04. Sungguh Tega

8K 739 178
                                    

Pertama yang Je lakukan ketika masuk ke kelas adalah menggulung buku dan memukulkannya ke kepala Melodi, gemas.

Melodi hanya bisa tertawa ngakak saat Je menceritakan semua yang terjadi, masuk ke acara ulang tahun yang salah, lalu digelandang masuk ke kamar dan menderita teraniaya di sana.

Untung saja kesabaran Je masih bersisa, ia tidak sampai membuat kening Odi memar.

"Ampun, Je. Maaf. Gue kan udah minta maaf sejak tadi." Odi menahan tawa hingga mukanya kelihatan aneh. Sekarang posisinya terduduk di lantai kelas sambil mengangkat kedua tangan seperti buronan yang tertangkap polisi.

Je yang berdiri di atasnya, menurunkan buku yang sudah tampak kusut lalu duduk ke kursinya.

Suasana kelas saat itu masih sepi. Hanya ada beberapa siswa saja yang duduk di bangku masing-masing. Tingkah Je dan Odi menjadi perhatian menarik bagi mereka.

"Gue lupa sama nama hotelnya. Jangan ngambek, dong!" Odi bangkit bangun dan berdiri di hadapan Je memasang muka cengar-cengir demi mengambil hati Je. "Tapi lo nggak diapa-apin sama tuh cowok, kan?"

"Kagak."

"Tuh cowok cakep nggak? Masuk ke dalam kriteria lu nggak?"

Di kepala Je langsung terbayang muka ganteng Justin. Benar, cowok itu memang ganteng. Tapi terlalu berat bagi lidah Je mengatakannya.

"Untung gue nggak diperkosa." Je mendengus. "Kalau iya, lo mesti tanggung jawab. Nikahin gue sama abang lo."

"Weeh... Yang nganuin siapa, yang nikahin siapa. Emangnya lo mau sama abang gue? Dia nggak ganteng-ganteng amat, muka pas-pasan. Tapi perhatian. Yang kayak gitu masuk ke kriteria yang lo mau nggak? Kalau mau, biar gue comblangin."

"Ogah. Gue nggak mikir pacaran."

"Ce'ileh, heran gue sama lo. Sejak dulu sampai sekarang, lu tuh bawaannya dingin sama cowok, kenapa emang? Lu normal, kan?" Odi memegang kening Je dan langsung ditampik oleh tangan Je.

"Kayak lu pernah pacaran aja berani ngatain gue."

"Haha... Minimal temen deket gue banyak yang cowok."

Je tidak perduli dengan penawaran Odi.

Siapa yang tidak kenal Je? Cewek sederhana, namun namanya cukup dikenal karena memiliki segudang prestasi yang luar biasa. Pernah meraih lomba cerdas cermat tingkat Ibu kota, juga peraih bea siswa berprestasi. Banyak yang nembak, tapi ditolak. Kecerdasannya menjadi daya tarik tersendiri bagi para cowok. Bahkan ketika dulu ia masih duduk di kelas sepuluh, ada dua cowok kelas dua belas yang naksir dan menembaknya.

Entah kenapa, Je belum merasa tertarik dengan cowok. Berbeda dengan teman-teman lainnya yang terlihat memiliki pasangan bahkan selalu sibuk pasang gaya setiap kali lewat di depan para cowok yang nongkrong. Bahkan ada yang sudah punya mantan tujuh.

Alhasil, Je dan Odi jadi seperti dua cewek yang memiliki kriteria sama, sama-sama tidak tertarik dengan lawan jenis.

Je merogoh ponselnya dari dalam tas ketika benda keluaran jadul itu berdering.

"Aloo..." sapa Je pada nomer tak dikenal.

"Kirimin gue pulsa, yang lima puluh ribu," sahut suara cowok di seberang.

"Siapa ni?"

"Bandul."

"Ooh.." Je mengangguk mendengar nama Bandul disebut. Entah apa alasan cowok bernama asli Beni jadi dipanggil Bandul, mungkin giginya yang tonggos bisa dijadikan bandul iakt rambut.

"Sekarang, ya!"

"Duitnya mana? Kesini aja, deh." Je mengantisipasi kejadian kesulitan menagih uang. Sudah pernah pengalaman, si pembeli tidak bayar. Pas ditagih malah nyolot. Apes. Mulai saat itu, Je tidak lagi memberi hutangan.

THE LOVE OF A PRISONERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang