Bagian Tujuh Belas

9K 1K 111
                                    

※A Snowy Winter※
☆Sherry Kim☆
.

Pensil gambar di tangan Jaejoong terjatuh mendengar teriakan nyaring dari luar kamar. Teriakan itu bukan pertama kalinya terdengar, bahkan puluhan kali. Kesabaran Jaejoong benar benar di uji. Belum pernah sebelumnya ia kehilangan kendali diri terhadap anak-anak namun malam ini pengecualian.

Jarum jam sudah menunjuk pukul sepuluh malam. Sudah lewat dari jam istirahat anak-anak dan Jaejoong menyesali keringanan yang ia berikan kepada mereka karena rengekan Yunho dan tiga berandal nakalnya.

Mencoba untuk berkonsentrasi, Jaejoong memfokuskan pada angka angka di atas kertas di meja kerjanya. Teriakan itu kembali terdengar, semakin lama semakin nyaring dan berhasil membuat ketenangan Jaejoong menipis.

Bangkit dari meja kerjanya Jaejoong menghempaskan pintu kamar dengan kekuatan berlebih. Api amarah dalam diri pria itu pasti mampu membakar Yunho menjadi ikan kering. Lihat saja nanti.

Jaejoong salah jika ia berharap amarahnya akan reda dengan menemui mereka dan meminta mereka untuk tidak menjerit. Hal pertama yang ia lihat di ruang tamu apartemen adalah ruangan itu sudah seperti kapal pecah.

Tidak ada satu barang pun yang masih berada pada tempatnya. Semua barang menjadi penghuni lantai, bahkan bantal sofa dan taplak meja pun menjadi penghuni baru lantai marmer.

Mejamkan mata,  Jaejoong menghitung sampai sepuluh sebelum membuka mata. Jeritan tiga putra mereka membuat gendang telinganya terasa sakit. Ketiga putranya berlarian kesana kemari dengan Yunho mengejar mereka dan entah permainan apa yang mereka lakukan.

“Berhenti!”
Teriakan itu di abaikan oleh ke empat orang di ruangan itu. Jaejoong mengulanginya sampai berkali kali dan berhasil menarik perhatian mereka setelah ia menarik kaos bagian belakang Manse dan mengangkat bocah itu dengan satu tangan. Bocah itu memekik protes yang percuma. Kaki Manse bergoyang mencari pijakan. Tangan mungilnya mencoba mencari pegangan.

Yunho maju berusaha menangkap Manse. "Boo kau menyakiti Manse."

"Apa kau pikir teriakan kalian tidak membuat telingaku sakit." Yunho berhenti di tempat, tubuhnya berdiri tegak mendengar nada keras serta amarah dalam suara Jaejoong.

"Aku memberi waktu kalian satu menit sebelum mulai membereskan ruangan ini." Manse berhasil berbijak di lantai dan berlari kearah ayahnya.
Bocah itu seakan tahu jika ibu mereka marah besar dan tidak ingin berdekatan dengan Jaejoong.

"Tapi kami belum selesai." Sanggah Daehan. "Lima menit lagi?" nada harapan dalam suara bocah itu pupus mendapati tatapan galak sang ibu.

Jaejoong berkacak pinnggang dengan tatapan yang mampu mengiris Yunho menjadi lembaran tipis daging sandwich, pria itu berjenggit mundur sebelum memerintahkan anak-anak untuk mulai membereskan ruangan.

"Kenapa kami harus membantu?" Protes Minguk. "Ini sangat melelahkan Papa."

"Karena kita telah membuat ruangan ini berantakan." Sahut Daehan yang sudah membantu ayahnya memunguti barang barang yang berserakan di lantai.

Minguk menghela napas sembari merajuk, menatap ibu mereka dan segera berkata. "Minguk akan membantu." Lalu melesat mengambil bantal sofa yang menaruhnya di tempat semula.

Si bungsu, Manse menarik narik ujung kaos Yunho sambil menggerutu tidak senang karena di suruh bekerja keras memunguti mainan mereka. "Jangan merajuk, nak, atau Ibu kalian akan membuat kita kelaparan berhari hari dengan tidak menyiapkan sarapan untuk kita. Kau ingin itu?" Manse menggeleng cepat. "Bagus, mulai lah membereskan ruangan ini dan kita segera pergi tidur."

Dalam teterdiaman ruangan Jaejoong mengamati ketiga putranya. Daehan Minguk Manse memunguti apa pun yang mereka lihat dan menaruhnya asal di atas meja dengan ayah mereka yang memprotes untuk mengembalikan barang pada tempatnya. Bukannya membantu, ketiganya lebih tepat di sebut merusuh ayah mereka membereskan ruangan.

A Snowy WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang