Tuan Green Tea Latte

2.1K 300 3
                                    

"Kamu paham kan, sama apa yang saya jelasin?"

Kembali ke dunia nyata, aku tidak bisa konsentrasi dengan apa yang dikatakan dosen pembimbing pada revisan skripsiku karena bayangan tentang Aditya hadir tanpa permisi.

Sebagai jawaban pada dosen pembimbingku, aku mengangguk saja. Untungnya aku merekam semua instruksi yang dia berikan.

Lalu dia menyuruhku keluar ruangan, dengan memberikan kembali lembaran skripsi yang harus direvisi dilengkapi dengan coretannya. Baik banget dosenku itu!

Melangkah keluar dari gedung fakultas, ada teman-temanku menyapa singkat, ada juga yang memintaku menemaninya, tapi aku menolak. Aku butuh duduk menjernihkan pikiranku di gerai Starbucks dekat parkiran kampus.

Setelah sampai di gerai kopi itu, aku memesan Green Tea Latte dan menyapu pandangan untuk melihat meja kosong. Namun, mataku berhenti ketika aku menatap seseorang yang sepertinya dia adalah Adit, duduk di sudut ruangan ditemani laptop dan ... satu gelas Green Tea Latte. Tanpa sadar sudut bibirku terangkat, ternyata dia belum melupakan minuman itu, sama sepertiku.

Seolah diperhatikan, matanya bergerilya mencari siapa yang memerhatikannya. Lalu mata kami bertemu, dia pun tersenyum begitu menyadari akulah yang memerhatikannya. Dia melambaikan tangan dan menunjuk bangku di hadapannya agar aku duduk di sana.

Setelah reuni SMA beberapa waktu lalu, aku memang sempat menjauhinya, dan ternyata kami bertemu lagi di tempat yang tak terduga sebelumnya--kampusku.

Sambil menyesap minumanku, aku memerhatikannya yang serius dengan laptopnya. "Jadi, selama ini lo kuliah di sini?" tanyaku, membuyarkan fokusnya, dia kini menatapku sambil mengangguk. "Nggak jadi masuk univ negeri?"

Adit menggeleng, "belum rejeki, bukan jodoh gue masuk sana."

Aku melipat kedua tanganku di meja, mengangguk samar atas sahutannya. Dia kalah dengan ambisinya sendiri. "Terus, sekarang lo lanjut dimana?"

Adit diam, menatapku tanpa kedip sambil menggeser laptopnya menjauh. Lalu dia berdeham dan mengalihkan matanya pada jendela besar di samping kirinya.

"Di kampus seberang, kita tetanggan selama ini."

Mataku membulat. "Sumpah, demi apa?! Kok gue--"

"Iya, lo nggak pernah liat gue, karena selama ini gue juga nggak pernah ke sini, baru akhir-akhir ini aja mampir buat nyoba gerai Starbucks, deket juga kan ya, nggak perlu ke Senayan City kayak jaman SMA."

Shit! Dia ngungkit masa lalu, maunya apa sih?

"Kenapa sih, Dit ... lo selalu aja susah dipahami dari dulu? Selalu aja bikin gue nggak ngerti sama jalan pikiran lo."

Adit tersenyum tipis, ia menyesap minumannya sambil menatapku dengan mata tajamnya, membuatku merasa sedang deja vu. Dia tidak menyahut apapun dari ucapanku. Ada keheningan panjang di antara kami, membuat kami saling bersitatap dengan menumpahkan rasa sakit masing-masing.

Cukup lama kami tak berkutik, akhirnya Adit menyamarkannya dengan berdeham dan menaruh gelas yang sudah tandas isinya.

"Ternyata ... selama ini gue salah menafsirkan mimpi, terlalu ambisi, dan sempet menepis perasaan yang pernah lo utarain, dulu. Tapi parahnya, kita justru dipertemukan lagi setelah sekian tahun gue selalu menghindari lo, karena gue malu, Rau." dia menunduk, enggan menatapku.

"Gue malu sama ambisi yang justru menghancurkan gue sendiri," lanjutnya, kini matanya menatapku lekat. "Lo mau kan, maafin gue yang pergi gitu aja, dulu?"

Tanganku berkeringat, aku menurunkan tanganku ke bawah meja dan mengepalnya kuat demi menahan dan mengalihkan rasa sakit di hatiku yang kembali dia ungkit.

Untuk kesekian kalinya, si Tuan Green Tea Latte ini menghancurkan pertahananku. Dia menanyakan hal yang paling sulit untuk kujawab, karena aku tidak tahu harus memaafkannya atau tidak, setelah bertahun-tahun dia menyakitiku dengan ketidakjelasan yang dia tinggalkan.

Apakah bisa, aku memaafkannya?


Apakah bisa, aku memaafkannya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

07 Juli 2017
Repost 8 Nov 2017

Tuan Green Tea LatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang