05. Bertemu Lagi

7K 727 133
                                    

Triiing... ada ide.

Terlintas nama Odi di kepala Je. Siapa tahu Odi bisa membantu.

Berkali-kali Je menelepon Odi, tapi tidak diangkat.

"Nih bocah kemana, yak? Duuuh pas lagi dibutuhin malah ngilang aja. Apes banget nasib gue." Je ngomong sendirian, udah kayak di sinetron-sinetron.

Disaat sedang gundah gulana, hapenya berdering dan ia langsung menjawab tanpa melihat caller ID.

"Hai, Je!"

Suara yang sangat familier, tanpa melihat nama penelepon, Je langsung tahu siapa pemilik suara merdu itu. Milka, teman SMP-nya dulu.

"Hai, Mil. Ada apa?"

"Nggak ada apa-apa. Kangen aja pengen ngobrol. Udah tiga hari kita nggak telponan."

"Telponannya nanti aja lagi ya. Gue lagi sibuk, nih."

"Sibuk ngapain? Udah mau senja begini masih sibuk aja. Ada les? Atau apa?"

"Gue kehilangan tempat tinggal. Kosan gue tutup mendadak dan sekarang gue nggak tau mesti kemana. Gue nggak punya rumah. Nggak punya saudara. Nggak punya orang tua. Trus gue mesti kemana? Masak sih tidur di trotoar? Atau di kolong jembatan? Bisa keseret arus sungai entar pas air pasang tiba-tiba."

Sepi.

Keduanya membisu.

"Ahaaa... Gue ada ide," seru Milka tiba-tiba, membuat Je terkejut.

"Apa?"

"Gue kan sekarang jadi asisten rumah tangga nih. Nah, rumah majikan gue ini guedeee buanget. Lo tinggal aja sementara waktu di sini."

"Nggak enaklah gue sama majikan lo. Entar apa kata mereka? Dikira gue parasit. Numpang tinggal."

"Eh Je, tenang aja, majikan gue baik banget, kok. Majikan gue juga pernah bilang kalau gue dibolehin bawa saudara untuk tinggal di sini. Dia menganggap kerja gue ini bagus makanya gue dikasih kepercayaan penuh. lo kayak nggak tau gue aja, dari dulu kan Cuma gue murid paling jujur dan rajin di sekolah. Dan itu gue praktekin di sini."

"Tapi..."

"Udah, lo nggak usah ragu. Biar gue bilang ke majikan gue kalau lo adalah saudara gue. Tenang aja, majikan gue pasti ngijinin." Milka menyebutkan alamat rumah.

Sebelumnya, Milka sudah pernah menyebutkan alamat itu kepada Je, tapi Je belum pernah mengunjungi Milka ke sana.

Je berpikir. Jarak rumah majikan Milka cukup jauh dari sekolahnya. Apa mungkin ia tinggal di rumah itu? Tapi jika ia tidak menerima tawaran Milka, ia pasti akan jadi gelandangan.

"Oke, deh."

Je memasukkan ponsel ke tas. Ia berjalan penuh semangat menenteng tas besar berwarna hitam yang berisi pakaian dan perlengkapan sekolahnya. Tidak banyak, sebab ia memang tidak memiliki banyak pakaian.

Je tertarik membeli minuman dingin dalam kemasan botol kaca di minimarket terdekat. Tenggorokannya masih terasa kering meski sudah meminum air mineral hampir setengah teko.

Je meneguk minuman pengganti ion tubuh dengan degupan kuat. Tubuhnya menyandar di badan mobil yang terparkir di depan minimarket. Setelah isi dalam botol habis, ia melempar botol tersebut ke arah belakang.

Praakk!!!

Suara apa itu?

Je terkejut lalu menoleh. Botol yang ia lempar tepat mengenai kaca mobil yang sejak tadi menjadi sandaran tubuhnya. Kaca retak dan membentuk hiasan seperti sarang laba-laba.

THE LOVE OF A PRISONERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang