Namanya Jelita, sering dipanggil dengan nama singkat, Je.
Gadis unik, selalu menjadi pusat perhatian akibat ulahnya yang suka nyeleneh.
Detik ini, ia berharap bisa memutar kepala Odi dan memelintirnya lalu menjadikannya orang-orangan sawah sebagai media untuk menakut-nakuti burung.
Gara-gara Odi yang salah memberi informasi lokasi pesta, Je salah masuk gedung dan harus berakhir di sebuah kamar bersama Justin dengan punggung menyandar di dinding. Kini, di jarak tiga centi dari mukaya, terdapat sepasang mata tajam.
Kedua tangan Je menyatu di atas kepalanya dalam genggaman erat satu tangan kokoh Justin.
By the way, Je bisa saja menendang aset termahal di pangkal paha Justin lalu melarikan diri, tapi sayangnya kakinya terkunci oleh kedua kaki Justin yang menginjak kaki kiri dan kanan Je setelah percobaan melarikan diri yang pertama gagal.
"Allahu laa ilaaha illa huwal hayyul qayyumu. Laa ta'khudzuhuu sinatuw wa laa nauum. Lahuu maa fissamaawaati wa maa..."
"Hoi... Kamu pikir aku setan? Dibacain surat begitu," desis Justin, sambil mengingat-ingat nama ayat yang dibacakan barusan. Seingatnya ayat itu terakhir kali ia dengar sewaktu jaman sekolah pakai seragam putih abu-abu.
"Iya, aku lagi ngusir jin yang siapa tau nempel di jidatmu."
"Diam!"
"Maaf. Kamu bawaannya marah terus, sih. Kalau kata guru agamaku, biasanya kemasukan setan itu."
"Masih mau ngomong? Aku yang seharusnya bicara, bukan kamu!" Cengkraman jari-jari Justin semakin erat hingga membuat Je meringis kesakitan.
Mampus!
Sekarang Je hanya tinggal menunggu eksekusi dari Justin Arwana, pemuda tampan pemilik wajah khas Jerman, rahang kokoh dengan bibir bergaris tajam, alis tebal menggambarkan ketangguhannya sebagai pemuda berarogansi tinggi.
Dia, mahasiswa berusia 20 tahun, pecandu narkoba, preman, pernah menusuk orang saat berkelahi, dan terakhir menabrak mobil polisi dan bahkan menghajar polisi saat akan ditilang.
Je mengingat dengan jelas hot news yang menjadi tranding topik di televisi, membuat Justin beberapa kali muncul di layar kaca akibat ulahnya itu. semua hal buruk ada padanya.
Well, beberapa bagian judul headline news di surat kabar yang memuat nama Justin membuat Je lumayan ngeri, takut nyawanya berujung di tangan lelaki yang menurutnya berdarah dingin itu.
Setelah ini mungkin Justin akan memutilasi tubuhnya dan memberikan setiap potongan tubuhnya ke anjing peliharaannya.
"Huuufth..." Je melepas napas supaya rasa takutnya hilang. Bukannya jadi lega, tapi malah semakin serem karena tatapan maut Justin semakin horor. Pasalnya, napas yang ia lepas tadi, anginnya menyembur kuat dan mengenai wajah Justin.
"Shit! Kamu cewek apa kadal? Nyiprat semua ini." Justin mengusap wajahnya yang terkena jigong.
"Maaf kalau nyiprat, Pak."
"Apa? Bapak?" hardik Justin kemudian menyentuh dagu Je dan mengangkatnya. "Apa aku keliatan tua? Aku seorang mahasiswa."
"Oh iya, Om."
"Om? Gila kamu. Aku nggak pernah nikah sama tantemu."
Salah lagi. Je tersedak. Lalu ia harus pangil apa? Adek? Mas bro? Hanny? Baby? Say? Atau maling biar sekalian digebukin orang? Sumpah, aneh.
"Justin. Cukup itu saja. Jangan dikasih Pak ataupun Om."
Je merasa sangat lega saat Justin melepaskan cengkramannya. Tapi detik berikutnya jantungnya mencapai level kecepatan tertinggi ketika dengan beraninya Justin memegang bahu kanannya. Secara otomatis dada kanannya juga turut tersentuh meski hanya sedikit saja.
Dengan penuh konsentrasi, Justin menatap apa yang ia pegang dan bibirnya membentuk senyum mencurigakan membayangkan imajinasi liarnya.
Spontan tangan Je menampik lengan Justin dan menyingkirkannya dari area paling menarik di tubuhnya.
"Jangan sentuh aku! Aku masih virgin." Je menyilangkan tangan di dada membuat benteng perlindungan seakan-akan ia sedang dalam marabahaya.
Sudut bibir Justin berkedut ketika tatapan matanya menemukan leher Je. Ia mulai merasa tertarik.
"Hell! What happen? Kenapa kamu ngeliatin aku kayak gitu?" Je merinding melihat Justin maju mengambil ruang gerak diantara mereka hingga terkikis.
Je mendorong dada Justin kuat-kuat hingga tubuh Justin terhuyung mundur.
Tak mau kalah, Justin meraih belakang leher Je dan menghempaskannya ke bawah hingga tubuh kecil Je tersungkur di lantai.
"Kamu harus membayar semua ini dengan mahal."
Je memelototkan matanya melihat Justin melepas ikat pinggangnya.
"Kamu mau ngapain?"
Pertanyaan konyol. Masih saja Je bertanya apa yang akan dilakukan lelaki ganas itu. tidak mungkin Justin akan pipis.
Je semakin yakin kalau Justin akan melakukan hal gila ketika lelaki itu tersenyum licik. Keringat dingin di sekujur tubuh Je mengucur bebas. Berbagai doa dan rapalan surah dibacanya supaya terlindung dari godaan syetan yang terkutuk.
Mati dibunuh itu sudah biasa dan bahkan mungkin menimbulkan iba di hati orang yang mendengar. Tapi kalau mati di hotel setelah diperkosa, itu sangat mengenaskan.
Orang-orang tidak akan ada yang percaya jika itu pemerkosaan, akan banyak rumor buruk yang beredar bahwa si mayat mati setelah berhubungan dengan orang tak dikenal. Buruk sekali bukan?
Je berlari ke arah pintu dan mengguncang knop berkali-kali. Sayangnya Justin tidak bodoh, pintu dikunci. Kuncinya sudah dibuang oleh Justin lewat jendela dan jatuh ke halaman lantai bawah. Je menoleh dan melihat senyum kemenangan di wajah Justin.
Fix, Je tidak bisa kabur. Dan ia memilih berlari ke sudut kamar demi menjauhi Justin. Sialnya, ia tidak bisa kabur lebih jauh, hanya seputaran kamar saja. Hidupnya kini berada di ujung tanduk.
Justin berjalan mendekati Je sembari membuka seluruh kancing kemejanya. Bulu halus di dada bidang Justin terpampang nyata, membuat Je ingin menjerit sekuat-kuatnya membayangkan kemungkinan buruk yang akan terjadi.
Tapi apa yang bisa Je lakukan? Ia hanya melotot mengawasi setiap langkah Justin yang maju ke arahnya. Tangannya sekarang ada di belakang, sudah memegang gagang lampu nakas.
Justin benar-benar berniat mengikis habis jarak diantara mereka. Hingga sudah semeter pun, lelaki itu masih terus maju. Akhirnya Je memilih berbuat nekat.
Plak!
Justin terkapar di lantai setelah ujung gagang lampu nakas mendarat manis di kepalanya.
Je masih memegangi lampu nakas dan mengawasi Justin. Ketika akhirnya Justin sudah benar-benar lemas dan tidak ada tanda-tanda akan sadar, Je menurunkan lampu nakas sembari menendang kaki Justin untuk memastikan. Dan benar, Justin tidak bergerak.
Je mendengus. Yang pertama akan ia mintai pertanggung jawaban atas tragedi menegangkan itu adalah Melodi alias Odi. Itu kalau dia berhasil kabur.
To be continued
Taraaa... Siapa yang tau Je And Je?
Nah ini dia adaptasinya.Spam next pliiis, biar berasa kalau ada yang nunggu jadi semangat nerusinnya.
And than, jangan lupa save ke library or reading list kalian yaw.
Aku cinta kalian.
Thank you.
Salam,
Emma Shu
KAMU SEDANG MEMBACA
THE LOVE OF A PRISONER
Teen FictionGenre : Fiksi Remaja. Siapa yang nggak kenal Justin? Gayanya beeeuuuh bikin cewek gedeg. Memang sih dia tajir dan ganteng, tapi playboy maaak. Udah gitu rekor dalam sederet catatan kriminal. Hadeeuh... Justin, pemilik mata gelap dan alis tebal meng...