa sayang yang begitu tulus, kakak bisa menemuinya sekarang," ujar anak itu.

------

Mentari terbit. Sasa membuka mata dan mendapati dirinya ada di sebuah tempat yang semalam ia kunjungi.

"Sasa kamu sudah bangun?"

Suara itu. Suara yang sangat hangat dan dinanti Sasa.

"Mama?!" jeritnya. Sasa langsung memeluk erat sosok yang dirinya panggil Ibu, seolah akan ada gaknyang merenggutnya jika Sasa tidak memeluknya seerat itu.

Sasa tidak ingat apa yang yang terjadi atau bagaimana dirinya sampai ke rumah sakit. Namun satu yang mengusik pikirannya, siapa anak yang berbincang kepada malam-malam kemarin? Serta bagaimana Sasa bisa berada di rumah sakit dan memeluk Mamanya yang masih bernapas ini?

-End-

Kata Waktu Cipta CeritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang